Jumat 06-Jan-2023 10:25 WIB
276

Foto : tempo
brominemedia.com
- Presiden Joko Widodo atau Jokowi digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara atau
PTUN Jakarta atas keputusannya mengangkat Guntur Hamzah sebagai hakim Mahkamah
Konstitusi menggantikan Aswanto. Pergantian hakim MK tersebut sempat
menimbulkan polemik.
Berdasarkan penelusuran Tempo pada laman Sistem Informasi
Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, pada Jumat, 6 Januari 2022, pihak
penggugat tercatat atas nama Priyanto Hadisaputro. Gugatan itu didaftarkan pada
3 Januari lalu dan terdaftar dengan nomor 2/G/2023/PTUN.JKT.
Dalam gugatannya, Priyanto meminta PTUN untuk membatalkan
urat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 114/P Tahun 2022 tanggal 3
November 2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Hakim Konstitusi yang
Diajukan oleh DPR. Keppres itu menyangkut pengangkatan Prof. Dr. M. Guntur
Hamzah, S.H., M.H., sebagai Hakim Konstitusi.
Selain itu, Priyanto juga meminta agar PTUN memerintahkan
Presiden Jokowi untuk mencabut Keppres tersebut.
"Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya,"
demikian bunyi petitum pertama gugatan tersebut.
Masalah pencopotan Aswanto

Aswanto adalah hakim konstitusi yang menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat lewat Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Dua tahun berselang, tepatnya pada 29 Oktober 2022, rapat Paripurna DPR menyetujui pencopotan Aswanto dan menggantinya dengan Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah. Padahal, masa jabatan Aswanto baru berakhir 2029.
DPR beralasan pencopotan Aswanto sebagai Hakim MK yang dipilih oleh DPR kerap menganulir undang-undang yang dibuat lembaga legislatif tersebut.
"Tentu mengecewakan dong. Ya gimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia, dia wakilnya dari DPR," kata Ketua Komisi Hukum DPR dari Fraksi PDIP, Bambang Wuryanto, saat itu.
Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti mengatakan pergantian Aswanto seharusnya tidak boleh. Apalagi pemberhentian itu karena masalah putusan. Bivitri menilai putusan yang diambil DPR untuk memberhentikan hakim di tengah masa jabatannya tidak ada dalam UU MK. Dia menilai hal itu dapat membahayakan independensi MK.
"Independensi peradilan itu prinsip penting secara global, hakim tidak boleh 'dievaluasi' di tengah masa jabatannya secara politik oleh lembaga politik berdasarkan putusannya", kata Bivitri Susanti saat dihubungi oleh Tempo, Jumat, 30 September 2022.
Konten Terkait
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ferdinand Hutahean, angkat bicara terkait penetapan...
Kamis 24-Apr-2025 20:43 WIB
Pertemuan antara mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi dengan peserta didik Sekolah...
Senin 21-Apr-2025 20:37 WIB
Pertemuan antara mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi dengan peserta didik Sekolah...
Senin 21-Apr-2025 20:37 WIB
Pengamat politik dan jurnalis independen, Made Supriatma, turut merespons terkait polemik ijazah...
Rabu 16-Apr-2025 20:31 WIB
Eks Sekretaris BUMN, Said Didu angkat bicara soal ijazah mantan Presiden Jokowi Widodo....
Minggu 13-Apr-2025 20:43 WIB