Senin 21-Apr-2025 01:00 WIB
Foto : cenderawasihpos_jawapos
Brominemedia.com – Tahun ini Pemerintah Kota Jayapura mengalokasikan sekitar Rp 21 miliar anggaran melalui program Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) bagi siswa-siswi kurang mampu di Kota Jayapura, mulai dari jenjang SD,SMP hingga SMA.
Dana itu diberikan dengan harapan untuk membantu para siswa melunasi segala kebutuhan yang berkaitan dengan pendidikan di sekolah. Namun apa jadinya jika anggaran yang gelontorkan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan pendidikan siswa justru tidak tepat sasaran atau tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala SMK Negeri 8 Kota Jayapura, Feronika Munthe. Dia mengatakan sejumlah anak di sekolahnya itu mendapatkan dana bantuan pendidikan dari Pemkot Jayapura. Namun sayangnya ternyata tidak semua siswa yang mendapatkan bantuan itu langsung menyelesaikan kewajibanya di sekolah.
Misalnya membayar uang SPP dan membeli atribut atribut keperluan sekolah, termasuk seragam dan perlengkapan lainnya.
“Ada orang tua yang mengerti langsung membayar dan melunasi, tetapi sebagian besarnya tidak digunakan untuk mendukung pendidikan anak di sekolah,” katanya.
Karena itu, dia berharap agar ke depan Pemkot Jayapura bisa menyalurkan dana BOS daerah itu langsung ke sekolah, sehingga sekolah sendiri bisa mengatur untuk menyelesaikan kewajiban-kewajiban yang harus penuhi oleh para siswa.
“Hanya 20 persen yang taat membayar uang sekolah, sisanya tidak, bahkan sampai lulus tidak bayar, “ujarnya.
Hal yang sama juga dirasakan oleh kepala SMP Negeri 2 Kota Kayapura, Dorthea Caroline Enock. Menurutnya, sekolah sudah memenuhi hak dari para siswa. Seharusnya, orangtua juga wajib memenuhi kewajibannya.
Dia mengeluhkan, hanya sekitar 50 persen siswanya yang menerima dana bantuan Bosda tersebut yang patuh membayar uang SPP. Sisanya tidak melaksanakan kewajibanya. Karena itu, dengan dana Bosda sepertinya tidak banyak membantu para siswa untuk memenuhi segala kebutuhannya yang berkaitan dengan pendidikannya.
Bahkan ada orangtua yang justru menawarkan pembayaran separuh dari kesepakatan, meskipun ada bantuan dana Bosda tersebut. “Jadi tidak efektif ketika dana itu langsung disalurkan ke siswa. Karena umumnya orang tua dan siswa ketika sudah mendapatkan dana itu, mereka tidak kembali lagi ke sekolah, tidak bayar. Yang semestinya harus selesaikan satu tahun tetapi dia hanya bayar 6 bulan atau tiga bulan saja,” ungkap Dorthea.
Dia mengaku sangat miris dengan melihat fenomena seperti itu. Sebagai seorang siswa dia sudah menerima haknya selama 3 tahun. Pertahun anak anak tersebut mendapatkan dana Bosda sekitar Rp 1,4 juta.
Konten Terkait