Senin 18-Nov-2024 20:16 WIB
Foto : tribunnews
Brominemedia.com – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan gugatan terhadap Undang-Undang (UU) Pilkada, yang mengatur sanksi bagi anggota TNI dan Polri yang terlibat dalam politik praktis.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menyatakan bahwa pihaknya akan segera mengkaji putusan MK ini secara mendalam.
Hasil kajian tersebut akan menjadi dasar bagi Bawaslu dalam menyusun langkah-langkah strategis untuk memperkuat pengawasan terhadap netralitas TNI-Polri dalam pelaksanaan Pilkada mendatang.
“Nanti kita lihat, nanti kita lihat putusan pilkada putusan MK-nya ya oke,” ujar Bagja kepada wartawan dalam acara Deklarasi Kampanye Pilkada Damai di Gedung Bawaslu RI, Minggu (17/11/2024).
Bagja menambahkan, Bawaslu telah mengirimkan surat kepada institusi TNI dan Polri untuk mendiskusikan putusan MK tersebut. “Lagi kirim surat sudah kirim surat ke TNI dan Polri,” jelasnya.
Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan nomor 136/PUU-XXII/2024 yang meminta penambahan frasa "TNI/Polri" dan "pejabat daerah" dalam Pasal 188 UU Pilkada Nomor 1 Tahun 2015.
Dengan adanya putusan ini, anggota TNI-Polri yang terlibat dalam praktik politik yang menguntungkan salah satu pasangan calon kepala daerah dapat dikenakan sanksi pidana.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Suhartoyo, dalam persidangan pada Kamis (14/11/2024).
Pasal 188 UU 1/2015 itu mengatur sanksi untuk pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa, atau sebutan lain/lurah yang sengaja melanggar ketentuan Pasal 71 bisa dikenakan pidana penjara dan denda.
Sebelum dikabulkan, Pasal 188 UU 1/2015 belum memiliki frasa yang menyebut "TNI/Polri" dan "pejabat daerah" yang bisa dikenakan pidana jika membuat kebijakan yang menguntungkan pasangan calon tertentu seperti yang dijelaskan pada Pasal 71.
UU itu hanya memuat obyek pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/Lurah.
Dengan adanya putusan MK, ada tambahan obyek "pejabat daerah" dan "TNI/Polri" yang bisa dikenakan sanksi pidana paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan atau denda paling sedikit Rp 600.000 atau paling banyak Rp 6 juta.
MK kemudian menyatakan, ketentuan Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai berikut.
"Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI-Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan, dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000 atau paling banyak Rp 6 juta," kata Suhartoyo.
Konten Terkait