Foto : tempo
brominemedia.com-- Presiden Joko Widodo resmi melantik Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi menggantikan Awanto di Istana Negara, Jakarta, Rabu kemarin, 23 November 2022. Lantas, siapakah Guntur Hamzah?
Dikutip dari Antara, sebelum diangkat menjadi hakim
konstitusi, pria kelahiran 8 Januari 1965 di Makassar, Sulawesi Selatan,
tersebut menduduki jabatan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi.
Guntur diketahui pernah mengenyam pendidikan sarjana di
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar. Kemudian ia
melanjutkan Magister Hukum Tata Negara di Universitas Padjadjaran (Unpad),
Bandung.
Guntur memperoleh gelar doktor Ilmu Hukum dari Universitas
Airlangga, Surabaya, dengan predikat cumlaude pada 2002. Lantas, pada 2006, ia
dilantik menjadi Guru Besar bidang Hukum Administrasi dan Tata Negara di
Fakultas Hukum Unhas.
Dihimpun dari sejumlah sumber, Guntur pernah menduduki
jabatan akademik Guru Besar di bidang Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata
Negara pada Fakultas Hukum Unhas sejak Februari 2006.
Terlepas dari karier dan jabatan akademisnya, Guntur Hamzah
juga tercatat pernah menjabat sebagai Tenaga Ahli di Direktorat Direktorat Bina
Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri pada 2011 - 2012.
Ia diketahui juga sempat menduduki posisi sebagai Kepala
Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi serta Kepala Pusat Penelitian,
Pengkajian Perkara, dan Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi di
Mahkamah Konstitusi.
Nama Guntur Hamzah semakin dikenal publik ketika memegang
jabatan sebagai Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi pada 2015.
Kontroversi Pengangkatan Guntur Hamzah
Sebelumnya, posisi hakim konstitusi diduduki oleh Aswanto.
Namun, dikutip dari Antara, Aswanto diberhentikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
alias DPR karena dinilai memiliki kinerja yang mengecewakan.
"Tentu kami kecewa karena setiap produk DPR selalu
dianulir sama dia (Aswanto). Padahal dia wakilnya dari DPR … Itu nanti bikin
susah," kata Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto selaku.
Namun, pemberhentian Hakim MK oleh DPR tersebut dinilai oleh
berbagai pihak sebagai langkah pengancaman terhadap independensi Mahkamah
Konstitusi. Salah satu kritik dilontarkan oleh Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri
Susanti.
"Independensi peradilan itu prinsip penting secara
global. Hakim tidak boleh 'dievaluasi' di tengah masa jabatannya secara politik
oleh lembaga politik berdasarkan putusannya," kata Bivitri kepada Tempo.
Konten Terkait
Salah satu gugatannya, yakni meminta DPR tidak rapat di luar Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta.
Jumat 25-Apr-2025 20:35 WIB
Politisi PKB, Luqman Hakim memberikan kritik tajam kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani...
Kamis 24-Apr-2025 20:42 WIB
Lucky Hakim secara terbuka menyampaikan, tidak mengantongi surat izin Kementerian Dalam Negeri saat pelesiran ke luar negeri.
Selasa 08-Apr-2025 20:06 WIB
RUU KUHAP merevisi UU No. 8 Tahun 1981, mengakomodasi perkembangan hukum, dan bertujuan menciptakan peradilan pidana yang lebih adil dan efektif, meskipun prosesnya sempat menuai kontroversi.
Senin 17-Mar-2025 20:45 WIB
Presiden RI Prabowo Subianto mengumumkan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) untuk Aparatur Sipil Negara (ASN), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), TNI-Polri, hakim, dan pensiunan akan diberikan paling lambat pada tanggal 17 Maret 2025 mendatang.
Selasa 11-Mar-2025 21:27 WIB