Foto : tempo
brominemedia.com-
Satria Unggul Wicaksana, dosen sekaligus Direktur Pusat Studi Anti Korupsi dan
Demokrasi Universitas Muhammadiyah Surabaya memiliki perjalanan hidup yang
getir. Dia tak pernah menyangka hingga berada di posisi saat ini yakni Wakil
Dekan UM Surabaya.
Satria berasal dari keluarga tak mampu. Orang tua Satria
bekerja sebagai penjual rombeng baju bekas di desa-desa. Baju rombeng itu
dijual ke kawasan rumahnya Gresik,
Lamongan hingga Babat. Satria menyebut jualan rombeng kedua orangtunya hanya
menghasilkan Rp 5 ribu- Rp 25 ribu per hari. Pendapatan itu untuk memenuhi
kebutuhan satu keluarga.
Saat menjadi siswa SMP Negeri 26 Surabaya, Satria pernah
tidak naik kelas 3. Hal tersebut lantaran ia tak bisa membeli buku-buku sekolah
dan gurunya tidak memberinya nilai. Dia sempat menjadi korban bullying oleh
teman-temannya karena tinggal kelas. Karena hal itu, dia pernah mengurung diri
di kamar selama dua hari.
“Jadi saat saya tidak naik kelas, saya sempat frustasi dan
mengurung di kamar 2 hari. Waktu itu banyak sekali yang ngebully. Bahkan sempat
saya mau pindah ke Bali karena ada keluarga Ibu disana,”kata Satria dilansir
dari laman resmi UM Surabaya pada Rabu, 28 Desember 2022.
Dari Dibully dan
Bangkit Kembali
Setelah mengurung diri di kamar, ia kembali berpikir untuk
segera bangkit. Meski tidak naik kelas, ia mencoba menjadi siswa yang lebih
aktif, mengikuti berbagai olimpiade dan aktif organisasi. Bahkan di tahun
selanjutnya saat naik kelas 3, ia dipilih menjadi wakil ketua kelas.
Keaktifan di sekolah itu berlanjut hingga Satria Sekolah di
SMA Muhammadiyah 8 Surabaya. Di sekolah tersebut Satria bertemu guru bernama
Yusuf Ismail yang mengenalkannya dengan Muhammadiyah, organisasi Ikatan Pelajar
Muhammadiyah (IPM), belajar mengaji dan agama.
“Waktu itu pengetahuan saya tentang agama sangat kurang, ibu muallaf dan kedua orang tua setiap hari kerja, jadi jarang ada waktu untuk ngobrol. Bersyukur bertemu Pak Yusuf Ismail beliau mengajari saya banyak hal tentang agama termasuk sering ngabsen sholat saya,” katanya.
Pernah Menjadi Pelayan dan Juru Ketik
Meski sekolah SMA nya gratis, Satria memilih sekolah sembari bekerja sebagai pelayan di daerah Pakuwon. Hal tersebut ia lakukan agar tidak meminta uang kepada orang tuanya dan untuk makan. “Jadi saya sekolahnya pagi, pukul 2 sore sampai 11 malam saya jadi waiters gajinya Rp 40 ribu per hari, konsekuensinya saat sekolah saya sering ngantuk kadang juga tidur, tapi saya tetap imbangi dengan belajar agar nilai-nilai saya tidak turun,” kata Satria.
Aktivitas menjadi pelayan Satria lakoni sampai menjadi mahasiswa Ilmu Hukum di UM Surabaya hingga semester 3. Kegigihannya dalam bersekolah mengantarkan Satria mendapatkan beasiswa dari Sudarusman, Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 10 Surabaya. Sudarusman bersedia membiayai kuliahnya hingga lulus. Karena dibiayai ia tidak ingin mengecewakan sehingga ia terus rajin belajar.
Saat menjadi mahasiswa hidupnya tidak langsung mudah, ia harus tetap mencari uang agar bisa bertahan hidup di Surabaya. Selama di Surabaya Satria tidak memiliki kost-kostan, ia tinggal di ruangan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Menurutnya, pernah satu bulan penuh tidak memiliki uang dan menumpang makan bersama temannya.
“Bersyukur ada yang mengasihani dan mengajak saya makan setiap harinya, setelah itu saya berpikir untuk menyambung hidup dengan bekerja sebagai wartawan kampus, membantu riset dosen sampai jadi juru ketik, berkat jadi juru ketik itulah saya diberi laptop oleh dosen,” kata Satria.
Dari tulisanlah keberuntungannya dimulai. Sejak saat itu ia giat menulis karya tulis ilmiah, Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM), bahkan Satria pernah lolos hingga PIMNAS. “Beruntungnya dari semester 3 nulis PKM lolos terus dan didanai, jadi waktu itu saya niat nulis bukan karena prestasi, tapi nulis untuk bertahan hidup,”imbuh Satria lagi.
Dinobatkan Jadi Dosen Terimplementatif
Tidak hanya mahir dalam tulis menulis, saat menjadi mahasiswa Satria pernah menjabat sebagai Presiden Eksekutif Mahasiswa (BEM) UM Surabaya dan menjadi wisdawan terbaik dengan lulus 3,5 tahun pada 2015.
Setelah lulus Satria diangkat menjadi asisten dosen di Fakultas Hukum dan mendapatkan beasiswa dari UM Surabaya untuk melanjutkan studi di Universitas Airlangga (Unair) dengan jurusan hukum konsentrasi Hukum Internasional (HI).
Saat menjadi Dosen di UM Surabaya Satria tidak pernah berhenti untuk terus berkontribusi, pada 2021 ia dinobatkan sebagai Dosen terimiplementatif di acara workshop hasil luaran bantuan dana inovasi pembelajaran dan teknologi asistif bagi mahasiswa berkebutuhan khusus yang diselenggarakan Kemendikbudristek.
“Saya memiliki prinsip bahwa pendidikan adalah cara terbaik memutus mata rantai kemiskinan dan keterbelakangan,”pungkasnya.
Konten Terkait
Sebanyak 3 orang diperiksa kepolisian sebagai saksi dalam kasus perampokan yang berujung seorang nenek tewas di Desa Sidomulyo, Klaten.
Jumat 14-Jun-2024 20:35 WIB
Pada 2014, Ruben Amorim yang bermain sebagai gelandang SL Benfica dikalahkan 1-5 oleh Arsenal yang diperkuat Mikel Arteta dalam turnamen pramusim Piala Emirates
Kamis 09-Mar-2023 11:27 WIB
Daftar nama satria dan ksatria dalam cerita pewayangan, mulai dari Gatotaca, Nakula, Sadewa hingga Hanoman.
Rabu 18-Jan-2023 09:00 WIB
Satria, dosen sekaligus Direktur Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi Universitas Muhammadiyah Surabaya memiliki perjalanan hidup yang getir.
Rabu 28-Dec-2022 08:12 WIB
Satria, dosen sekaligus Direktur Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi Universitas Muhammadiyah Surabaya memiliki perjalanan hidup yang getir.
Rabu 28-Dec-2022 08:12 WIB