Sabtu 18-Mar-2023 08:22 WIB
258

Foto : tempo
brominemedia.com - Guru Besar Bidang Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Luky
Adrianto mengatakan secara alamiah pengelolaan perikanan di Tanah Air
dihadapkan pada pengelolaan sebuah sistem yang kompleks, yaitu interaksi antara
sistem ekologi perairan dan sistem sosial.
"Namun dalam implementasinya, pengelolaan perikanan
masih belum mempertimbangkan keseimbangan antar keduanya," tutur Lucky
melalui keterangan tertulis, Sabtu, 18 Maret 2023.
Ia menilai kepentingan untuk kesejahteraan sosial ekonomi
masyarakat dirasakan lebih besar dibandingkan dengan misalnya kesehatan
ekosistemnya, atau sebaliknya. Artinya, kata dia, pendekatan yang dilakukan
masih parsial.
Selain itu, pengelolaan perikanan Indonesia belum
terintegrasi dalam sebuah batasan ekosistem yang menjadi habitat dari
sumberdaya ikan sebagai unit tata kelola atau ecosystem based governance.
Karena itu ia mendorong konsep social-ecological system (SES) untuk mengelola
perikanan nasional.
Lucky menjelaskan SES adalah konsep yang muncul untuk
memahami dinamika keterkaitan yang tidak terpisahkan antara sistem ekologi
dengan sistem sosial. Keterkaitan antar kedua sistem ini merupakan sebuah
keniscayaan yang tidak dapat dipisahkan (intertwined) dan bersifat tidak dapat
sempurna pulih atau irreversible.
Dengan menggunakan pendekatan SES, Lucky mengatakan
pemahaman secara utuh terhadap sistem perikanan sebagai unit SES dapat ditingkatkan.
Tujuannya untuk menjamin keberlanjutan sistem perikanan tersebut.
Adapun hasil penelitiannya terhadap pengelolaan perikanan
lamun di Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, menunjukkan bahwa ekosistem
lamun menjadi sumber pendapatan utama bagi nelayan tradisional di empat desa,
yaitu Desa Teluk Bakau, Desa Malang Rapat, Desa Berakit, dan Desa
Manfaatin gadgetmu untuk dapetin penghasilan tambahan. Cuma modal sosial media sudah bisa cuan!
Gabung bisnis online tanpa modal di http://bit.ly/3HmpDWm

Dengan menggunakan robustness framework, tuturnya, terdapat 30 komponen (nodes) dan 60 hubungan (edges). Setiap komponen pun memiliki ikatan atau relasi dengan komponen yang lainnya membentuk sebuah jejaring.
Lucky juga memperhatikan instrumen Human Appropriation of Natural Primary Productivity (HANPP) dalam penelitiannya. HANPP adalah salah satu instrumen untuk melihat dinamika kausalitas yang kompleks pada SES perikanan. Selain itu, HANPP merupakan sebuah kerangka neraca metabolisme SES yang memperhitungkan keseimbangan antara neraca ekologi dan neraca sosial (human).
Pada kasus SES Perikanan Lamun di Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, ia mengungkapkan HANPP ekosistem lamun pada musim Timur dan musim Utara adalah sebesar 74,67 persen dan 83,25 persen. Artinya, hal itu menunjukkan telah terjadi dominasi neraca sosial dalam bentuk pemanfaatan biomassa sumberdaya ikan lamun (seagrass fisheries).
Menurutnya, kerangka kausalitas yang kuat dalam unit SES juga dapat ditemukan pada kasus SES pulau-pulau kecil. Kasus SES Gili Matra, Gili Menno dan Gili Aer di Provinsi Nusa Tenggara Barat misalnya, ucap Lucky, menunjukkan hubungan yang erat antar elemen SES yang pada akhirnya akan menentukan tingkat resiliensi sistem pulau kecil tersebut.
Kasus yang sama terjadi untuk SES Pulau Tidung sebagai sebuah urban small islands. Ia berujar jasa ekosistem kultural adalah salah satu fitur utama dari dinamika keterkaitan antara elemen sistem ekologi dan sistem sosial di pulau kecil ini.
Dari analisis kausalitas antar elemen dalam dua sistem tersebut, menurut Lucky, daya dukung SES pulau kecil sebagai sebuah sistem lebih kecil dibandingkan daya dukung ekologi atau sosial, apabila dianalisis secara parsial.
Karena itu, dalam konteks dekonstruksi kebijakan, ia mengusulkan tiga kerangka kebijakan. Pertama, mewujudkan kepemimpinan global dalam praktik perikanan berkelanjutan. Kedua, mememperkuat kerangka tata kelola perikanan nasional (fisheries governance) yang inklusif, tangguh dan berkelanjutan dengan pendekatan ekosistem.
Ketiga, meningkatkan upaya kolektif untuk pencapaian target pembangunan berkelanjutan perikanan dengan pendekatan integrasi sistem sosial dalam sistem ekologi berbasis Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP).
Konten Terkait
Guru Besar IPB mengatakan secara alamiah pengelolaan perikanan di Tanah Air dihadapkan pada pengelolaan sebuah sistem yang kompleks.
Sabtu 18-Mar-2023 08:22 WIB