Bromine Media merupakan media online yang menyajikan ragam informasi dan berita di ranah lokal Wonogiri hingga nasional untuk masyarakat umum. Bromine Media bertempat di Brubuh, Ngadirojo Lor, Ngadirojo, Wonogiri, Jawa Tengah.

All Nasional Internasional

PEMERINTAHAN

Pakar Hukum Sindir Partai Nasdem, Relasi Parpol Pengusung dan Presiden Harus Kuat Sesuai Konstitusi

Jumat 13-Jan-2023 05:06 WIB

179

Pakar Hukum Sindir Partai Nasdem, Relasi Parpol Pengusung dan Presiden Harus Kuat Sesuai Konstitusi

Foto : wartakota

brominemedia.com - Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat pada HUT PDIP ke- 50 menyampaikan soal relasi antara partai politik (parpol) pengusung dengan presiden harus harmonis.

Pernyataan ini sangat tepat karena sesuai dengan konteks ketatanegaraan Indonesia.

 Di mata sejumlah pakar hukum, pernyataan Megawati itu seolah menyindir sikap politik Partai Nasdem yang kini mendukung Anies Baswedan sebagai capres.

Nasdem tak lagi seirama dengan pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang merupakan kader PDIP.

Jimmy Z. Usfunan, pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Udayana, mengungkapkan beberapa argumentasi.

Pertama, pasca reformasi UUD 1945 memberikan ruang andil yang besar bagi Partai Politik dalam penyelenggaraan negara.

Seperti mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan Presiden, maupun saat Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat menjalankan kewajibannya dalam masa jabatannya sebagaimana diatur dalam Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 8 ayat (3) UUD 1945.

Kedua, UU 2/2008 dan UU 2/2011 tentang partai Politik (UU Partai Politik), menjelaskan bahwa keberadaan partai politik dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia (WNI) secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita.

Hal ini berimplikasi bahwa setiap partai politik memiliki asas dan ciri masing-masing yang sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Partai Politik.

Ketiga, ketika seorang warga negara direkrut menjadi calon presiden dan wakil presiden oleh partai pengusung, maka secara sadar warga negara tersebut mengikatkan dirinya dalam komitmen perjuangan demi kepentingan bangsa dan negara melalui garis, asas, ciri, dan cita-cita yang telah dibangun dalam suatu partai politik.

Atas dasar itu, relasi antara presiden dan partai politik pengusung tidak boleh terputus.

Sependapat dengan Jimmy, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (PUSHAN), Dr. Oce Madril, menegaskan bahwa dalam konteks pemerintahan, kebijakan presiden seharusnya mencerminkan karakter parpol pengusung.

Di beberapa negara menunjukkan bahwa agenda kebijakan presiden mencerminkan karakteristik platform politik parpol pengusung.

Di Amerika Serikat misalnya, bisa diprediksi bahwa kebijakan presidennya tidak akan jauh berbeda dari mazhab Partai Republik atau Demokrat.

Cara pandang partai atas suatu masalah menjadi referensi kebijakan presiden.

“Di Indonesia semestinya juga begitu. Konstitusi menegaskan bahwa pasangan capres dan cawapres diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum," ucapnya.

"Sehingga, presiden dan wakil presiden merupakan bagian dari partai politik dan tentunya platform perjuangan parpol pengusung merupakan acuan agenda kebijakan presiden. Hal tersebut tidak dapat dipisahkan,” imbuh Oce.

Menurut Oce, relasi yang kuat antara parpol pengusung dan presiden dibutuhkan agar pemerintahan stabil dan berjalan efektif serta agenda kebijakan strategis Presiden mendapatkan dukungan parlemen secara politik.

Itulah salah satu esensi pertimbangan mengapa dibutuhkan presidential treshold dalam pencalonan presiden dan wakil presiden, supaya presiden mendapatkan back up politik yang cukup kuat dalam melaksanakan kebijakan-kebijakannya, sehingga kita memiliki sistem presidensial yang efektif.

Sementara Dekan Fakultas Hukum Universitas Riau, Dr. Mexsasai Indra, berpendapat harus dipahami kedudukan parpol dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Mexsasai mengutip Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-IX/2011 yang menekankan pada salah satu tujuan partai politik yakni sebagai penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.

Dengan demikian menurut Mexsasai, berdasarkan tujuan parpol tersebut, maka relasi parpol pengusung dan presiden tidak boleh terputus, justru harus diperkuat untuk berjuang bersama demi bangsa dan negara melalui perumusan kebijakan negara berdasarkan aspirasi rakyat yang disalurkan melalui parpol.

Kemudian lanjut Mexsasai, putusan MK No. 35/PUU-IX/2011 tersebut telah menjelaskan bahwa tujuan partai politik bukan hanya sekadar ikut kontestasi Pemilu, melainkan jauh dari itu. 

