Selasa 06-Dec-2022 04:50 WIB
198

Foto : tempo
brominemedia.com –
Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah berencana mengesahkan Rancangan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP dalam rapat paripurna dewan pada Selasa,
6 Desember 2022.
Namun sejak kemarin, aksi penolakan terhadap rencana
pengesahan RKUHP digelar di berbagai daerah di Indonesia. Aksi juga digelar di
depan Gedung DPR pada Senin, 5 Desember 2022.
Masyarakat sipil menilai pembahasan RKUHP masih belum
mengakomodasi berbagai kritik dan masukan yang diberikan kepada pemerintah dan
DPR.
Berdasarkan pemantauan sementara Aliansi Nasional Reformasi
KUHP, pasal-pasal yang terkandung dalam draf akhir RKUHP masih memuat
pasal-pasal anti demokrasi, melanggengkan korupsi di Indonesia, membungkam
kebebasan pers, menghambat kebebasan akademik, mengatur ruang privat seluruh
masyarakat, diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok marginal, mengancam
keberadaan masyarakat adat, dan memiskinkan rakyat.
Berikut beberapa hal yang dikritisi di RKUHP:
1.
Pasal terkait living law atau hukum yang hidup
di masyarakat
Aturan ini merampas kedaulatan masyarakat
adat yang berpotensi menjadikan hukum adat disalahgunakan untuk kepentingan
pihak tertentu. Jadi, pelaksanaan hukum adat yang sakral bukan lagi pada
kewenangan masyarakat adat sendiri melainkan berpindah ke negara: polisi,
jaksa, dan hakim.
Hal ini menjadikan masyarakat adat
kehilangan hak dalam menentukan nasibnya sendiri.
Selain mengancam masyarakat adat, aturan ini
juga mengancam perempuan dan kelompok rentan lainnya. Sebagaimana diketahui,
saat ini di Indonesia masih ada ratusan Peraturan Daerah (Perda) diskriminatif
terhadap perempuan dan kelompok rentan lainnya.
2.
Pasal terkait pidana mati
Keberadaan pasal terkait pidana mati di RKUHP
juga mendapat sorotan Internasional.
Dalam Universal Periodic Review (UPR)
setidaknya terdapat 69 rekomendasi dari 44 negara baik secara langsung maupun
tidak langsung menentang rencana pemerintah Indonesia untuk mengesahkan RKUHP,
salah satunya rekomendasi soal moratorium atau penghapusan hukuman mati.
Banyak negara di dunia yang telah menghapus
pidana mati karena merampas hak hidup manusia sebagai karunia yang tidak bisa
dikurangi atau dicabut oleh siapapun, bahkan oleh negara.
Selain itu, banyak kasus telah terjadi dalam
pidana mati yakni kesalahan penjatuhan hukuman yang baru diketahui ketika
korban telah dieksekusi.
3.
Larangan penyebaran komunisme/marxisme-leninisme
atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila di muka umum.
Pasal ini berpotensi mengkriminalisasi setiap
orang terutama pihak oposisi pemerintah karena tidak ada penjelasan terkait
"paham yang bertentangan dengan Pancasila", yang mana akan menjadi
pasal karet dan dapat menghidupkan konsep pidana subversif seperti yang terjadi
di era orde baru.
4.
Penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga
negara
Pasal ini juga berpotensi menjadi pasal pasal
anti demokrasi karena tidak ada penjelasan terkait kata "penghinaan".
Pasal ini berpotensi digunakan untuk membungkam kritik terhadap pemerintah dan
lembaga negara.
5.
Contempt
of court
Tidak ada penjelasan yang terang mengenai
frasa “penegak hukum” sehingga pasal tersebut berpotensi mengkriminalisasi
advokat yang melawan penguasa.
Sebagaimana diketahui, terjadi banyak kasus
di persidangan yang menunjukkan bahwa hakim berpihak kepada penguasa. Selain
itu, pasal ini juga mengekang kebebasan pers karena larangan mempublikasi
proses persidangan secara langsung.
6.
Kohabitasi atau hidup bersama sebagai suami
istri di luar perkawinan
Dan dalam pasal tersebut, tidak ada
penjelasan terkait hidup bersama sebagai suami istri". Sehingga pasal ini
berpotensi memunculkan persekusi dan melanggar ruang privat masyarakat.
7.
