Minggu 06-Apr-2025 20:53 WIB
17

Foto : liputan6

Mendirikan Rumah Sakit yang Ramah Pasien
Bagi Amira, dunia kesehatan bukanlah hal yang baru. Dia banyak berinteraksi dengan dokter. Tapi saat itu memang belum ada niat untuk fokus di dunia pelayanan kesehatan. Bagi Amira waktu itu, kualitas pelayanan kesehatan kurang-lebih sama. Mungkin ada perbandingan baik-buruk, tapi tidak ada yang benar-benar kontras.
Namun pandangan ini berubah ketika dia berkunjung ke luar negeri. Semasa kuliah di Amerika, ia sempat melihat perbedaan besar antara kualitas pelayanan rumah sakit di Amerika dan di Indonesia.
Menurut Amira, pelayanan kesehatan di Amerika begitu profesional dan ramah, jauh dari kesan dingin dan menakutkan, seperti yang sering ditemui di rumah sakit Indonesia kala itu. Apalagi ketika Amira kembali ke Indonesia dan melahirkan anak kedua, ia merasakan perbedaan yang sangat mencolok.
“Tahun 2000, saat saya melahirkan anak pertama di Amerika, saya merasa bahwa pelayanan rumah sakit di sana sangat berbeda. Di Indonesia, rumah sakit masih terkesan menakutkan, bahkan saat itu masih banyak orang yang enggan datang ke rumah sakit karena citranya yang buruk,” ujar Amira.
Perasaan inilah yang mendorongnya untuk mewujudkan sebuah impian: menciptakan rumah sakit yang tidak hanya memberikan layanan kesehatan yang terbaik, tetapi juga mampu mengubah paradigma negatif masyarakat tentang rumah sakit.
“Saya ingin menciptakan tempat yang membuat pasien merasa nyaman, seperti di rumah sendiri,” tambahnya.
Namun, membangun rumah sakit bukanlah hal yang mudah. Amira mengakui, pada awalnya ia bingung harus memulai dari mana. Karena sebuah rumah sakit adalah suatu ekosistem kesehatan yang kompleks.
“Kami benar-benar blank waktu itu,” katanya sambil tersenyum.
Tapi tak lama setelah itu, sebuah kesempatan datang secara tak terduga. Dalam sebuah konsultasi dengan seorang dokter kandungan yang lama tak ditemui, Amira dan suaminya mengetahui bahwa di ruangan tersebut ada maket rumah sakit.
Setelah basa-basi karena ingin tahu tentang maket tersebut dan progres pembangunnya, ternyata maket itu belum terlaksana pembangunannya dan mungkin tidak akan bisa didirikan. Namun yang mengejutkan, tanpa ragu, sang dokter menawarkan mereka untuk mewujudkan proyek tersebut.
Proses dialog dengan banyak dokter terus berlanjut, sehingga tekad Amira makin bulat. Selain dengan ayahnya, Amira terus mendapat masukan dari dua tokoh besar yang sangat berjasa, yaitu Prof. Dr. dr. Nugoro Kampono. SpOG.Subsp. Onk dan Prof. dr. M. Farid Aziz. SpOG.Subsp. Onk.
Selain itu, ada dua belas orang dokter lain yang turut membantu dalam proses berdirinya rumah sakit. Dua belas orang itulah yang menjadi bagian dari pendiri rumah sakit Brawijaya, selain tiga tokoh utamanya.
Dengan tanah seluas 1.800 meter yang dimiliki oleh keluarga Amira, proses pembangunan rumah sakit dimulai. Semula tanah tersebut direncanakan untuk dibangun rumah atau ruko. Namun, berkat dorongan teman-teman ayahnya yang telah dianggap sebagai keluarga sendiri, akhirnya RS Brawijaya pertama dibangun dengan konsep yang sangat berbeda dari layanan kesehatan lainnya.
“Kami ingin membangun rumah sakit yang ramah pasien, dengan suasana yang hangat dan tidak menakutkan. Kami memperhatikan setiap detail, bahkan bau disinfektannya pun harus berbeda, tidak ada bau karbol yang khas rumah sakit, supaya pasien nyaman,” kenang Amira.
Keberhasilan rumah sakit ini juga tak terlepas dari upaya Amira untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan para dokter. Selama memimpin RS Brawijaya, tidak pernah ada konflik di dalamnya. Semua berjalan dengan harmonis dan saling mendukung. Mereka telah saling memahami, pelayanan kesehatan adalah tanggung jawab sosial bersama.
“Kami membangun hubungan yang nyaman dengan para dokter. Tidak ada konflik. Kami bekerja bersama-sama dengan visi yang sama: memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi pasien,” ujar Amira.
Tidak hanya itu, rumah sakit ini juga mengadopsi pendekatan yang lebih patient-friendly. Untuk membuat pasien merasa nyaman, RS Brawijaya dilengkapi dengan fasilitas seperti cafe, tempat duduk yang nyaman, bahkan cafe terkenal yang bisa dinikmati di lobby area. Semua dirancang untuk menciptakan suasana yang berbeda, jauh dari citra rumah sakit yang menakutkan.
“Tujuan kami adalah mengubah persepsi masyarakat tentang rumah sakit. Kami ingin menjadi pilihan utama bagi mereka yang mencari pelayanan kesehatan dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan ramah,” jelas Amira.
Dedikasi Amira Ganis dalam membangun dan mengembangkan RS Brawijaya telah berbuah manis. Kini rumah sakit tersebut telah memiliki tujuh cabang. Corak kepemimpinan Amira yang humble dan menghargai rekan kerjanya membuat RS Brawijaya terus tumbuh menjadi salah satu pioner pelayanan kesehatan yang ramah pada pasien.
Amira bersyukur, dia memiliki rekan kerja yang kompak, keluarga yang harmonis dan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Dengan sosok ayah yang mengayomi, suami yang pengertian dan selalu memberikan support, cita-cita Amira untuk berjuang di jalan kemanusiaan telah berhasil diwujudkan. Sekarang dia terus menatap ke depan, dengan semangat meluap-luap untuk memberikan yang terbaik di jalan pengabdian.
Konten Terkait
Amira Ganis, seorang ibu dari empat orang anak, adalah figur yang memiliki peran besar dalam membawa perubahan signifikan di dunia kesehatan Indonesia.
Minggu 06-Apr-2025 20:53 WIB
Dadan memastikan bahwa setelah Ramadan, program MBG akan kembali menghadirkan sajian makanan segar (fresh food).
Minggu 06-Apr-2025 20:47 WIB
Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara, Sutarto mengimbau masyarakat agar mengutamakan keselamatan tatkala kembali dari kampung halaman menuju kota asal untuk beraktivitas kembali.
Minggu 06-Apr-2025 20:46 WIB
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengaku mengetahui kabar adanya dugaan kekerasan terhadap wartawan saat kunjungannya ke Stasiun Semarang Tawang pada Sabtu (5/4), dari pemberitaan.
Minggu 06-Apr-2025 20:45 WIB
Jakarta Lebaran Fair Resmi Ditutup di Tengah Hujan Deras, Jumlah Transaksinya Fantastis capai Rp 300 miliar
Minggu 06-Apr-2025 20:38 WIB