Selasa 15-Nov-2022 09:58 WIB
132

Foto : tempo
brominemedia.com-- DALAM perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali,
transisi energi menjadi salah satu yang menjadi isu pokok yang dibicarakan.
Dalam isu transisi energi ini, Indonesia setidaknya mengangkat tiga isu
prioritas, mulai dari akses, teknologi, hingga pendanaan.
Sayangnya, pembahasan transisi energi ini selain tak
melibatkan dan tak berangkat dari situasi krisis yang dialami oleh rakyat di
garis depan, juga cenderung manipulatif dan berujung pada munculnya pemecahan
masalah yang palsu atas krisis iklim.

Kami berpandangan munculnya istilah populer seperti “menangguk
laba dari krisis iklim” atau tawaran label “ekonomi hijau”, “rendah karbon”,
“energi baru”, dan “energi terbarukan” sesungguhnya tak lebih dari upaya
sistematis untuk mempertahankan sistem ekonomi kapitalistik yang bertumpu pada
ekstraktivisme. Di balik slogan-slogan dan bahasa politik yang seolah-olah
memberi jawaban itu, tidak ada niat dan kesungguhan untuk menghadapi krisis
iklim, tidak ada perombakan dalam logika pembesaran pasokan energi, tidak ada
pembatasan dan pengereman laju konsumsi material dan energi.
Elektrifikasi sistem transportasi beserta ketergantungan
baru pada mineral bahan baku baterai telah memicu kolonisasi wilayah-wilayah
ekstraksi di Indonesia dan di negara-negara Selatan lain. Ekonomi rendah karbon
yang dielu-elukan oleh negara-negara G20 sebagai mesin investasi hanya
mengganti sokongan energi fosil ke “energi baru dan energi terbarukan”, dari
kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik. Penjualan kendaraan
listrik (EV) meningkat 55 kali, dari 120.000 unit di 2012 menjadi 6,6 juta
kendaraan listrik pada tahun 2021 (IEA).
Bagaimana dengan ekonomi tinggi karbon? Industri minyak, gas
dan batu bara menemukan "pemecahan masalah" untuk lonjakan emisi
karbonnya, lewat tata-buku transaksi tukar guling keuangan global yang melawan
akal sehat, dengan kenaikan emisi bisa di-nol-kan melalui jual-beli
surat-berharga kredit karbon dan "hasil-mitigasi" lainnya.
Peningkatan permintaan dan penjualan EV itu juga telah
memicu penambangan besar-besaran nikel, kobalt, lithium, mangan dan bahan baku
materai listrik lainnya di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Indonesia sebagai Koloni Ekstraktivisme Karbon Rendah Tinggi
Korban
Pada 2021 lalu, tingkat konsumsi energi Indonesia mencapai
909,24 juta barel setara minyak (barrel oil equivalent/BOE). Angka tersebut
meliputi konsumsi energi jenis listrik, batu bara, gas alam, bensin, solar,
biodiesel, briket, LPG, biogas, dan biomassa. Sektor transportasi adalah yang
terbesar dibanding sektor lainnya, yakni mencapai 388,42 juta BOE atau 42,72%
dari total konsumsi energi nasional. Lalu, konsumsi energi sektor industri
sebesar 317,57 juta BOE (34,93 persen), diikuti konsumsi energi rumah tangga
sebesar 148,99 juta BOE (16,39 persen). Berikutnya konsumsi energi sektor
komersial sebesar 43,48 juta BOE (4,78 persen), serta konsumsi energi sektor
lainnya sebesar 10,79 juta BOE (1,19 persen).
Mayoritas bauran energi primer pembangkit listrik di
Indonesia berasal dari batu bara, dengan porsi 65,8 persen pada 2021. Merujuk
pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 PLN, produksi
tenaga listrik dari batubara ini diproyeksikan bertambah sebanyak 69.702
gigawatt-hours (GWh) hingga 2030.
Sementara bauran energi terbesar kedua berasal dari gas.
Persentasenya mencapai 17,5 persen pada tahun lalu, meski lebih rendah dari
targetnya yang sebesar 21,9 persen. Pada 2022, bauran energi dari gas
direncanakan sebesar 16,7 persen.
Seluruh cerita ekstraksi sumber energi primer, berikut upaya
pengurangan konsumsi atas energi fosil ke “energi baru dan energi terbarukan”,
dan pembongkaran bahan baku kendaraan listrik yang diklaim sebagai pembangunan
“rendah karbon”, alih-alih berkorelasi signifikan untuk memitigasi krisis
iklim, justru memunculkan persoalan baru yang memperburuk krisis iklim itu
sendiri. Ini perlu dicamkan para pemimpin dunia yang hadir di KTT G20.
