Foto : sindonews
brominemedia.com –
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengagendakan sidang perdana
dugaan korupsi pemberian fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya
tahun 2021-2022, Rabu (24/8).
Lima terdakwa akan mendengarkan pembacaan surat dakwaan
dalam sidang terpisah. Kelima terdakwa tersebut yaitu Mantan Direktur Jenderal
(Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag)
Indrasari Wisnu Wardhana dan Lin Che Wei (LCW) alias Weibinanto Halimdjati
(WH); Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor; Senior
Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA; serta General
Manager (GM) Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang.
"Iya benar sidang (hari ini). Dakwaannya masing-masing,
karena nomor perkara juga masing-masing. Sidang pertama kan masih mendengarkan
dakwaan dari Penuntut Umum, dan proses persidangan akan panjang," kata
Kresna Hutauruk, kuasa kukum Indrasari Wisnu Wardhana.
Indrasari mengatakan siap menghadapi persidangan. Bahkan,
kuasa hukum pun telah menyiapkan pembelaan yang telah dilengkapi dengan
sejumlah barang bukti.
"Kami juga berharap agar sidang berjalan dengan adil
dan benar sehingga nanti hasilnya adalah berdasarkan fakta yang terungkap
dipersidangan tanpa ada pengaruh atau tekanan dari luar persidangan,"
terangnya.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat (SIPP PN Jakpus), kelima terdakwa didakwa telah melakukan
perbuatan melawan hukum yaitu memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi.
Para terdakwa diduga telah memperkaya korporasi yakni perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar yaitu PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar alam Permai, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia sejumlah Rp1.693.219.882.064. Kemudian, para terdakwa juga memperkaya perusahan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Musim Mas yaitu, PT Musim Mas, PT Musim Mas - Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT Agro Makmur Raya, PT Megasurya Mas, PT Wira Inno Mas, sejumlah Rp626.630.516.604.
Selanjutnya, para terdakwa juga diduga telah memperkaya perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Permata Hijau yaitu dari PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pelita Agung Agrindustri sejumlah Rp124.418.318.216. Akibat perbuatannya, para terdakwa diduga telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Para terdakwa merugikan keuangan negaea sejumlah Rp6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.
Dalam perkara ini, kelima terdakwa tersebut diduga telah melakukan permufakatan jahat. Permufakatan jahat itu terjadi antara pemohon dan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor minyak goreng.
Di mana, pemberi izin diduga telah menerbitkan persetujuan ekspor kepada eksportir yang seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat. Para eksportir ditolak izinnya karena mendistribusikan CPO atau RBD Palm Olein tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri atau Domestik Price Obligation (DPO).
Kemudian, hasil penyelidikan Kejagung, para eksportir diduga juga tidak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban yang ada dalam Domestik Market Obligation (DMO) sebesar 20% dari total ekspor. Hal itu sempat membuat minyak goreng langka di Indonesia.
Konten Terkait
Menurutnya, peran Sudewo dalam kasus ini diduga sangat luas dan tidak terbatas pada satu proyek saja.
Kamis 14-Aug-2025 20:55 WIB
Aksi yang telah merugikan korban lebih dari Rp28 juta ini terbongkar sesaat sebelum akad nikah, memicu amarah warga dan membuka tipuan tentang fenomena yang lebih besar: penyalahgunaan simbol agama untuk tindak kejahatan.
Kamis 14-Aug-2025 20:52 WIB
Proyek pembangunan jalur kereta api di sejumlah wilayah, termasuk jalur Makassar-Parepare di Sulsel...
Rabu 13-Aug-2025 20:43 WIB
Selain hari ini Selasa (12/8), Menas juga absen panggilan KPK pada Senin (28/7) dan Senin (4/8).
Selasa 12-Aug-2025 20:41 WIB
KPK telah menaikkan kasus dugaan korupsi kuota jemaah haji tahun 2023-2024 ke tahap penyidikan. Sosok pemberi perintah di kasus ini pun masih menjadi teka-teki.
Minggu 10-Aug-2025 21:03 WIB