Penghapusan ketentuan yang tumpang tindih dalam
UU ITE
Seharusnya yang dilakukan adalah mencabut
seluruh ketentuan pidana dalam UU ITE yang duplikasi dalam RKUHP, tidak hanya
pada Pasal 27 ayat(1), 27 ayat (2), dan 28 ayat (2) UU ITE seperti (a) Pasal 27
ayat (1) , ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU ITE; (b) Pasal 28 ayat (1) dan
ayat (2) UU ITE; (c) Pasal 29 UU ITE.
Selain itu, frasa "melakukan melalui
sarana teknologi sebagai pemberat menjadikan hal ini berbahaya karena misalnya,
seseorang yang terkena ancaman pidana fitnah, bisa mendapat tambahan pidana
dengan adanya frasa ini.
8.
Pasal tentang Unjuk Rasa
Pasal ini seharusnya memuat definisi yang
lebih ketat terkait "kepentingan umum" karena frasa ini berpotensi
menjadi pasal karet yang bisa mempidana masyarakat yang melakukan unjuk rasa
untuk menagih haknya.
Dan Frasa "pemberitahuan"
seharusnya perlu diperjelas dan bukan merupakan izin, sehingga hanya perlu
pemberitahuan saja ke aparat yang berwenang dan tidak ada pembatasan tiga hari
sebagaimana janji pemerintah.
9.
Penghapusan Unsur Retroaktif pada Pelanggaran
HAM berat
Dalam naskah terakhir dari RKUHP, negara
menerapkan asas non-retroaktif, artinya kejahatan di masa lalu tidak dapat
dipidana dengan peraturan baru ini.
Dengan diaturnya pelanggaran HAM berat di
RKUHP menandakan bahwa segala pelanggaran HAM berat masa lalu dan semua
pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum disahkannya RKUHP tidak dapat
diadili.
Selain itu, masa daluarsa yang diatur di
RKUHP juga terlalu singkat, padahal pelanggaran HAM berat mustahil untuk
diselesaikan dalam waktu yang sebentar, apalagi para pelakunya merupakan orang
yang memiliki kuasa dan sumberdaya lebih untuk menghambat proses hukum.
10.
Pasal yang Mengatur Kohabitasi Berpotensi Mempidanakan
Korban Kekerasan seksual.
Adanya pasal yang mengatur kohabitasi
berpotensi mempidanakan korban kekerasan seksual.
11.
Meringankan Ancaman bagi Koruptor
Dalam draf RKUHP terakhir, ancaman terhadap
koruptor terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera terhadap koruptor yang
di mana tindak pidana korupsi adalah kejahatan yang berdampak luas bagi
masyarakat.
12.
Korporasi sebagai Entitas Sulit Dijerat
Draft RKUHP terakhir telah menambahkan
syarat pertanggungjawaban korporasi.
Namun, pertanggungjawaban korporasi masih
dibebankan kepada pengurus. Kecil kemungkinannya korporasi bertanggung jawab
sebagai entitas. Pengaturan seperti ini justru rentan mengkriminalisasi
pengurus korporasi yang tidak memiliki kekayaan sebanyak korporasi dan pengurus
dapat dikenakan atau diganti hukuman badan. Pengaturan ini juga rentan
mengendurkan perlindungan lingkungan yang mayoritas pelakunya adalah korporasi.

Konten Terkait
LBH Bandung mengungkapkan puluhan mahasiswa saat ini telah ditangkap saat unjuk rasa menolak RKUHP di Bandung pada Kamis 15 Desember 2022.
Jumat 16-Dec-2022 07:58 WIB
DPR dan pemerintah hari ini berencana mengesahkan RKUHP. Aliansi masyarkat sipil menilai masih banyak pasal yang mengekang kebebasan berekspresi.
Selasa 06-Dec-2022 04:50 WIB
Atnike mengatakan, suara-suara tersebut dilontarkan agar menjadikan RKUHP nantinya dapat menjamin hak-hak partisipasi dari publik.
Selasa 06-Dec-2022 04:30 WIB
brominemedia.com-- Pemerintah dan DPR tetap mempertahankan pasal-pasal kontroversial dalam draf RKUHP teranyar. Pasal tersebut tidak untuk memukul oposisi.
Selasa 29-Nov-2022 10:30 WIB
Bambang Wuryanto mengatakan Komisi III DPR bersama pemerintah bakal membahas draft akhir RKUHP pada 21-22 November 2022.
Selasa 15-Nov-2022 03:30 WIB