Jumat 17-Feb-2023 11:37 WIB
224

Foto : harianjogja
brominemedia.com
-Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia (Damai) mendorong
pemerintah dan platform digital, termasuk media sosial menerapkan moderasi
konten digital dengan memperhatikan konteks lokal dan menghormati standar
internasional tentang hak asasi manusia serta kebebasan berekspresi. Upaya ini
penting dilakukan untuk melawan disinformasi dan ujaran kebencian yang beredar
di ranah digital, terutama menghadapi Pemilu 2024.
Koalisi akan menyiapkan rekomendasi konkret menghadapi Pemilihan
Umum 2024 ke depan untuk mendorong praktik moderasi konten yang merujuk pada
hak asasi manusia. “Di berbagai negara, disinformasi dan misinformasi telah
terbukti melahirkan polarisasi politik, mengancam perdamaian, dan bahkan dapat
berujung pada kekerasan fisik yang nyata. Untuk itu, memastikan ruang publik
berisi informasi yang benar melalui praktik penyaringan atau moderasi konten
adalah satu keharusan dengan tetap menghormati standar HAM dan kebebasan
berekspresi serta memperhatikan konteks lokal,” kata Wijayanto selaku Ketua
Presidium Koalisi Damai saat diskusi Countering Hate Speech and Disinformation
Online in the Context of the 2024 Elections: Challenges and Opportunities,
Kamis (16/2/2023) di Jakarta, seperti dalam rilis yang diterima Harianjogja.com,
Jumat (17/2/2023).
Diskusi ini diselenggarakan Southeast Asia Freedom of
Expression Network (SAFEnet) dengan dukungan program UNESCO-EU Project
#SocialMedia4Peace dan diikuti 150 peserta daring dan luring. Peserta diskusi
merupakan wakil lembaga pemerintah,
platform media sosial, masyarakat sipil dan media.
Selain Wijayanto, narasumber yang hadir dalam diskusi ini
yaitu Semuel Abrijani Pangerapan (Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika,
Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi), Danny Ardianto (Head of
Government Affairs and Public Policy YouTube Indonesia), dan Ana Lomtadze (Head
of Communication and Information Unit, UNESCO Jakarta) Semuel menyampaikan
partisipasi masyarakat sipil dalam diskusi moderasi konten perlu terus
ditingkatkan, mengingat saat ini moderasi konten masih menjadi tantangan bagi
pemerintah dalam menyelaraskan standar komunitas platform digital dan regulasi
lokal.
“Saya setuju,
algoritma moderasi konten harus memperhatikan konteks lokal,” katanya.
Sedangkan Danny Ardianto menambahkan sebagai salah satu
platform digital, Youtube telah berupaya membatasi sebaran konten berbahaya
karena menyadari sebaran masif disinformasi dan ujaran kebencian. Meski
demikian, ia menyampaikan mengalami tantangan memahami konteks lokal dalam
praktik moderasi konten.
“Lima persen moderasi
konten melibatkan human moderator, sedangkan 95 persen dilakukan oleh automatic
flagging system karena begitu banyaknya konten yang diproduksi kreator setiap
hari. Pada beberapa konten tidak bisa hanya bersandar pada mesin tapi perlu kombinasi
dengan manusia.”
Manfaatin gadgetmu untuk dapetin penghasilan tambahan. Cuma modal sosial media sudah bisa cuan!
Gabung bisnis online tanpa modal di http://bit.ly/3HmpDWm

Ana Lomtadze, mendorong praktik moderasi konten dapat dilakukan secara setara dan transparan antara regulator dan masyarakat sipil. “Kami berharap platform digital setuju membuka ruang komunikasi langsung dengan koalisi masyarakat sipil agar dapat memberikan masukan praktik moderasi konten yang sesuai standar internasional,” katanya.
Dukung Peluncuran Damai
Sebelum diskusi berlangsung, 12 organisasi masyarakat sipil meluncurkan Koalisi Damai, yaitu Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Jaringan Gusdurian, ICT Watch, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gajah Mada, ECPAT Indonesia, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Yayasan Tifa, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Pembentukan koalisi ini diharapkan dapat bekerja dengan pemerintah dan platform digital termasuk media sosial untuk memastikan agar praktik moderasi konten memperhatikan konteks lokal. Koalisi ini juga akan berkontribusi dalam mendorong menciptakan ruang diskusi untuk merumuskan kebijakan moderasi konten yang inovatif dan memperhatikan standar HAM.
