Bromine Media merupakan media online yang menyajikan ragam informasi dan berita di ranah lokal Wonogiri hingga nasional untuk masyarakat umum. Bromine Media bertempat di Brubuh, Ngadirojo Lor, Ngadirojo, Wonogiri, Jawa Tengah.

All Nasional Internasional

PEMERINTAHAN

Yang Berbeda soal Pilkada 2024 Usai Putusan MK

Selasa 20-Aug-2024 20:32 WIB

49

Yang Berbeda soal Pilkada 2024 Usai Putusan MK

Foto : detik

Brominemedia.com – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan beberapa perkara gugatan terhadap Undang-Undang tentang Pilkada. Dengan putusan MK ini, ada beberapa hal yang berbeda dalam Pilkada 2024.
Sebagaimana diketahui, hari ini MK telah memutuskan beberapa perkara gugatan terkait UU Pilkada. Adapun beberapa di antaranya seperti aturan penetapan batas usia calon kepala daerah, syarat partai ajukan calon kepala daerah hingga syarat ambang batas.

Putusan ini pun membuat perbedaan pada proses pilkada nanti. Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan mempelajari terlebih dulu putusan tersebut.

"KPU RI akan mempelajari semua putusan MK berkenaan dengan pasal-pasal yang mengatur tentang pencalonan yang termaktub di dalam UU Pilkada," kata Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik kepada wartawan, Selasa (20/8/2024).

Lantas apa saja yang berbeda soal Pilkada 2024 usai putusan MK ini?

1. Batas Usia Dihitung Saat Penetapan
MK menolak gugatan terhadap Undang-Undang tentang Pilkada. Namun dalam pertimbangannya, MK menyatakan syarat usia calon kepala daerah harus dihitung saat penetapan pasangan calon.

Sidang putusan perkara nomor 70/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, A Fahrur Rozi, dan mahasiswa Podomoro University, Anthony Lee, digelar di Gedung MK, Selasa (20/8/2024).

Dalam pertimbangannya, MK mengatakan praktik yang ada selama ini berlangsung menunjukkan perhitungan syarat usia calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon oleh KPU. MK mengatakan penghitungan syarat usia calon kepala daerah telah dihitung saat penetapan pasangan calon pada Pilkada 2017, 2018 hingga 2020.

MK mengatakan penghitungan serupa juga diterapkan untuk pendaftaran calon presiden-wakil presiden hingga calon anggota legislatif. Menurut MK, jika ada perbedaan perlakuan soal kapan penghitungan syarat usia bagi calon kepala daerah, maka sama saja membiarkan ketidakpastian hukum.

"Persyaratan usia minimum, harus dipenuhi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah ketika mendaftarkan diri sebagai calon," ujar MK.

"Titik atau batas untuk menentukan usia minimum dimaksud dilakukan pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah," sambung MK.

MK mengatakan norma pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada itu sudah jelas dan terang benderang. MK mengatakan tidak perlu ada penambahan makna apapun.

"Menimbang bahwa setelah Mahkamah mempertimbangkan secara utuh dan komprehensif berdasarkan pada pendekatan historis, sistematis dan praktik selama ini, dan perbandingan, pasal 7 ayat 2 huruf e UU 10/2016 merupakan norma yang sudah jelas, terang-benderang, bak basuluh matohari, cheto welo-welo, sehingga terhadapnya tidak dapat dan tidak perlu diberikan atau ditambahkan makna lain atau berbeda selain dari yang dipertimbangkan dalam putusan a quo, yaitu persyaratan dimaksud harus dipenuhi pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon," ucap Wakil Ketua MK Saldi Isra.

MK menegaskan pertimbangan dalam putusan ini mengikat pada semua penyelenggara Pemilu dan warga. MK mengatakan calon kepala daerah yang tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur UU, maka calon itu dapat dinyatakan tidak sah oleh MK dalam sidang sengketa hasil Pilkada.

"Persyaratan dimaksud harus dipenuhi pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon," ucap Saldi.

Meski demikian, MK menolak untuk menambahkan pemaknaan baru terhadap pasal tersebut. MK menilai penambahan pemaknaan dapat menimbulkan permasalahan hukum lain pada syarat-syarat yang telah diatur dalam UU Pilkada.

"Bilamana terhadap norma pasal 7 ayat 2 huruf e UU 10/2016 ditambahkan makna seperti yang dimohonkan para pemohon, norma lain yang berada dalam rumpun syarat calon berpotensi dimaknai tidak harus dipenuhi saat pendaftaran, penelitian dan penetapan sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah," ucap Wakil Ketua MK Saldi Isra.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Suhartoyo.

2. Partai Bisa Ajukan Cakada

MK juga mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora terhadap UU Pilkada. MK memutuskan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah (cakada) meski tidak punya kursi di DPRD.

Putusan terhadap perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024). Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional.


Adapun isi Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada itu ialah:

Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

MK mengatakan esensi pasal tersebut sama dengan penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU 32/2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK sebelumnya. MK mengatakan pembentuk UU malah memasukkan lagi norma yang telah dinyatakan inkonstitusional dalam pasal UU Pilkada.

"Jika dibiarkan berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 secara terus menerus dapat mengancam proses demokrasi yang sehat," ucap hakim MK Enny Nurbaningsih.

"Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945," sambungnya.

MK kemudian menyebut inkonstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada itu berdampak pada pasal lain, yakni Pasal 40 ayat (1). MK pun mengubah pasal tersebut.


