Bromine Media merupakan media online yang menyajikan ragam informasi dan berita di ranah lokal Wonogiri hingga nasional untuk masyarakat umum. Bromine Media bertempat di Brubuh, Ngadirojo Lor, Ngadirojo, Wonogiri, Jawa Tengah.

All Nasional Internasional

PERISTIWA

Pernah Tinggal Kelas hingga Jadi Pelayan. Satria, Kini Menjadi Dosen Berprestasi Sekaligus Direktur

Rabu 28-Dec-2022 08:12 WIB

222

Pernah Tinggal Kelas hingga Jadi Pelayan. Satria, Kini Menjadi Dosen Berprestasi Sekaligus Direktur

Foto : tempo

brominemedia.com - Satria Unggul Wicaksana, dosen sekaligus Direktur Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi Universitas Muhammadiyah Surabaya memiliki perjalanan hidup yang getir. Dia tak pernah menyangka hingga berada di posisi saat ini yakni Wakil Dekan UM Surabaya.

Satria berasal dari keluarga tak mampu. Orang tua Satria bekerja sebagai penjual rombeng baju bekas di desa-desa. Baju rombeng itu dijual ke kawasan rumahnya Gresik, Lamongan hingga Babat. Satria menyebut jualan rombeng kedua orangtunya hanya menghasilkan Rp 5 ribu- Rp 25 ribu per hari. Pendapatan itu untuk memenuhi kebutuhan satu keluarga.

Saat menjadi siswa SMP Negeri 26 Surabaya, Satria pernah tidak naik kelas 3. Hal tersebut lantaran ia tak bisa membeli buku-buku sekolah dan gurunya tidak memberinya nilai. Dia sempat menjadi korban bullying oleh teman-temannya karena tinggal kelas. Karena hal itu, dia pernah mengurung diri di kamar selama dua hari.

 “Jadi saat saya tidak naik kelas, saya sempat frustasi dan mengurung di kamar 2 hari. Waktu itu banyak sekali yang ngebully. Bahkan sempat saya mau pindah ke Bali karena ada keluarga Ibu disana,”kata Satria dilansir dari laman resmi UM Surabaya pada Rabu, 28 Desember 2022.

Dari Dibully dan Bangkit Kembali

Setelah mengurung diri di kamar, ia kembali berpikir untuk segera bangkit. Meski tidak naik kelas, ia mencoba menjadi siswa yang lebih aktif, mengikuti berbagai olimpiade dan aktif organisasi. Bahkan di tahun selanjutnya saat naik kelas 3, ia dipilih menjadi wakil ketua kelas.

Keaktifan di sekolah itu berlanjut hingga Satria Sekolah di SMA Muhammadiyah 8 Surabaya. Di sekolah tersebut Satria bertemu guru bernama Yusuf Ismail yang mengenalkannya dengan Muhammadiyah, organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), belajar mengaji dan agama.

“Waktu itu pengetahuan saya tentang agama sangat kurang, ibu muallaf dan kedua orang tua setiap hari kerja, jadi jarang ada waktu untuk ngobrol. Bersyukur bertemu Pak Yusuf Ismail beliau mengajari saya banyak hal tentang agama termasuk sering ngabsen sholat saya,” katanya.

Pernah Menjadi Pelayan dan Juru Ketik

Meski sekolah SMA nya gratis, Satria memilih sekolah sembari bekerja sebagai pelayan di daerah Pakuwon. Hal tersebut ia lakukan agar tidak meminta uang kepada orang tuanya dan untuk makan. “Jadi saya sekolahnya pagi, pukul 2 sore sampai 11 malam saya jadi waiters gajinya Rp 40 ribu per hari, konsekuensinya saat sekolah saya sering ngantuk kadang juga tidur, tapi saya tetap imbangi dengan belajar agar nilai-nilai saya tidak turun,” kata Satria.

Aktivitas menjadi pelayan Satria lakoni sampai menjadi mahasiswa Ilmu Hukum di UM Surabaya hingga semester 3. Kegigihannya dalam bersekolah mengantarkan Satria mendapatkan beasiswa dari Sudarusman, Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 10 Surabaya. Sudarusman bersedia membiayai kuliahnya hingga lulus. Karena dibiayai ia tidak ingin mengecewakan sehingga ia terus rajin belajar.

Saat menjadi mahasiswa hidupnya tidak langsung mudah, ia harus tetap mencari uang agar bisa bertahan hidup di Surabaya. Selama di Surabaya Satria tidak memiliki kost-kostan, ia tinggal di ruangan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Menurutnya, pernah satu bulan penuh tidak memiliki uang dan menumpang makan bersama temannya.

“Bersyukur ada yang mengasihani dan mengajak saya makan setiap harinya, setelah itu saya berpikir untuk menyambung hidup dengan bekerja sebagai wartawan kampus, membantu riset dosen sampai jadi juru ketik, berkat jadi juru ketik itulah saya diberi laptop oleh dosen,” kata Satria.

Dari tulisanlah keberuntungannya dimulai. Sejak saat itu ia giat menulis karya tulis ilmiah, Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM), bahkan Satria pernah lolos hingga PIMNAS. “Beruntungnya dari semester 3 nulis PKM lolos terus dan didanai, jadi waktu itu saya niat nulis bukan karena prestasi, tapi nulis untuk bertahan hidup,”imbuh Satria lagi.

Dinobatkan Jadi Dosen Terimplementatif

Tidak hanya mahir dalam tulis menulis, saat menjadi mahasiswa Satria pernah menjabat sebagai Presiden Eksekutif Mahasiswa (BEM) UM Surabaya dan menjadi wisdawan terbaik dengan lulus 3,5 tahun pada 2015.

Setelah lulus Satria diangkat menjadi asisten dosen di Fakultas Hukum dan mendapatkan beasiswa dari UM Surabaya untuk melanjutkan studi di Universitas Airlangga (Unair) dengan jurusan hukum konsentrasi Hukum Internasional (HI).

Saat menjadi Dosen di UM Surabaya Satria tidak pernah berhenti untuk terus berkontribusi, pada 2021 ia dinobatkan sebagai Dosen terimiplementatif di acara workshop hasil luaran bantuan dana inovasi pembelajaran dan teknologi asistif bagi mahasiswa berkebutuhan khusus yang diselenggarakan Kemendikbudristek.

“Saya memiliki prinsip bahwa pendidikan adalah cara terbaik memutus mata rantai kemiskinan dan keterbelakangan,”pungkasnya.

Konten Terkait

PERISTIWA Pernah Tinggal Kelas hingga Jadi Pelayan. Satria, Kini Menjadi Dosen Berprestasi Sekaligus Direktur

Satria, dosen sekaligus Direktur Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi Universitas Muhammadiyah Surabaya memiliki perjalanan hidup yang getir.

Rabu 28-Dec-2022 08:12 WIB

Pernah Tinggal Kelas hingga Jadi Pelayan. Satria, Kini Menjadi Dosen Berprestasi Sekaligus Direktur

Tulis Komentar