Kasus SPAM Pesawaran, Kejati Lampung Didesak Periksa Pihak Kemen PUPR
Selasa 28-Oct-2025 20:14 WIB
7
Foto : tribunnews
Brominemedia.com - Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung (FH Unila) Rinaldy Amrullah meminta Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung untuk turut memeriksa pihak-pihak di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Permintaan itu disampaikan Rinaldy menyusul penetapan tersangka terhadap mantan Bupati Pesawaran Dendi Ramadhona beserta sejumlah pihak lain dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana alokasi khusus (DAK).
Menurut Rinaldy, aparat kejaksaan seharusnya tidak hanya fokus pada pejabat daerah, tetapi juga menelusuri keterlibatan pihak kementerian, jika terdapat indikasi kebijakan atau keputusan yang merugikan keuangan maupun perekonomian negara.
“Penyidik kejaksaan diharapkan juga memeriksa pihak dari kementerian, khususnya Kementerian PUPR.
Sepanjang jaksa memiliki bukti adanya kerugian negara yang nyata dan dapat dihitung secara real, maka itu sudah menjadi dugaan tindak pidana,” ujar Rinaldy, Selasa (28/10/2025).
Ia menegaskan, penegakan hukum harus didasarkan pada bukti kuat dan niat jahat (mens rea) dari pelaku.
“Penegakan hukum tindak pidana korupsi seharusnya mampu membuktikan bahwa perbuatan itu didasari niat jahat untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain,” tegasnya.
Rinaldy menyoroti bahwa kejaksaan kini tidak hanya perlu memeriksa potensi kerugian keuangan negara, tetapi juga kerugian perekonomian negara akibat kebijakan yang tidak tepat.
“Saya mendukung langkah kejaksaan, karena perekonomian negara merupakan sendi kehidupan.
Tapi pembuktian perbuatan pidana harus jelas. Jangan sampai aparat penegak hukum justru melanggar hukum,” katanya.
Menurutnya, bila kerugian negara muncul bukan karena perbuatan yang disengaja, maka hal tersebut bisa masuk ranah administrasi, bukan pidana.
“Dalam kasus Dendi, ini terkait DAK yang berasal dari pemerintah pusat. Maka perlu dilihat dulu, apakah kewenangan pengelolaannya benar-benar berada di tangan kepala daerah atau masih menjadi kewenangan pusat,” jelasnya.
Rinaldy menambahkan, apabila kepala daerah memang memiliki kewenangan penuh, maka perlu dilihat apakah ada niat jahat dalam proses tersebut.
Namun jika proyek bermasalah disebabkan kontraktor, maka tanggung jawab utama berada pada pihak pelaksana.
“Kalau pembangunan buruk akibat kontraktor, ya kontraktor yang harus diperiksa. Tapi jika ada desain proyek yang sengaja dibuat buruk karena ada keuntungan balik (feedback) bagi pihak tertentu, maka penentu kebijakan juga harus dimintai pertanggungjawaban,” paparnya.
Ia menegaskan, bila pola serupa terjadi pada proyek-proyek lain yang bersumber dari DAK, maka penegak hukum sepatutnya menelusuri hingga ke tingkat kementerian.
“Kalau ternyata desainnya seperti itu, semua perkara terkait program SPAM harus dilihat dari pola besar dan ditarik ke pusat yang bertanggung jawab,” tutup Rinaldy.
Analis Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menilai Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh tidak efisien dan berpotensi terus merugikan negara.