Seperti melakukan pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas; penciptaan iklim yang kondusif; serta rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi.

Oleh karena itu, seharusnya setiap parpol berorientasi pada penyiapan kader-kader terbaik untuk direkrut dalam jabatan-jabatan politik termasuk sebagai capres dan cawapres.

 Menanggapi perdebatan soal relasi parpol pengusung dan presiden, pakar hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Agus Riwanto, turut menyampaikan pandangannya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang duduk bersama Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri saat Puncak HUT PDIP ke-50 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (10/1/2023).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang duduk bersama Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri saat Puncak HUT PDIP ke-50 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (10/1/2023). (YouTube PDI Perjuangan)

Menurut Agus, seorang presiden adalah kader parpol sejak pencalonan pilpres hingga menjabat sebagai Presiden.

Dalam perspektif UU Pemilu,  sesungguhnya parpol mempunyai relasi yang sangat erat dengan capres.

Karena pasca amandemen UUD 1945 telah mengubah mekanisme pilpres bukan dipilih oleh MPR RI akan tetapi dipilih langsung oleh rakyat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6A ayat (1) UUD 1945. 

Selanjutnya UUD 1945 telah mengatur mekanisme pilpres harus melalui mekanisme parpol. Pasal 6A ayat (1) dan ayat (2) itu merupakan dasar eksistensi fundamental parpol dalam konstitusi.

Selanjutnya menurut Agus, prosedur teknis pilpres diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan PKPU No. 22 Tahun 2018 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang mengatur tentang syarat pencalonan.

Adapun syarat pencalonan antara lain, menegaskan bahwa capres diusulkan dalam satu pasangan oleh parpol atau koalisi parpol yang memiliki visi yang sama agar dapat memenuhi persyaratan ambang batas syarat pencalonan (Presidential Threshold) 20 persen perolehan kursi DPR atau 25 persen perolehan suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.

Penentuan capres ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme parpol atau koalisi parpol dan berhak melakukan kesepakatan dengan parpol pengusung dengan parpol pendukung yang tergabung dalam koalisi parpol dan kesepakatan itu dibuat tertulis ditandatangai oleh pimpinan parpol di atas meterai yang cukup dan diserahkan kepada KPU. Jika tak terpenuhi maka seseorang tak dapat mencalonkan diri sebagai capres.

Agus menjelaskan bahwa berdasarkan Putusan MK No. 007/ PUU-II/2004, ada pembedaan antara hak konstitusional warga negara dengan hak konstitusional parpol.

Di mana untuk menjadi capres adalah hak setiap warga negara, namun hak tersebut tidak serta merta dapat dilaksanakan sendiri, melainkan harus melalui pencalonan oleh parpol.

Maka yang memiliki hak konstitusional dalam pencalonan Capres adalah Parpol bukan setiap warga negara.

“Capres adalah kader Parpol bukan perorangan. Karenanya, relasinya harus kuat dengan parpol pengusung sejak pintu pencalonan sebagai seorang capres dalam ajang pilpres hingga menjabat sebagai presiden," katanya.

"Bahkan visi-misi dan program yang akan diusung capres dalam kampanye pilpres dan hendak dilaksanakan saat terpilih sebagai presiden adalah cerminan visi-misi dan program berdasarkan ideologi parpol pengusungnya saat pencalonan,” tandasnya.  

Konten Terkait

PEMERINTAHAN Pakar Hukum Sindir Partai Nasdem, Relasi Parpol Pengusung dan Presiden Harus Kuat Sesuai Konstitusi

Sejumlah pakar hukum menilai tindakan politik Partai Nasdem yang mendukung Anies Baswedan sebagai capres, sangat melukai PDIP.

Jumat 13-Jan-2023 05:06 WIB

Pakar Hukum Sindir Partai Nasdem, Relasi Parpol Pengusung dan Presiden Harus Kuat Sesuai Konstitusi
PEMERINTAHAN Politikus Senior Siswono Yudo Husodo Mundur sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Nasdem

Siswono Yudo Husodo mmengundurkan diri sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Nasdem. Begini profil mantan menteri di masa Presiden Soeharto ini.

Rabu 28-Dec-2022 07:55 WIB

Politikus Senior Siswono Yudo Husodo Mundur sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Nasdem
PEMERINTAHAN Siapa Desak Jokowi Keluarkan NasDem dari Koalisi?

brominemedia.com-- Surya Paloh menyebut ada pihak yang meminta kepada Presiden Jokowi untuk mengeluarkan NasDem dari koalisi. Siapa pihak yang dimaksud Surya Paloh tersebut?

Rabu 19-Oct-2022 08:48 WIB

Siapa Desak Jokowi Keluarkan NasDem dari Koalisi?

Tulis Komentar