Penambangan batu bara di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Papua hingga
distribusi dan proses pembakarannya di pabrik-pabrik pembangkit listrik,
termasuk milik industri smelter nikel, meninggalkan daya rusak yang dahsyat,
tak terpulihkan. Di Kalimantan Timur, perluasan pembongkaran menyebabkan alih
fungsi lahan dalam skala besar, perusakan kawasan hutan, penggusuran pemukiman
warga, tercemarnya air tanah dan air permukaan, hingga sekitar 40 anak-anak
tewas tenggelam di lubang-lubang batu bara beracun.
Air yang vital bagi kehidupan warga juga tercemar logam
berat, sebagaimana terjadi di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara,
hingga Papua. Demikian juga dengan kawasan hutan yang sejak tahun 2009 hingga
2021 terdapat sekitar 41.406,37 hektare hutan alam dibabat tambang nikel. Laju
deforestasi di tambang nikel pun meningkat setiap tahun, hingga mencapai seluas
4.463,39 hektare pada 2021. Perusakan kawasan hutan ini menyebabkan fungsi
alaminya dalam meresap air berkurang, hingga kemudian memicu banjir bandang
berulang pada musim hujan. Bencana tersebut kerap terjadi di kawasan yang
dikuasai perusahaan tambang.
Dalam operasinya, penambangan dan pengembangan smelter nikel
untuk baterai kendaraan listrik itu juga disokong oleh energi listrik batu
bara. Di sebuah kawasan industri di Sulawesi, tak kurang dari 10 pembangkit
listrik bertenaga batu bara dibangun. Akibatnya, warga dan buruh di kawasan
industri tersebut menderita berbagai jenis penyakit akut, salah satunya Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Pada 2019, di lokasi tersebut, tercatat sekitar
3.400 kasus ISPA yang dirawat di klinik milik perusahaan. Jumlah penderita ISPA
itu terus meningkat, bahkan sepanjang Januari hingga Juni 2020 lalu saja,
terdapat 26.226 orang dilaporkan menderita ISPA.
Operasi industri ekstraktif di atas belum termasuk dengan
rencana pembuangan limbah tailing ke laut dalam melalui proyek Deep Sea Tailing
Placement (DSTP) di perairan Morowali dan perairan Pulau Obi. Proyek DSTP ini
mempertaruhkan keselamatan ruang pangan nelayan skala kecil atau nelayan
tradisional yang hidupnya sangat tergantung kepada sumber daya kelautan dan
perikanan. Setidaknya, terdapat lebih dari 7.000 keluarga nelayan perikanan
tangkap di Morowali dan 3.343 keluarga nelayan perikanan tangkap di Pulau Obi.
Lebih jauh, proyek DSTP ini mengancam kelestarian ekosistem mangrove, padang
lamun, dan terumbu karang.
Gelombang perluasan pembongkaran mineral nikel ini juga
sering kali dibarengi dengan kekerasan dan intimidasi terhadap warga yang
mempertahankan tanah-ruang hidupnya. Sebagian dari banyak contoh atas kekerasan
negara dan korporasi ini terjadi di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Sebanyak
30 orang warga penolak tambang dilaporkan ke polis. Lalu di Luwu Timur,
Sulawesi Selatan, enam orang dikriminalisasi oleh pihak perusahaan tambang yang
beroperasi di sana. Di Weda, Halmahera Tengah, satu orang dipenjara hanya karena
menolak tanahnya dijual ke perusahaan tambang.
Dengan demikian, operasi buas ekstraktif kapital melalui
pembongkaran bahan material tambang dan energi, termasuk penambangan air
besar-besaran sebagai pendukung industri ekstraktif tersebut, adalah upaya
sistematis untuk akumulasi keuntungan tanpa batas. Transisi ekonomi dan
substitusi energi lama ke energi baru itu hanya mengganti slogan dan sokongan
bahan bakar fosil ke energi terbarukan atau rendah karbon yang, dalam proses
untuk menghasilkan energi dan komoditi baru ini, ekstraksi hanya berpindah
lokasi, namun daya rusaknya sama.
Konten Terkait
Polemik soal praktek tambang batu bara di Tanah Merah, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur akhirnya temui jalan keluar
Kamis 06-Feb-2025 20:31 WIB
Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arangga mendorong Pertamina segera bangun buffer zone di Depo Pertamina Plumpang.
Senin 03-Apr-2023 08:32 WIB
Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arangga mendorong Pertamina segera bangun buffer zone di Depo Pertamina Plumpang.
Senin 03-Apr-2023 08:32 WIB
Sebuah tambang batu bara di wilayah Mongolia Dalam, China utara, runtuh. Setidaknya ada dua orang tewas dan lebih dari 53 orang hilang akibat insiden tersebut.
Kamis 23-Feb-2023 13:30 WIB
Kendaraan listrik premium Lexus UX300e bekas acara KTT G20 ludes terjual. Pembeli mobil listrik ini didominasi oleh pihak Badan Usaha Milik Negara atau (BUMN).
Kamis 23-Feb-2023 08:47 WIB