Foto : tempoin
brominemedia.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan
meminta kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi menghentikan Operasi Tempur
yang saat ini telah diterapkan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono. Peningkatan
status ini dilakukan setelah terjadinya serangan dari Tentara Pembebasan
Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) yang menewaskan
seorang prajurit TNI.
Menurut Koalisi, tewasnya anggota TNI tersebut menyisakan
duka mendalam bagi banyak pihak. Namun, ia berharap insiden tersebut menjadi
pelajaran berharga bagi Presiden dan DPR untuk mengevaluasi pendekatan keamanan
militeristik yang selama ini dijalankan di Papua
"Kejadian ini bukanlah satu-satunya peristiwa.
Sebelumnya Kapolri juga merilis data sebanyak 22 prajurit TNI-Polri telah gugur
dari tahun 2022 hingga sekarang," bunyi siaran pers Koalisi yang Tempo
dapatkan pada Selasa, 18 April 2023.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan ini
terdiri dari berbagai LSM. Mereka antara lain KontraS, Imparsial, LBH Pers,
ICW, LBH Masyarakat, ELSAM, HRWG, PBHI Nasional, ICJR, YLBHI, LBH Jakarta, LBH
Malang, WALHI, Setara Institute, Forum Defacto, AJI Jakarta, Public Virtue
Institue, Centra Initiative, Amnesty International Indonesia, LBH Talenta Keadilan
Papua Nabire, LBH Papua.
Menurut Koalisi, selama ini pendekatan keamanan militeristik
yang terus dijalankan di Papua berdampak secara langsung dan tidak langsung
terhadap terjadinya kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap masyarakat di sana.
Bahkan, kekerasan yang melibatkan aparat keamanan jadi berujung pada praktik
imunitas atau tidak dapat dipidana.
"Penegakan hukum untuk memutus mata rantai impunitas
menjadi penting untuk mencegah berulangnya kekerasan aparat keamanan terhadap
masyarakat sipil di Papua," ujar Koalisi.
Koalisi Masyarakat Sipil mengusulkan agar evaluasi
pendekatan keamanan militeristik harus dimulai segera dengan upaya penataan
ulang terhadap gelar kekuatan pasukan TNI. Koalisi menemukan indikasi
peningkatan jumlah kehadiran pasukan TNI semakin tidak proporsional, seiring
dengan terus dijalankannya pemekaran struktur organik dan pengiriman pasukan TNI
non-organik dari luar Papua
Berdasarkan estimasi salah satu anggota Koalisi, yaitu Imparsial,
jumlah prajurit TNI di Papua baik dari unsur organik aupun non-organik
diperkirakan mencapai kurang lebih 16.900 prajurit. Mereka terdiri dari 13.900
prajurit TNI organik tiga matra dan 3.000 prajurit TNI non-organik atau satuan
dengan kualifikasi tempur.
Manfaatin gadgetmu untuk dapetin penghasilan tambahan. Cuma modal sosial media sudah bisa cuan!
Gabung bisnis online tanpa modal di http://bit.ly/3HmpDWm
Dari sisi legalitas dan akuntabilitas, pelibatan TNI dalam penanganan Papua juga memiliki banyak persoalan dan dipandang tidak sejalan dengan UU TNI Pasal 7 Ayat (3). Aturan itu menegaskan pelaksanaan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang dilakukan oleh prajurit TNI, termasuk dalam hal ini penanganan separatisme dan perbantuan terhadap kepolisian, harus didasarkan pada Keputusan Politik Negara, atau dalam hal ini keputusan yang dikonsultasikan kepada DPR RI.
"Berdasarkan penelusuran Imparsial, hingga saat ini pemerintah tidak pernah mengeluarkan kebijakan tertulis terkait dengan pengerahan pasukan TNI ke Papua. Dengan demikian, dari sisi hukum, pelibatan militer tersebut dapat dikatakan ilegal," kata Koalisi.
Lebih lanjut, Koalisi menyebut pemerintah Indonesia juga telah menolak dua rekomendasi Kepulauan Marshall dan Slovenia, yakni untuk mengadakan dialog inklusif di Papua dan menyoroti pelanggaran HAM oleh aparat keamanan di Papua. Usulan ini muncul dalam Universal Periodic Review (UPR) yang dihadapi Indonesia di Dewan HAM PBB pada November 2022.
Namun, Koalisi menyebut pemerintah Indonesia justru tidak memberikan sinyal iktikad baik untuk memperbaiki situasi di Papua dan bahkan sebaliknya, menggunakan pendekatan yang lebih militeristik.
"Sudah saatnya Presiden dan DPR merealisasikan agenda dialog dalam penyelesaian masalah Papua dan bukan menggunakan pendekatan keamanan yang militeristik," kata Koalisi.
Apa lagi, koalisi menyentuh Indonesia memilki modal pengalaman historis menyelesaikan konflik dengan pendekatan damai dan bermartabat melalui jalan dialog seperti pada konflik Aceh, Poso dan Ambon.
Atas dasar hal tersebut, koalisi mendesak pemerintah untuk:
1. Presiden dan DPR RI menghentikan operasi tempur dan pendekatan militeristik lainnya untuk menangani situasi keamanan di Papua;
2. Presiden dan DPR melakukan evaluasi terhadap seluruh kebijakan keamanan, hukum, dan pembangunan di Papua;
3. Pemerintah dan TPNPB-OPM melakukan gencatan senjata dan penghentian permusuhan segera untuk mencegah jatuhnya korban lebih jauh, serta menjajaki jeda kemanusiaan agar memungkinkan penanganan situasi pengungsi dan tahanan politik;
4. Pemerintah dan TPNPB-OPM membuka ruang dialog yang setara dan bermartabat.
Konten Terkait
Peningkatan status di Papua ini dilakukan setelah terjadinya serangan dari TPNPB-OPM yang menewaskan seorang prajurit TNI.
Rabu 19-Apr-2023 00:11 WIB
Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia (Damai) mendorong pemerintah dan platform digital
Jumat 17-Feb-2023 11:37 WIB