PEMERINTAHAN

Pembiayaan Produktif Fintech Lending Menyusut, AFPI: Dampak Ketidakpastian Ekonomi

Jumat 17-Oct-2025 20:17 WIB 34

Foto : kontan_co_id

Brominemedia.com - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengungkap penyebab menurunnya porsi penyaluran pembiayaan fintech peer to peer (P2P) lending ke sektor produktif.

Ketua Umum AFPI Entjik Djafar menjelaskan, perlambatan ini tidak lepas dari meningkatnya ketidakpastian ekonomi, baik di dalam negeri maupun global.

Kondisi tersebut membuat perusahaan fintech lebih berhati-hati menyalurkan pendanaan ke sektor produktif, terutama kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

“Melambatnya ekonomi, baik secara domestik maupun global, sangat mempengaruhi pertumbuhan penyaluran pembiayaan (disbursement). Akibatnya, angka kredit macet di sektor produktif pun ikut terdorong naik,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (17/10/2025).

Menurut Entjik, AFPI terus mengimbau para anggotanya agar menjaga prinsip kehati-hatian dalam ekspansi pembiayaan.

“Kami terus mengingatkan anggota agar tidak terlalu ekspansif. Bahkan disarankan untuk tetap konservatif dalam menyalurkan pembiayaan. Intinya, faktor prudent dan comply wajib diperhatikan,” tegasnya.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), porsi pembiayaan fintech lending ke sektor produktif atau UMKM per Agustus 2025 mencapai Rp 29,64 triliun, setara 33,83% dari total outstanding pembiayaan industri.

Angka tersebut menurun dibandingkan Mei 2025, ketika porsinya masih 34,91%.

Jika dibandingkan dengan target dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) 2023–2028, porsi ini masih di bawah ekspektasi.

Dalam roadmap tersebut, porsi pembiayaan produktif ditargetkan mencapai 40%-50% pada periode 2025–2026.

Meski demikian, OJK tetap optimistis porsi pembiayaan produktif fintech lending akan meningkat.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman menilai, peluang pertumbuhan terbuka lebar seiring terbitnya POJK Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan kepada UMKM.

“POJK ini diharapkan dapat memperluas dan mempermudah akses pembiayaan bagi pelaku UMKM, termasuk melalui peran aktif penyelenggara fintech lending, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, tata kelola yang baik, serta manajemen risiko yang memadai,” ujarnya dalam lembar jawaban tertulis RDK OJK, Senin (13/10).

Secara agregat, outstanding pembiayaan fintech P2P lending mencapai Rp 87,61 triliun per Agustus 2025, tumbuh 21,62% secara tahunan (YoY).

Sementara itu, tingkat wanprestasi atau TWP90 tercatat sebesar 2,60% pada periode yang sama.
Brominemedia.com - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengungkap penyebab menurunnya porsi penyaluran pembiayaan fintech peer to peer (P2P) lending ke sektor produktif. Ketua Umum AFPI Entjik Djafar menjelaskan, perlambatan ini tidak lepas dari meningkatnya ketidakpastian ekonomi, baik di dalam negeri maupun global. Kondisi tersebut membuat perusahaan fintech lebih berhati-hati menyalurkan pendanaan ke sektor produktif, terutama kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). “Melambatnya ekonomi, baik secara domestik maupun global, sangat mempengaruhi pertumbuhan penyaluran pembiayaan (disbursement). Akibatnya, angka kredit macet di sektor produktif pun ikut terdorong naik,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (17/10/2025). Menurut Entjik, AFPI terus mengimbau para anggotanya agar menjaga prinsip kehati-hatian dalam ekspansi pembiayaan. “Kami terus mengingatkan anggota agar tidak terlalu ekspansif. Bahkan disarankan untuk tetap konservatif dalam menyalurkan pembiayaan. Intinya, faktor prudent dan comply wajib diperhatikan,” tegasnya. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), porsi pembiayaan fintech lending ke sektor produktif atau UMKM per Agustus 2025 mencapai Rp 29,64 triliun, setara 33,83% dari total outstanding pembiayaan industri. Angka tersebut menurun dibandingkan Mei 2025, ketika porsinya masih 34,91%. Jika dibandingkan dengan target dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) 2023–2028, porsi ini masih di bawah ekspektasi. Dalam roadmap tersebut, porsi pembiayaan produktif ditargetkan mencapai 40%-50% pada periode 2025–2026. Meski demikian, OJK tetap optimistis porsi pembiayaan produktif fintech lending akan meningkat. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman menilai, peluang pertumbuhan terbuka lebar seiring terbitnya POJK Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan kepada UMKM. “POJK ini diharapkan dapat memperluas dan mempermudah akses pembiayaan bagi pelaku UMKM, termasuk melalui peran aktif penyelenggara fintech lending, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, tata kelola yang baik, serta manajemen risiko yang memadai,” ujarnya dalam lembar jawaban tertulis RDK OJK, Senin (13/10). Secara agregat, outstanding pembiayaan fintech P2P lending mencapai Rp 87,61 triliun per Agustus 2025, tumbuh 21,62% secara tahunan (YoY). Sementara itu, tingkat wanprestasi atau TWP90 tercatat sebesar 2,60% pada periode yang sama.
Brominemedia.com - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengungkap penyebab menurunnya porsi penyaluran pembiayaan fintech peer to peer (P2P) lending ke sektor produktif.

