Jumat 09-Dec-2022 13:55 WIB
298
Foto : tempo
brominemedia.com - Jakarta - Rancangan Undang-undang
Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) mengatur pembelian Surat
Berharga Negara (SBN) di pasar perdana dalam rangka mendukung pembiayaan APBN
atau burden sharing untuk menangani stabilitas sistem keuangan yang diakibatkan
oleh kondisi krisis.
Berdasarkan
draf RUU PPSK yang diperoleh Bisnis pada Kamis 8 Desember 2022, pasal 36A
menyebutkan bahwa dalam rangka penanganan stabilitas sistem keuangan yang
disebabkan oleh kondisi krisis, Bank Indonesia (BI) berwenang untuk membeli SBN
berjangka panjang di pasar perdana untuk penanganan permasalahan sistem keuangan
yang membahayakan perekonomian nasional.
“Skema dan
mekanisme pembelian Surat Berharga Negara di pasar perdana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a ditetapkan dalam keputusan bersama Menteri Keuangan dan
Gubernur Bank Indonesia,” tulis ayat (4) Pasal 36A beleid tersebut, Kamis 8
Desember 2022.
Direktur
Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat skema
burden sharing tersebut yakni BI dapat melakukan pembelian SBN di pasar perdana
sebaiknya dicabut dari RUU PPSK.
Pasalnya,
konteks burden sharing hanya diterapkan temporer untuk mendukung APBN dalam menangani
dampak pandemi Covid-19.
Berdasarkan
UU No. 2/2020, burden sharing BI dan Pemerintah hanya berlaku hingga 2022.
Artinya skema burden sharing antara BI dan pemerintah tersebut tak lagi berlaku
pada 2023.
“Konteks
burden sharing hanya temporer untuk membantu APBN saat pandemi. Kalau burden
sharing diatur dalam UU, maka ada semacam moral hazard untuk BI melanjutkan
cetak uang,” katanya kepada Bisnis, Kamis 8 Desember 2022.
Menurut
Bhima, burden sharing BI dan pemerintah juga berisiko pada pengelolaan APBN.
Sebagaimana diketahui, pemerintah kembali menerapkan disiplin fiskal dengan
menetapkan defisit APBN kembali ke tingkat 3 persen dari PDB.

“Nanti disiplin fiskalnya melorot karena meski defisit melebar selalu ada BI yang jadi pembeli di pasar primer,” kata Bhima.
Lebih lanjut, menurutnya, berlanjutnya penerapan skema burden sharing juga memberikan peluang bagi pemerintah untuk memanfaatkan pembiayaan dengan tingkat bunga yang lebih rendah.
“Tekanan suku bunga yang terus naik tentu jadi beban utang pemerintah tahun depan, skenario burden sharing agar beban biaya bunga bisa lebih ringan mulai tercium,” tuturnya.
Pada kesempatan berbeda, Peneliti Senior Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan menyampaikan bahwa tanpa penjelasan yang lebih detail dan transparan tentang kapan ketentuan ini dapat diterapkan, aturan mengenai pembelian SBN di pasar perdana oleh BI berpotensi disalahgunakan dan mengancam independensi BI.
“Jika hal ini tanpa diberikan penjelasan yang lebih detail dan transparan, itu akan sangat berbahaya,” katanya.
Menurutnya, aturan burden sharing yang permanen nantinya bisa memungkinkan BI untuk 'mencetak uang' secara terus-menerus untuk misalnya membantu mengatasi krisis atau membantu pertumbuhan ekonomi atau sesuai dengan keputusan KSSK.
Konten Terkait
Simak prospek BRI Market Outlook 2026: mengapa ekonomi Indonesia tetap optimis meski dihantam geopolitik global? Cek strategi HNWI!
Jumat 12-Dec-2025 20:19 WIB
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka-bukaan soal rekening judi online (judol). OJK pun menemukan 30.392 rekening yang berkaitan dengan judol.
Kamis 11-Dec-2025 20:30 WIB
Kajati Sulut Jacob Hendrik Pattipeilohy, memastikan akan segera menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi bantuan erupsi gunung ruang Sitaro
Selasa 09-Dec-2025 20:16 WIB
Manchester United memetik kemenangan atas Wolverhampton Wanderers. Lini depan Setan Merah tampil cair, ini respons Ruben Amorim dan Mason Mount.
Selasa 09-Dec-2025 20:15 WIB
Timnas Indonesia U22 harus melewati jalan terjal untuk bisa lolos semifinal SEA Games 2025 setelah kalah satu
Senin 08-Dec-2025 20:19 WIB





