Kamis 15-Dec-2022 14:02 WIB
350

Foto : tempo
brominemedia.com-- Mata Muhammad Anwar, 45 tahun, berkaca-kaca pada Rabu, 29
Juni 2022. Hari itu ia menceritakan sulitnya mencari uang akibat aktivitas
tambang nikel. Dia sekeluarga tinggal di Desa Pasi-pasi, Kecamatan Malili, Luwu
Timur, Sulawesi Selatan.
Anwar adalah seorang nelayan sekaligus petani. Setahun
terakhir, masyarakat harus berjuang mencari ikan. Jika hanya mengandalkan hasil
pertanian, itu tidak mencukupi untuk kehidupan sehari-harinya. “Pendapatan
berkurang, tidak seperti awalnya,” katanya saat ditemui di rumahnya, Rabu, 29
Juni 2022.
Sebelum tambang milik PT Citra Lampia Mandiri (CLM) itu
beroperasi, hasil melaut mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga
Anwar. Sekali melaut, dia bisa mendapat keuntungan Rp100 ribu. “Itu satu kali
jalan. Tapi, sekarang ini turun drastis hanya Rp50 ribu,” ungkap Anwar.

Akibat limbah tambang, ketinggian air di sepanjang pesisir
dermaga Pasi-pasi menjadi dangkal. Saat hujan turun, air menjadi keruh.
Padahal, lokasi tersebut menjadi spot favorit bagi nelayan untuk menangkap
ikan. Dampak pertambangan ini memaksa nelayan harus keluar sejauh dua
kilometer.
Umumnya, nelayan di desa ini menangkap ikan menggunakan
jolloro atau perahu kecil. Pola tangkapnya pun masih tradisional, yakni
memancing dan menggunakan jaring.
Anwar merupakan nelayan jaring. Ia merajut jaringnya sendiri
di teras rumah yang semi permanen. Selain itu, dia juga menerima pesanan
pembuatan jaring dari desa tetangga.
“Dari pada kami melaut tidak ada hasil. Jadi, saya bekerja
seperti ini,” ucap Anwar yang tak menyebutkan nominal setiap pesanan jaring.
“Upahnya tak seberapa, setidaknya membantu memenuhi kebutuhan keluarga.“
Kondisi serupa juga dirasakan nelayan lain, Muhammad Said.
Pria 48 tahun itu mengatakan di tengah gempuran tambang, dia berupaya bertahan
hidup dengan terus mencari ikan. Bahkan, ia harus menyeberang ke perairan
Sulawesi Tenggara.
Karena wilayah tangkap jauh, nelayan terpaksa menambah biaya
pembelian bahan bakar bensin. Sekali melaut, Said menghabiskan bensin mencapai
enam liter. Per liternya dibeli seharga Rp10 ribu. “Dulunya 2-3 liter sudah
cukup. Sekarang 5-6 liter pun kadang tidak cukup sehari,” ucapnya.
Bila hasil tangkapan tak sesusai, dia malah rugi. Padahal,
sebelumnya wilayah tangkapan di sekitar pesisir Pasi-pasi masih bagus. Nelayan
bisa mendapat penghasilan yang menjanjikan. Hasil tangkapan di wilayahnya pun
cukup melimpah. Mulai dari ikan, kepiting, hingga cumi-cumi. “Sekarang sudah
tidak bisa lagi,” ucap Said.
Di darat, warga juga terus berupaya bertahan di tengah
ekspansi lahan tambang nikel milik PT Vale Indonesia. Salah satunya, Lukman,
warga Desa Balangbano, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur. Pria 48 tahun ini tetap
gigih bercocok tanam.
Menurut Lukman, perusahaan tambang nikel raksasa ini
mengklaim, bahwa sebagian lahan Lukman masuk wilayah konsesi. Namun, Lukman
mengaku tidak pernah diperlihatkan isi kontrak karya tersebut. Justru,
informasi ia dapatkan dari pemerintah desanya pada 2020. Hingga tulisan ini diturunkan,
upaya konfirmasi yang dilakukan kepada PT Vale tak kunjung berbalas.
