Sabtu 28-Jan-2023 06:07 WIB
277
 
                                    Foto : harianjogja
brominemedia.com -Beberapa
waktu lalu pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati
penerbitan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (P2SK).
Undang-undang (UU) yang disusun secara omnibus ini menyatukan 15 UU yang
berkaitan dengan seluruh ekosistem sistem keuangan di Indonesia termasuk di
dalamnya tentang pengaturan mata uang rupiah.
Dalam UU P2SK, jenis mata uang rupiah tidak hanya uang
kertas dan uang logam sebagaimana terdapat dalam UU No. 7/2011 tentang Mata
uang. Pemerintah bersama DPR telah bersepakat untuk menambah jenis mata uang
rupiah yang baru dalam bentuk mata uang digital. Terbitnya jenis mata uang
rupiah digital ini menandai era baru dari mata uang rupiah.
Di tengah digitalisasi ekonomi yang mengubah pola pikir dan
pola perilaku ekonomi masyarakat, penerbitan rupiah digital merupakan suatu
keniscayaan. Bahkan saat ini sudah marak muncul mata uang bayangan (shadow
currencies) yang perlahan mulai menggantikan peran dan fungsi uang fisik yang
diterbitkan oleh negara. Jika peran dan fungsi uang fisik ini terus terkikis
oleh mata uang digital maka tidak menutup kemungkinan mata uang fisik yang
diterbitkan negara hanya tinggal cerita. Bersamaan dengan proses hilangnya
fungsi mata uang fisik, keberadaan bank sentral sebagai penerbit mata uang pun
akan tergantikan dengan lembaga-lembaga penerbit mata uang digital yang saat
ini sudah mulai berperan sebagai bank sentral bayangan (shadow central
banking).
Oleh karena itu, langkah yang sangat berani dari pemerintah
bersama DPR dengan menambah mata uang digital ke dalam salah satu jenis mata
uang rupiah harus mendapat apresiasi.
Namun, sepertinya jalan cerita penerbitan uang rupiah
digital ini masih akan sangat panjang dan berliku. Di dalam UU P2SK tidak
dijelaskan secara jelas dan perinci apa yang dimaksud dengan rupiah digital
tersebut. Seolah-olah penambahan jenis rupiah digital tersebut baru sebatas ide
yang belum matang dan perlu dikaji secara mendalam.
Sebagaimana kita ketahui bersama, dunia digital ibarat hutan
belantara yang belum terjamah manusia. Salah memahami arah dan mengambil jalan
maka risikonya akan sangat fatal, tersesat dan tidak tahu jalan pulang. Apalagi
jika memasuki hutan belantara tersebut pada tengah malam dan tanpa alat
penerangan, sudah pasti hasilnya kita akan tersesat makin dalam.
Oleh karena itu, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral harus segera mengeluarkan peraturan turunan dari UU P2SK tersebut yang membahas secara jelas apa yang dimaksud dengan rupiah digital tersebut dan bagaimana mengatur dan mengelolanya supaya tidak menjadi senjata makan tuan. Pemerintah harus bisa memitigasi berbagai kemungkinan risiko dari terbitnya rupiah digital tersebut.

Namun, sejauh ini baik BI maupun pemerintah belum memastikan apa yang dimaksud dengan rupiah digital tersebut. Apakah rupiah digital hanya sebatas perpindahan bentuk saja dari yang tadinya berbentuk fisik menjadi bentuk virtual dengan penanda deretan kode angka elektronik yang tersimpan di dalam jaringan internet.
Jika rupiah digital hanya sebatas perubahan bentuk dari fisik menjadi virtual maka sejatinya rupiah tidak mengalami perubahan radikal. Rupiah hanya mengalami peralihan bentuk tanpa mengubah fungsi dan peran sebelumnya. Rupiah hanya mengalami perubahan dalam cara dan sistem pembayaran. Tidak menambah jumlah uang beredar dan tidak menambah fungsi, tidak juga mengubah karakteristik dari mata uang rupiah selama ini.
Namun, memilih opsi kedua dengan terjun ke dalam ekosistem uang kripto juga memiliki risiko yang tidak kalah besar. Sejauh ini konsep uang digital dengan uang kriptonya masih jauh dari kata matang dan mapan. Konsep uang kripto masih mencari bentuk yang ideal yang dapat digunakan dalam seluruh aktivitas perekonomian di dunia ini secara cepat dan mudah namun tetap aman.
Melihat berbagai risiko tersebut, rasanya pemerintah bersama BI tidak boleh terburu-buru untuk menerbitkan rupiah digital. Perlu kajian yang sangat mendalam yang mungkin membutuhkan waktu yang relatif lama untuk memitigasi profil risiko yang dimiliki oleh rupiah digital tersebut. Mitigasi dan pengelolaan risiko harus benar-benar bisa dilakukan secara sempurna.
Faktor keamanan, pertahanan, serta kedaulatan sistem keuangan nasional harus menjadi dasar utama penerbitan rupiah digital ini. Sabar dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan menjadi salah satu kunci kesuksesan penerbitan rupiah digital. Tidak perlu tergesa-gesa karena sampai saat ini negara yang benar-benar menggunakan uang kripto sebagai mata uang negaranya bisa dihitung dengan jari satu tangan saja dan negara-negara tersebut tidak termasuk ke dalam jajaran negara dengan sistem ekonomi yang besar dan kuat.
Konten Terkait
Nasib apes seolah tak mengenal waktu, tempat, maupun siapa korbannya. Pada Jumat sore (11/4/2025), Muhammad Ridwan (42) seperti tersambar petir saat tiba-tiba menerima notifikasi di ponselnya tentang transaksi keluar sebesar Rp 3,5 juta dari rekening bank miliknya.“Ada notifikasi uang keluar sebanyak itu, tangan saya langsung gemetar. Saat itu saya sedang di kantor, mau siap-siap pulang,” kenangnya saat bercerita kepada Rakyat Merdeka/RM.id.Meski panik, Ridwan berusaha ...
Kamis 30-Oct-2025 20:24 WIB
Kementerian Komdigi mengatakan di Renstra 2025-2029 untuk pengawasan ruang digital, fokus pada perlindungan masyarakat dan tata kelola teknologi baru.
Selasa 28-Oct-2025 20:15 WIB
KEMENTERIAN Kebudayaan resmi meluncurkan BUDAYA GO!
Jumat 24-Oct-2025 20:26 WIB
Namun, bukan hanya hal tersebut yang menjadi perbincangan (viral), melainkan pengakuannya tentang sumber modal awalnya kini jadi miliader.
Selasa 09-Sep-2025 20:48 WIB
Komika Sammy Notaslimboy turut menanggapi kasus intimidasi terhadap Yogi Firmansyah, penulis opini...
Minggu 25-May-2025 21:48 WIB





 
                                     
                                     
                                     
                                     
                                    




