Foto : harianjogja
brominemedia.com
-Para peritel mengadu ke DPR lantaran pembayaran penggantian selisih harga jual
dengan harga keekonomian minyak goreng (rafaksi) belum juga dibayarkan oleh
Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Tunggakan yang belum dibayar mencapai Rp344 miliar usai
pemerintah memberlakukan kebijakan satu harga minyak goreng pada periode 19-31
Januari 2022 saat harga minyak dari sawit itu sedang tinggi.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy
N. Mandey mengatakan, saat itu peritel harus menjual minyak goreng seharga
Rp14.000 per liter. Padahal, harga pasar saat itu jauh lebih mahal.
“Kan kitanya beli lebih mahal, dijual lebih murah. Sejak
September 2021, harga minyak goreng sudah melonjak tinggi,” ujarnya mengawali
paparannya dalam rapat dengar pendapat umum, Selasa (14/2/2023).
Roy menuturkan, seharusnya pembayaran selisih harga
dilakukan dalam 14 hari usai minyak goreng dijual di ritel modern sesuai
Permendag No. 3/2022. Menurut Roy, hingga saat ini, kejelasan pembayaran
tersebut justru semakin kabur. Sebab, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan
mengatakan kepada Aprindo jika Permendag No. 3/2022 sudah tidak berlaku.
“Kami sekaget-kagetnya, sebingung-bingungnya. Dari awal
tidak dijelaskan, kalau lewat waktu, uang kalian hilang, ya. Hal tersebut
menjadikan proses penyelesaian rafaksi migor tidak jelas, apakah akan
dibayarkan atau tidak. Ini jeritan pelaku usaha,” ujar Roy menjelaskan hasil
audiensinya dengan Kemendag.
Manfaatin gadgetmu untuk dapetin penghasilan tambahan. Cuma modal sosial media sudah bisa cuan!
Gabung bisnis online tanpa modal di http://bit.ly/3HmpDWm
Roy mengungkapkan, alibi Kemendag tersebut lantaran dalam Permendag No. 3/2022 disebutkan periode berlakunya beleid yang dikeluarkan pada 19 Januari 2022 tersebut hanya sampai 6 bulan atau tepatnya 18 Juni 2022.
Namun, menurut Roy, pihak Kemendag kemudian mengaku terus berupaya agar proses pencairan ganti rugi bisa segera direalisasikan. Meski begitu, Roy menilai prosesnya semakin tidak mempunyai titik terang.
“Pada saat bulan November kita dapatkan kabar dari Plt. Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, sekarang sudah tidak di Sucofindo [verifikator] tapi BPKP. Kok BPKP? Ini kan bukan uang APBN, kata saya. Kemudian di Desember-Januari, dapat kabar lagi, oh sudah bukan di BPKP. Tapi kita juga tidak tahu prosesnya. Oh, di Kejaksaan Agung, Jampidun. Lah, ini lebih bingung lagi,” ungkap Roy.
Roy menjelaskan, penggantian selisih harga minyak goreng tersebut berasal dari Badan Pengeolala Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di mana lembaga tersebut memungut biaya atas ekspor minyak sawit Indonesia. Berdasarkan audiensi dengan BPDPKS, Roy memperoleh informasi jika BPDPKS sudah siap mencairkan uangnya.
“Mereka mengatakan siap membayar, uangnya sudah ready di rekening. Menurut mereka, mereka pun sudah ditanyakan oleh BPK karena uangnya tidak keluar-keluar. Tapi BPDPKS mau membayar setelah verifikasi pihak terkait yang ditugaskan dan setelah direkomendasikan dari Kemendag,” tutur Roy.
Sementara itu, Plt. Direktur Jenderal Kemendag Kasan Muhri belum menjawab pesan singkat dan panggilan telepon dari Bisnis. Namun, dia sebelumnya pernah mengatakan bahwa Kemendag masih melakukan proses verifikasi sehingga belum bisa dipastikan kapan negara akan membayar jumlah selisih harga tersebut.
“Masih proses, jadi ini masih proses ya. Ini karena aspek legalnya, jadi nggak bisa dipastikan,” ujarnya singkat, saat ditemui di Pasar Kebon Kembang, Bogor, Jumat (23/12/2022).
Konten Terkait
Kemendag mulai melunasi kewajiban pembayaran utang rafaksi minyak goreng kepada produsen dan pedagang ritel sebesar Rp474 miliar.
Rabu 19-Jun-2024 20:33 WIB
Pemerintah disebut masih menunggak pembayaran rafaksi minyak goreng satu harga ke peritel senilai Rp344 miliar.
Selasa 14-Feb-2023 23:47 WIB
Pemerintah disebut masih menunggak pembayaran rafaksi minyak goreng satu harga ke peritel senilai Rp344 miliar.
Selasa 14-Feb-2023 23:47 WIB