Di lahan seluas kurang lebih satu hektare, Lukman bercocok
tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. “Saya bertani kebun merica
dan sayur. Tapi, selama ini saya konsentrasi tanam sayur,” tutur masyarakat
adat Padoe ini saat ditemui di rumahnya.
Meski tak seberapa, keuntungan dari hasil menanam itu dia
gunakan untuk modal usaha. Di rumahnya, Lukman membuka usaha kelontong. Bila
hasil kebun terkumpul, dia menjualnya ke tengkulak. “Dijual, walaupun berapa
ikat (sayur-sayuran) dari lahan sendiri,” ungkap Lukman.
Di tengah kecemasan, Lukman tak putus harapan. Dia
berkomitmen terus berkebun, meskipun suatu waktu lahan penghidupannya digarap
perusahaan. “Daripada jadi penonton. Bukan kami tidak berani (melawan) dalam
artian apa. Kami kan tahu aturan. Kami ikut undang-undang. Pada dasarnya kami
seperti itu,” tutur dia dengan suara serak.
Khawatir tanah diambil perusahaan
Ameria Sinta, masyarakat adat Padoe, Wasuponda menuturkan,
selama ini hutan dikelola mandiri oleh masyarakat. Namun, jika sudah ada
aktivitas maka warga harus keluar dari lahan itu.
Masyarakat adat Padoe memilih mengalah demi menghindari
konflik, meskipun mereka terbebani. “Kalau ketemu orang Vale, petani merasa
tertekan. Tapi, kami mau bagaimana lagi? Kami mau cari lahan lain, susah juga,”
tutur perempuan 42 tahun ini. Akhirnya mereka tetap bertahan di wilayah
konsensi perusahaan.
Sebagian masyarakat juga bekerja sebagai sub kontraktor di
bawah struktur PT Vale dan ada memilih merantau keluar daerah. “Jadi, dalam
keadaan tertekan pun tetap berbesar hati untuk mencari kehidupan,” tambahnya.
Terpisah, Supervisor Eksternal Department PT. Citra Lampia
Mandiri (CLM), Fauzi Lukman, membantah bahwa ada masyarakat yang mengeluh
terkait aktivitas tambang di Luwu Timur. Sebab, menurut dia, ada pendamping
desa dan pemerintah yang intens melakukan pegawasan.
“Belum pernah kami dengarkan. Selama ini kami rutin
melakukan pengawasan,” tutur Fauzi. “Terima kasih atas informasi yang diberikan
akan kami tindak lanjuti,” dia menambahkan.
Konten Terkait
Stablecoins menawarkan kebebasan finansial dan efisiensi kepada perdagangan pertanian global.
Senin 21-Apr-2025 01:01 WIB
Tradisi miwiti panen kembali digelar oleh petani di Desa Ngrendeng, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung. Upacara adat ini menjadi penanda dimulainya masa panen padi, sebuah ritual sakral yang tetap lestari di tengah modernisasi pertanian.
Jumat 11-Apr-2025 21:42 WIB
Ada banyak cara agar mereka bisa berkuliah di perguruan tinggi favorit. Salah satunya dengan menjadi siswa berprestasi dan masuk ke universitas favorit dengan jalur prestasi.
Senin 07-Apr-2025 20:33 WIB
Saat ini petani mulai memasuki masa panen. Diperkirakan puncak musim panen akan terjadi bulan April 2025. Namun gabah petani di sejumlah daerah tak terserap Bulog dengan berbagai alasan.
Selasa 25-Mar-2025 21:00 WIB
Pegiat Media Sosial Tommy Shelby angkat suara terkait dugaan korupsi di PT...
Jumat 07-Mar-2025 20:26 WIB