Foto : tribunnews
Meskipun begitu, dia tidak merinci perihal jumlah persentase tersebut. Dia hanya memastikan penetapan persentase tersebut berdasarkan kajian kementerian terhadap PPDB.
“Kalau ada yang berpendapat ini masih seperti yang dulu, saya kira tidak sepenuhnya sama dengan yang dulu. Karena itu kami ganti namanya dan ada memang hal-hal yang baru menyambut kebijakan ini termasuk dalam hal bagaimana cara menghitung persentase itu,” ujarnya.
Abdul Mu'ti menjelaskan berbagai perubahan termasuk persentase penerimaan siswa pada jenjang SMP dilakukan berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan sejak awal pelaksanaan sistem PPDB yang telah berjalan sejak 2017 silam.
Oleh karena itu, Kemendikdasmen tengah berkolaborasi dengan sejumlah pemangku kepentingan terkait, salah satunya Kementerian Dalam Negeri, sebab pelaksanaan SPMB ini akan melibatkan pemerintah daerah.
"Rancangan ini sudah kami sampaikan kepada Bapak Presiden, dan beliau mengatakan setuju dengan substansi dari usulan kami. Insya Allah, besok (Jumat, 31/1) pukul 07.00 WIB, kami akan bertemu dengan Menteri Dalam Negeri untuk membicarakan bagaimana dukungan dari Kementerian Dalam Negeri khususnya pemerintah provinsi, kabupaten dan kota agar Sistem Penerimaan Murid Baru tahun 2025 dapat berjalan dengan sebaik-baiknya," tuturnya.
Untuk diketahui, sistem zonasi pertama kali diterapkan dalam PPDB pada 2017 sesuai Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB.
Kemudian disempurnakan pada 2018 melalui Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018. Sistem Zonasi ini kerap menuai polemik. Sebab, dalam penerapannya banyak keluhan dari orang tua murid.
Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa beberapa waktu lalu mengatakan sejatinya sistem zonasi sekolah memang harus dievaluasi. Dia menaruh fokus pada ketersediaan sarana dan prasarana sekolah di tiap kelurahan.
"Komisi X sudah mendiskusikan dan bahkan sudah menyampaikan ke Pak menteri bahwa kita harus mengevaluasi sistemnya secara keseluruhan, karena zonasi itu tidak berdiri sendiri karena itu adalah bagian dari upaya kita pemerataan misalnya pemerataan lokasi sekolah," kata Ledia, Senin (25/11/2024).
Dia menyatakan sejauh ini masih banyak kelurahan di kota-kota besar bahkan yang tidak memiliki minimal satu sekolah negeri di tingkatan dasar, menengah pertama hingga menengah atas.
Kata dia, jika memang mau menerapkan zonasi, seharusnya minimal tiap kelurahan memiliki satu sekolah negeri di tiga tingkatan itu.
"Jadi memang kalau kita mau buat zonasi harusnya merata sekolah nya ada di setiap kecamatan minimal, atau setiap kelurahan itu baru bisa," kata dia.
Tak hanya itu, Ledia juga menyatakan perlu adanya pematangan atau ketetapan terhadap proses seleksi untuk bisa masuk sekolah berdasarkan zonasi.
Menurutnya ada tiga kriteria yang perlu dipastikan yakni, apakah melalui ujian nasional, asesmen atau melalui nilai raport.
Sejauh ini menurut politikus dari Fraksi PKS tersebut, belum ada penetapan untuk proses seleksi itu.
"Maka zonasi itu sebenarnya memang sedang dikaji oleh menteri juga secara keseluruhan, tidak bisa tiba-tiba hanya menghapus zonasi saja atau tetap menggunakan zonasi saja tidak," ujar dia.
Konten Terkait
Menanggapi hal ini Akademisi Ekonomi Kaltara, Dr. Ana Sriekaningsih mengatakan, nilai bantuan tersebut sangat relatif dan sangat membantu, jika terlalu banyak juga pasti akan membebani anggaran pemerintah.
Jumat 06-Jun-2025 20:42 WIB
Kunjungan Menteri Transmigrasi ini, kata Falentinus, akan dilaksanakan pada tahun 2025 ini. Diperkirakan akan dilaksanakan
Rabu 04-Jun-2025 21:02 WIB
DKISP Kaltara melaksanakan Sosialisasi Literasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) di SMA Negeri 1 Tarakan
Rabu 04-Jun-2025 21:01 WIB
SMP Negeri 8 Padang menjadi salah satu sekolah yang menyambut antusias pelaksanaan program prioritas dari pemerintah tersebut.
Selasa 03-Jun-2025 20:42 WIB
Bupati HSS eken deklarasi dukungan perpisahan dan pengukuhan peserta didik secara sederhana kekeluargaan mengedepankan karakter anak hebat Indonesia
Senin 02-Jun-2025 20:48 WIB