Foto : tempo
brominemedia.com - Majelis Hakim menjatuhkan vonis bebas kepada
terdakwa pelanggaran HAM kasus Paniai Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu, 64
tahun. Dalam putusannya, majelis hakim Pengadilan HAM menyatakan bahwa
pelanggaran hak asasi manusia di Paniai tidak terpenuhi.
"Karena terdakwa divonis bebas maka hak dan martabatnya
dibebankan oleh negara," kata Ketua Majelis Hakim Peradilan HAM Sutisna
Sawati saat membacakan putusan di
Pengadilan Negeri Makassar, Kamis 8 Desember 2022.
Majelis mengatakan putusan yang dibacakan itu berdasarkan
saksi-saksi yang dihadirkan, dengan menimbang fakta-fakta dan alat bukti.
Beberapa pertimbangan yang sempat dibacakan majelis hakim adalah saat kejadian
semua melayangkan senjata api seperti tentara, polisi, dan BAIS, laiknya adanya
perang dunia. Namun, dianggap tidak tepat jika terdakwa dituntut melanggar HAM
berat.
Meski begitu, majelis mengaku jika tindakan TNI dan Polri
berlebihan dalam penanganan unjuk rasa di Paniai.
Terdakwa Isak Sattu mengaku bersyukur karena dirinya divonis
bebas dalam kasus pelanggaran HAM berat di Paniai. "Ini penolong bagi
saya," kata Isak.
Ia pun berterima kasih kepada hakim yang telah memvonis
bebas dari semua tuntutannya. "Semoga ke depan tak terjadi lagi peristiwa
yang tak sepantasnya," kata dia.
Kasus dugaan pelanggaran HAM di Paniai, Papua, terjadi pada tahun 2014. Dalam kasus itu, mantan Komandan Komando Distrik Militer (Dandim) Paniai Isak Sattu telah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melanggar pasal 42 ayat (1) huruf A dan B jis pasal 7 huruf B, pasal 9 huruf A, pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2022 tentang HAM.
Perisitwa Paniai ini diketahui berawal pada malam 7 Desember 2014 di Enarotali, Kabupaten Paniai, Papua. Kejadian ini ditengarai diawali oleh teguran kelompok pemuda kepada anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang membawa mobil Toyota Fortuner Hitam tanpa menyalakan lampu. Teguran itu rupanya menyebabkan pertengkaran yang berujung penganiayaan oleh TNI.
Esok harinya, 8 Desember 2014, rombongan masyarakat Ipakiye berangkat menuju Enarotali, mendatangi Polsek Paniai dan Koramil untuk meminta penjelasan. Masyarakat berkumpul di Lapangan Karel Gobai yang terletak di depan Polsek dan Koramil sambil menyanyi dan menari sebagai bentuk protes terhadap tindakan aparat sehari sebelumnya.
Merasa tak mendapat tanggapan, situasi memanas dan masyarakat mulai melempari pos polisi dan pangkalan militer dengan batu. Aparat menanggapi aksi tersebut dengan penembakan untuk membubarkan massa. Lima orang warga sipil tewas dalam kerusuhan ini.
Konten Terkait
Terdakwa pelanggaran HAM kasus Paniai divonis bebas Pengadilan Negeri Makassar. Hakim menilai pelanggaran HAM tidak terbukti.
Kamis 08-Dec-2022 14:30 WIB