Pembukaan peluncuran koalisi dihadiri Valerie Julliand, United Nations Resident Coordinator (UN RC) untuk Indonesia dan Vincent Piket, Duta Besar European Union untuk Indonesia dan Brunei Darussalam. Mereka menyampaikan pentingnya koalisi multipihak yang menggunakan pendekatan hak asasi manusia untuk melawan disinformasi dan ujaran kebencian.
“Tanpa kebebasan berekspresi, demokrasi yang sesungguhnya tidak akan tercipta. Tanpa moderasi konten, pada kondisi yang dibenarkan dan terdefinisi dengan baik, disinformasi dapat menjadi pemicu kebencian dan mendorong kekerasan,” ujar Valerie Julliard, di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta (16/2/2023).
Vincent Piket pada kesempatan yang sama menyampaikan, “Upaya melawan mis-disinformasi tidak dapat dilakukan sendiri. Kita harus bekerja sama untuk mengidentifikasi dan mengatasi disinformasi, serta mengkampanyekan masyarakat digital yang bertanggung jawab. Koalisi nasional yang diluncurkan ini sangat penting mempromosikan penggunaan media sosial yang bertanggung jawab, menjaga kebebasan berekspresi dan mencegah bahaya mis-disinformasi.”
Ide pembentukan koalisi nasional ini berdasarkan riset yang dilakukan UNESCO bekerja sama dengan Article 19 dan Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gajah Mada, merekomendasikan pentingnya menjaga keseimbangan antara masyarakat sipil
dan platform, transparansi praktik konten moderasi, pemahaman mendalam konteks lokal, dan mekanisme regulasi yang memadai serta merujuk pada standar internasional terkait kebebasan berekspresi. Koalisi nasional ini akan memberikan perhatikan pada masalah ini.
“Article 19 menyambut baik upaya masyarakat sipil di Indonesia untuk memastikan kerangka hak asasi manusia dan supremasi hukum ditegakkan di ranah digital. Kami berkomitmen untuk terus membantu stakeholder lokal melakukan advokasi untuk meningkatkan transparansi kebijakan platform, pengawasan penggunaan algoritma pada sistem moderasi konten dan memperkuat pengguna agar mampu mempertanyakan hasil moderasi konten yang dilakukan platform.” Kata Michael Coster, Asia Digital Programme Manager, Article 19.
Selain di Indonesia, UNESCO saat ini juga menjalankan Program Media Sosial untuk Perdamaian (#SocialMedia4Peace) di Bosnia Herzegovina, Kenya dan Kolombia yang juga akan meluncurkan koalisi serupa. Program ini berlangsung sejak 2021, sebagai bagian dari strategi melawan disinformasi dan menciptakan perdamaian, mendorong transparansi dan ekosistem internet serta mempromosikan akses pada informasi yang akurat sebagai bagian dari barang publik (public goods). Anggota Koalisi dari Indonesia akan berpartisipasi pada UNESCO Global Conference “Internet for Trust” yang berlangsung di Paris 21-23 Februari 2023, yang akan merumuskan panduan regulasi bagi platform. Koalisi ini juga akan mempresentasikan tujuan dan bertukar pengalaman dengan dari organisasi masyarakat sipil dari Kolombia, Bosnia dan Herzegovina serta Kenya.
Konten Terkait
Menurut Nasaruddin Umar, tugas Kemenag bukanlah menyatukan umat, tetapi memberikan pembelajaran tentang hidup berdampingan di tengah perbedaan.
Rabu 11-Dec-2024 20:46 WIB
Indonesia Services Dialogue (ISD) Council mengatakan moderasi konten yang berlebihan berisiko membatasi kreativitas dan kebebasan berekspresi
Kamis 23-May-2024 20:48 WIB
Peningkatan status di Papua ini dilakukan setelah terjadinya serangan dari TPNPB-OPM yang menewaskan seorang prajurit TNI.
Rabu 19-Apr-2023 00:11 WIB
Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia (Damai) mendorong pemerintah dan platform digital
Jumat 17-Feb-2023 11:37 WIB