Selasa 25-Nov-2025 20:13 WIB
Foto : tribunnews
Brominemedia.com - Kejelasan terkait penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalimantan Timur (Kaltim) tahun 2026 masih ditunggu para buruh.
Mestinya tanggal 21 November 2025 lalu pengumuman dilakukan, namun UMP Kaltim 2026 meleset dari jadwal.
Reaksi ini juga memicu sorotan dari Koordinator Wilayah (Korwil) Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Provinsi Kaltim, Bambang Setiono.
Ia mengatakan telah melakukan koordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim mendesak agar segera menetapkan.
Namun ternyata, pihak dinas sendiri tengah dikumpulkan oleh Menteri Tenaga Kerja (Menaker) di Jakarta.
“Kadisnaker sedang menghadiri rakornas dengan Kemenaker hari ini. Sepertinya pemerintah sedang merumuskan terkait UMP untuk angka ideal dan bagaimana formatnya, saya yakin itu,” ujarnya, Selasa (25/11/2025).
Ia pun menyampaikan, bahwa pihaknya masih menunggu formulasi yang untuk menetapkan UMP 2026.
Pihaknya sendiri, kata Bambang, tetap menolak formulasi yang dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang sudah dicabut setelah adanya putusan MK Nomor 168/2023 soal peraturan tersebut, yang juga berlaku hanya sampai tahun 2025.
KSBSI Kaltim pun mendesak, ada formulasi baru yang digunakan dengan mengedepankan keadilan buruh.
“Ya tidak boleh dengan formulasi PP 51/2023, meski putusan MK juga bukan format resmi untuk pemerintah menetapkan UMP, tentunya perlu formulasi solutif, baik pihak buruh atau pengusaha agar tidak dirugikan. Mesti membuat formulasi yang terbaik untuk semua pihak,” kata Bambang.
Keberpihakan untuk keberlangsungan sektor usaha dan kesejahteraan buruh harus dikedepankan.
Buruh atau pekerja se–Indonesia sedang menunggu yang akan ditetapkan oleh pemerintah.
Ia tetap berpendapat, harus ada win–win solution untuk menetapkan kenaikan UMP, dan melihat UMK sektoral di beberapa Kabupaten/Kota.
Di Kaltim, menurutnya masih ada daerah industri atau sektor minyak dan gas (migas) dan batubara, tentu masih bisa menetapkan formulasi yang tepat untuk adil bagi para buruh atau pekerja.
“Kaltim memang berbeda dengan daerah lain, ada pula UMK sektoral juga. Keadilan dalam menetapkan upah mesti hati–hati serta jeli dalam membuat formulasinya,” tukasnya.
Tentunya yang dituntut merupakan formula penghitungan UMP 2026 dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup layak (KHL) di lapangan bukan dengan PP 51 tahun 2023 serta melihat kondisi ekonomi Kaltim yang kini dalam kondisi baik.
Tentu mesti ada keadilan bagi para buruh untuk mendapat upah yang layak sebagai bentuk penghargaan.
Menurutnya, dari UMP Kaltim untuk tahun 2025 sebesar Rp3.579.313,77 yang mengalami kenaikan sebesar 6,5 persen atau sekitar Rp218.455 dari UMP tahun 2024 yang sebesar Rp3.360.858 masih dirasa belum memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
“Ya kita tetap ingin ada kenaikan yang layak, jika tahun lalu 6,5 persen. Maka, ada penghargaan dengan formulasi baru dan bisa adil bagi semua pihak, jangan hanya bicara angka serta mencari jalan tengah, tapi melihat penghidupan yang layak,” tuntutnya.
Disinggung mengenai kemungkinan turun ke jalan untuk menuntut segera ada penetapan dan pengumuman UMP Kaltim, Bambang mengatakan bahwa menunggu hingga akhir November 2025.
Menurut pihaknya, pemerintah mesti segera menetapkan dan mengumumkan segera karena telah melewati batas waktu yang ada dalam regulasi.
Bambang tetap mendesak pemerintah Kaltim segera berkomunikasi dengan pemerintah pusat dalam menetapkan UMP 2026 serta membahas dengan dewan pengupahan.
“Kita ingin segera ditetapkan dan diumumkan, serta tuntutan kami jelas, agar ada formulasi yang adil dalam menetapkan besaran upah minimum. Tetap berkoordinasi dengan semua pihak juga, pastinya turun menyangkut upah buruh atau pekerja, tetap kita turunnya dengan baik dan santun,” pungkasnya. (*)
Konten Terkait