Selasa 03-Jun-2025 20:41 WIB
Foto : tribunnews
Brominemedia.com – Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Blitar menetapkan eks Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Blitar, SY, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan IPAL, penambahan sambungan rumah, pembangunan tangki komunal, dan jasa tenaga fasilitator lapangan, Selasa (3/6/2025).
Pembangunan proyek tersebut menggunakan dana alokasi khusus (DAK) fisik tahun anggaran 2022 senilai Rp 1,6 miliar, di mana pada proyek itu, SY berperan sebagai pengguna anggaran sekaligus merangkap sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
Saat ini, SY sudah pensiun sebagai ASN di lingkungan Pemkot Blitar per 1 Juni 2025. SY mengajukan pensiun dini.
Selain SY, penyidik Kejari Kota Blitar juga menetapkan empat tersangka lain dalam kasus itu, yaitu, TK, AW, MH, dan HK, yang masing-masing merupakan ketua kelompok swadaya masyarakat (KSM) penerima proyek.
"Kami menetapkan lima tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pembangunan IPAL, penambahan sambungan rumah, pembangunan tangki komunal, dan jasa tenaga fasilitator lapangan tahun anggaran 2022 di Kota Blitar," kata Kepala Kejari Kota Blitar, Baringin.
Ada dua dari lima tersangka, yaitu, AW dan HK tidak hadir saat dipanggil dalam pemeriksaan.
Sedang tiga tersangka termasuk SY langsung dilakukan penahanan setelah ditetapkan menjadi tersangka.
Baringin mengatakan, dalam kasus itu, SY selaku pengguna anggaran merangkap PPK di DPUPR Kota Blitar diduga melakukan penyelewengan, antara lain, menunjuk langsung tenaga fasilitator lapangan tanpa melalui proses seleksi terbuka.
SY juga diduga menetapkan lokasi pembangunan pekerjaan fisik didasarkan usulan tanpa dilakukan seleksi lokasi partisipatif yang dilakukan oleh tim pemetaan sanitasi.
Selain itu, SY diduga membuat surat keputusan kepala DPUPR Kota Blitar tentang pembentukan dan penunjukkan tim pelaksana swakelola kelompok swadaya masyarakat (TPS-KSM) tanpa adanya pembentukan panitia pemilihan.
SY diduga juga tidak melakukan pengecekan kebenaran atau verifikasi atas kesesuaian penilaian hasil pekerjaan.
"Perbuatan para tersangka merugikan keuangan negara sebesar Rp 553 juta karena kekurangan volume pada fisik bangunan ditambah gaji yang telah dikeluarkan negara untuk tenaga fasilitator lapangan yang tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya," katanya.
Konten Terkait