"Keberadaan pasal a quo merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016, maka terhadap hal demikian Mahkamah harus pula menilai konstitusionalitas yang utuh terhadap norma Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016," ucapnya.

Adapun isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada sebelum diubah ialah:

Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.


3. Syarat Ambang Batas Cagub-Cabup

MK pun mengabulkan sebagian gugatan. Dengan demikian, syarat ambang batas cagub-cabup juga diubah. Berikut amar putusan MK yang mengubah isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada:

Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:


Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut


Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.

4. Kampanye Pilkada Bisa di Kampus

Tak hanya itu, MK juga mengabulkan gugatan terhadap UU Pilkada yang mengatur tentang larangan kampanye Pilkada di perguruan tinggi. MK menyatakan kampanye dapat dilakukan di kampus jika mendapat izin dan tanpa menggunakan atribut kampanye.

Gugatan itu diajukan oleh dua orang mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yakni Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria. Sidang putusan perkara nomor 69/PUUXXII/2024 itu digelar di Gedung MK.

"Berkenaan dengan 'larangan menggunakan tempat pendidikan' yang diatur dalam Pas 280 ayat 1 huruf h UU 7/2017, Mahkamah telah mengecualikan larangan bagi tempat pendidikan. Sebagaimana dinyatakan dalam amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 15 Agustus 2023, kampanye di tempat pendidikan dapat dikecualikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi dan hadir tanpa atribut kampanye pemilihan umum," kata hakim MK M Guntur Hamzah di persidangan.

Hakim menyatakan pengecualian larangan kampanye di kampus dimaksudkan untuk memberikan kesempatan civitas akademika menjadi lokomotif penyelenggaraan kampanye. Menurut hakim, kampanye di kampus juga berarti membuka kesempatan kampanye dialogis secara lebih konstruktif di tempat berkumpulnya pemilih pemula dan pemilih kritis.

"Pengecualian terhadap larangan kampanye di perguruan tinggi selain dimaksudkan memberikan kesempatan kepada civitas akademika untuk menjadi salah satu lokomotif penyelenggaraan kampanye pemilihan umum untuk mendalami visi, misi, dan program kerja yang ditawarkan oleh masing-masing calon dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua calon. Selain tempat berkumpulnya sebagian dari pemilih pemula dan pemilih kritis, mengecualikan larangan kampanye di perguruan tinggi yang berarti membuka kesempatan dilakukan kampanye dialogis secara lebih konstruktif yang pada akhirnya akan bermuara pada kematangan berpolitik bagi masyarakat," ujar hakim.

MK menyatakan frasa 'tempat pendidikan' dalam Pasal 69 huruf i UU No 1 tahun 2015 tak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai dikecualikan bagi kampus yang mendapat izin dari penanggung jawab dan hadir tanpa atribut kampanye. Hakim menyatakan alasan Pemohon beralasan menurut hukum.

"Dalam pokok permohonan; satu, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar hakim ketua Suhartoyo.

"Menyatakan frasa 'tempat pendidikan' dalam norma Pasal 69 huruf i UU No 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2015 nomor 23, tambahan Lembaran Negara republik Indonesia nomor 5588) bertentangan dengan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'dikecualikan bagi perguruan tinggi yang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi atau sebutan lain dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu'," tambah hakim.

Konten Terkait

PEMERINTAHAN Peserta Banyak yang Kebingungan Saat Mempersiapkan Tes Masuk CPNS

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- Menghadapi seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2024 bisa menjadi tantangan besar bagi banyak calon pelamar. Kondisi ini, salah satunya dialami Nurul Iman Fikri, calon pelamar CPNS.Menurutnya, saat...

Selasa 10-Sep-2024 20:28 WIB

Peserta Banyak yang Kebingungan Saat Mempersiapkan Tes Masuk CPNS
PEMERINTAHAN Peserta Banyak yang Kebingungan Saat Mempersiapkan Tes Masuk CPNS

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- Menghadapi seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2024 bisa menjadi tantangan besar bagi banyak calon pelamar. Kondisi ini, salah satunya dialami Nurul Iman Fikri, calon pelamar CPNS.Menurutnya, saat...

Selasa 10-Sep-2024 20:28 WIB

Peserta Banyak yang Kebingungan Saat Mempersiapkan Tes Masuk CPNS
PEMERINTAHAN Kodim 1210/Ldk Apel Gelar Pasukan Untuk Pengamanan Pilkada 2024

Mencermati perkembangan situasi stabilitas keamanan di wilayah Kabupaten Landak. menjelang Pilkada saat ini masih dalam kondisi aman dan kondusif.

Senin 09-Sep-2024 21:14 WIB

Kodim 1210/Ldk Apel Gelar Pasukan Untuk Pengamanan Pilkada 2024
PEMERINTAHAN Usaha Percetakan di Kota Malang Banjir Pesanan Reklame Billboard Paslon Pilkada 2024

Masa Pilkada Serentak 2024, membawa berkah bagi usaha percetakan digital (digital printing) dan reklame di Kota Malang, Jawa Timur.

Minggu 08-Sep-2024 20:26 WIB

Usaha Percetakan di Kota Malang Banjir Pesanan Reklame Billboard Paslon Pilkada 2024
EVENT Pemilih Pemula Menuju Pilkada 2024 Antusias Ikuti Festival Demokrasi

Festival Demokrasi upaya meningkatkan partisipasi dan edukasi pemilih pemula digelar Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Bandung.

Rabu 04-Sep-2024 20:40 WIB

Pemilih Pemula Menuju Pilkada 2024 Antusias Ikuti Festival Demokrasi

Tulis Komentar