Jumat 09-Dec-2022 02:30 WIB
152

Foto : tempo
brominemedia.com-
Ombudsman Republik Indonesia menilai pemerintah belum memenuhi 12 indikator
dalam pengambilan keputusan impor beras berdasarkan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2012 tentang Pangan.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika berujar pemerintah
hanya mempertimbangkan antisipasi krisis pangan dan minimnya stok Cadangan
Beras Pemerintah (CBP) yang dikelola oleh Perum Bulog. "Hal ini berpotensi
menimbulkan maladministrasi dalam pengambilan keputusan impor beras,” ucapnya
melalui keterangan tertulis pada Kamis, 8 Desember 2022.
Pemerintah sepakat mengimpor beras sebanyak 200 ribu ton
setelah Presiden Joko Widodo menggelar dua kali rapat terbatas. Kementerian
Perdagangan telah memberikan izin kepada Bulog untuk mengimpor beras hingga 500
ribu ton.
Namun, Ombudsman menilai proses kesepakatan impor baru
memenuhi sebagian dari indikator yang diperlukan. Berdasarkan Laporan Akhir
Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI tentang Tata Kelola Cadangan Beras
Pemerintah tahun 2021, terdapat 12 indikator dalam pengambilan keputusan impor
beras maupun besaran CBP. Di antaranya, perkembangan luas lahan, perkembangan
potensi produksi padi dan beras nasional, proyeksi ketersediaan CBP, dan
ketersediaan stok CBP pada Perum Bulog.
Indikator lainnya adalah ketersediaan stok beras di rumah
tangga, penggilingan dan pedagang, perkembangan konsumsi beras per kapita,
perkembangan ekspor dan impor beras, perkembangan harga beras atau stabilisasi
harga beras, target penyerapan dan penyaluran Perum Bulog atas produksi beras
dalam negeri, kalender masa tanam dan masa panen, ancaman produksi pangan, dan
keadaan darurat dan krisis pangan.
Indikator utama yang menjadi sorotan Ombudsman adalah ketersediaan stok beras. Yeka menyayangkan perbedaan data antara Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Bulog dengan Kementerian Pertanian. Sebelumnya Bapanas menyatakan CBP yang dikelola oleh Bulog berkurang hingga 50 persen dari batas aman stok sebanyak 1,2 juta ton per tahun. Sedangkan Kementerian Pertanian menyatakan stok beras surplus.

Menurutnya, kisruh perbedaan data stok beras antar kementerian dan lembaga terkait ini sebetulnya merupakan kejadian berulang. Pasalnya hal yang sama juga terjadi pada awal tahun lalu hingga memicu kegaduhan rencana impor beras untuk keperluan CBP. "Data stok beras hanya sebagian kecil dari
banyaknya faktor yang penting diperhatikan oleh pemerintah sebelum mengambil keputusan impor beras untuk CBP,” ujar Yeka.
Ombudsman Ingatkan Peristiwa Disposal Stock
Yeka menilai pemerintah harus mengedepankan aspek tata kelola yang baik. Meski keputusan impor tidak selalu berdampak buruk, pemerintah tetap perlu mengkaji ulang urgensi impor beras CBP dan menjelaskannya kepada publik.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemerintah perlu memperhatikan penetapan waktu impor. Ombudsman mengingatkan jangan sampai beras impor itu justru tiba di Indonesia pada saat panen raya yang diprediksi akan terjadi pada awal 2023. Sehingga keputusan impor membuat perlindungan dan kesejahteraan petani menjadi terancam.
Selanjutnya, Ombudsman meminta pemerintah untuk memperhatikan kondisi disposal stock dalam penyerapan stok beras, baik dari dalam negeri maupun impor. Berkaca dari kasus pemusnahan disposal stock pada 2019 sebanyak 20 ribu ton, ia memperingatkan pemerintah untuk menghitung kebutuhan saat ini dengan presisi. Sehingga, tidak terjadi inefisiensi sumber daya dan keuangan.
Ombudsman juga menilai pemerintah belum efektif dalam membangun kebijakan seputar beras yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Ia mengatakan kinerja pengadaan beras Bulog kian melorot dan stabilisasi harga beras pun menjadi tersendat. Musababnya adalah pencabutan captive market dalam penyaluran beras Bulog dan lambannya pemerintah dalam merevisi HPP.
“Agar kejadian ini tidak berulang di akhir 2023, alangkah patutnya jika pemerintah kembali memikirkan untuk memastikan pengadaan beras program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) bersumber dari pengadaan beras Bulog,” kata Yeka. Menurut dia, langkah itu juga akan membuat penggunaan dana APBN lebih efisien.
Terakhir, Ombudsman juga mendorong Bapanas untuk mengintegrasikan penugasan dari hulu ke hilir. Sehingga, Bulog tidak selalu dijadikan kambing hitam dalam pengelolaan CBP.
Konten Terkait
Ombudsman menilai pemerintah belum memenuhi 12 indikator dalam pengambilan keputusan impor beras berdasarkan UndaUU 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Jumat 09-Dec-2022 02:30 WIB