Ketua Umum AFPI Entjik Djafar menjelaskan, perlambatan ini tidak lepas dari meningkatnya ketidakpastian ekonomi, baik di dalam negeri maupun global.

Kondisi tersebut membuat perusahaan fintech lebih berhati-hati menyalurkan pendanaan ke sektor produktif, terutama kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

“Melambatnya ekonomi, baik secara domestik maupun global, sangat mempengaruhi pertumbuhan penyaluran pembiayaan (disbursement). Akibatnya, angka kredit macet di sektor produktif pun ikut terdorong naik,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (17/10/2025).

Menurut Entjik, AFPI terus mengimbau para anggotanya agar menjaga prinsip kehati-hatian dalam ekspansi pembiayaan.

“Kami terus mengingatkan anggota agar tidak terlalu ekspansif. Bahkan disarankan untuk tetap konservatif dalam menyalurkan pembiayaan. Intinya, faktor prudent dan comply wajib diperhatikan,” tegasnya.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), porsi pembiayaan fintech lending ke sektor produktif atau UMKM per Agustus 2025 mencapai Rp 29,64 triliun, setara 33,83% dari total outstanding pembiayaan industri.

Angka tersebut menurun dibandingkan Mei 2025, ketika porsinya masih 34,91%.

Jika dibandingkan dengan target dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) 2023–2028, porsi ini masih di bawah ekspektasi.

Dalam roadmap tersebut, porsi pembiayaan produktif ditargetkan mencapai 40%-50% pada periode 2025–2026.

Meski demikian, OJK tetap optimistis porsi pembiayaan produktif fintech lending akan meningkat.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman menilai, peluang pertumbuhan terbuka lebar seiring terbitnya POJK Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan kepada UMKM.

“POJK ini diharapkan dapat memperluas dan mempermudah akses pembiayaan bagi pelaku UMKM, termasuk melalui peran aktif penyelenggara fintech lending, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, tata kelola yang baik, serta manajemen risiko yang memadai,” ujarnya dalam lembar jawaban tertulis RDK OJK, Senin (13/10).

Secara agregat, outstanding pembiayaan fintech P2P lending mencapai Rp 87,61 triliun per Agustus 2025, tumbuh 21,62% secara tahunan (YoY).

Sementara itu, tingkat wanprestasi atau TWP90 tercatat sebesar 2,60% pada periode yang sama.



Konten Terkait

PEMERINTAHAN Terobosan Purbaya dan Tata Kelola Keuangan Negara

MENGEJUTKAN dan membikin banyak elemen kebakaran jenggot, bahkan tegang. Itulah terobosan Purbaya dalam menata-kelola keuangan negara. Bagaimana tidak? Terobosannya sangat di luar dugaan. Bisa dikatakan out of the box. Setidaknya, keluar dari sisi irama kebiasaan tata-kelola keuangan negara selama beberapa dasawarsa lalu.Satu sisi, masyarakat luas wajar harus terkejut. Karena, hilir dari terobosan kebijakannya mengarah pada manfaat besar untuk kepentingan rakyat. Sang engineer teknik elektro sek.

Kamis 30-Oct-2025 20:24 WIB

PEMERINTAHAN Scam Digital Mengintai OJK Dan IASC Gerak Cepat Tindak Penipuan amp Selamatkan Dana Nasabah

Nasib apes seolah tak mengenal waktu, tempat, maupun siapa korbannya. Pada Jumat sore (11/4/2025), Muhammad Ridwan (42) seperti tersambar petir saat tiba-tiba menerima notifikasi di ponselnya tentang transaksi keluar sebesar Rp 3,5 juta dari rekening bank miliknya.“Ada notifikasi uang keluar sebanyak itu, tangan saya langsung gemetar. Saat itu saya sedang di kantor, mau siap-siap pulang,” kenangnya saat bercerita kepada Rakyat Merdeka/RM.id.Meski panik, Ridwan berusaha ...

Kamis 30-Oct-2025 20:24 WIB

PEMERINTAHAN Pedagang Thrifting di Pasar Raya Padang Cemas, Larangan Impor Balpres Bikin Dagangan Terancam

Budiman menilai kebijakan larangan impor justru akan memperberat ekonomi pedagang kecil di tengah kondisi pasar yang kini sepi.

Selasa 28-Oct-2025 20:15 WIB

PEMERINTAHAN BRICS Lanjutkan Dedolarisasi, China Buang Dolar AS Rp860 Triliun

Bank-bank di China membantu nasabah mereka melepas mata uang asing senilai USD51,8 miliar atau setara Rp860 triliun jumlah tertinggi sejak 2020.

Minggu 26-Oct-2025 20:23 WIB

PEMERINTAHAN DPR Sindir Kepala Daerah Ribut soal TKD, Padahal Dana Mengendap Triliunan di Bank

Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyoroti para kepala daerah yang memprotes pemotongan TKD padahal masih ada dana pemerintah daerah senilai Rp234 triliun yang mengendap di bank

Kamis 23-Oct-2025 20:09 WIB

Tulis Komentar