Minggu 05-Jan-2025 20:46 WIB
113

Foto : tribunnews

Keputusan MK untuk menghapus akal-akalan penguasa mempertahankan kekuasaan dengan membuat syarat ambang batas pencalonan presiden ini juga bukan jalan instan.
Tercatat, Presidential Threshold yang termuat di dalam pasal 222 UU No 7/2017 sudah didugat sebanyak 36 kali.
Dari total upaya ini, 27 permohonan tidak dapat diterima, 6 permohonan ditolak, 2 permohonan ditarik kembali oleh pemohon, dan satu permohonan yang dilayangkan oleh 4 mahasiswa UIN Sunan Kalijaga DIY dikabulkan yang kemudian disambut suka cita oleh pegiat demokrasi.
Berubah Sikap
Tidak hanya UU No 7/2017, Undang-undang sebelumnya yang mengatur tentang Presidential Threshold juga berulang kali diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Namun, sebelumnya MK selalu konsisten dan menilai bahwa penentuan Presidential Threshold adalah kewenangan dari pembuat Undang-undang atau biasa disebut sebagai open legal policy.
Sebelum keputusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024, MK berpendapat bahwa polemik tentang Presidential Threshold posisinya sama dengan aturan tentang batas minimal syarat calon presiden dan wakil presiden.
Artinya, meskipun kita sempat berdebat ketika MK memuluskan Gibran Rakabuming Raka maju menjadi cawapres mendampingi Prabowo dengan mengubah syarat usia minimal calon wakil presiden, namun setidaknya keputusan MK untuk Gibran ini juga menjadi yurisprudensi, bahwa MK bisa mengubah sesuatu yang sebelumnya dikatakan sebagai open legal policy.
Pertimbangan tersebut tentu tak lepas dari fokusnya pemohon yang berasal dari UIN Suka yang secara konsisten menggunakan pendekatan bahwa penerapan Presidential Threshold dinilai telah melebihi kewenangan dan bertentangan dengan moralitras rasionalitas, dan mengandung ketidakadilan.
Munculnya koalisi gemuk di peta politik nasional dan juga munculnya banyak calon tunggal di sejumlah Pilkada juga menjadi penguat bagi MK untuk mengubah pendiriannya terkait hal ini.
Secara konstitusional, jika sebelumnya MK berpendapat bahwa penerapan Presidential Threshold adalah konstitusional, maka melihat perkembangan politik terbaru, MK berpendapat bahwa Presidential Threshold tidak konstitusional, sehingga harus dihapuskan.
Dalam perspektif hukum dan demokrasi, perubahan sikap di MK ini tak bisa dianggap inkonsisten.
MK telah menjalankan perannya menjaga konstitusi sesuai dengan tuntutan dan tantangan perubahan zaman.
Kita patut bercermin pada Amerika Serikat, di mana politik ras juga dianggap konstitusional sebelum mereka melakukan amandemen konstitusi ke-15 yang disahkan pada 30 Maret 1870 melalui perdebatan panjang.
Konten Terkait
Secara historis, Irak memiliki rekor kuat atas Indonesia, dengan Garuda selalu kalah dalam tiga pertemuan terakhir.
Kamis 17-Jul-2025 22:54 WIB
Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas PadjadjaranDina Sulaeman menilai gestur hangat Presiden Prancis Emmanuel Macron terhadap Presiden Prabowo Subianto dalam perayaan Bastille Day 2025 merupakan bagian dari strategi geopolitik Prancis untuk merangkul negara-negara Global South
Selasa 15-Jul-2025 20:37 WIB
Berikut ini biodata Arkhan Fikri pemain Arema FC yang sumbang gol untuk Timnas Indonesia saat lawan Brunei Darussalam di ASEAN Cup U23 2025.
Selasa 15-Jul-2025 20:33 WIB
Prestasi membanggakan kembali ditorehkan putra-putri Kalimantan Tengah (Kalteng) di kancah nasional. Kali ini datang dari dunia modeling, di mana Agatha Gisel Juanmaharati, model cilik asal Kalteng,
Senin 14-Jul-2025 20:43 WIB
Pertandingan tersebut akan digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Selasa 15 Juli 2025 pukul 20.00 WIB.
Senin 14-Jul-2025 20:42 WIB