Rabu 26-Nov-2025 20:29 WIB
Foto : tribunnews
Brominemedia.com - Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi, kembali menjadi sorotan publik.
Langkah ini membuat Ira beserta dua eks direksi lainnya secara resmi dipulihkan status hukum dan nama baiknya, meski sebelumnya telah divonis bersalah dalam kasus pengadaan kapal ASDP.
Rehabilitasi ini menambah daftar penggunaan hak istimewa presiden, setelah sebelumnya Prabowo memberikan abolisi dan amnesti kepada beberapa mantan terdakwa kasus korupsi.
Terlebih keputusan ini diambil setelah pada Agustus lalu Prabowo memberikan abolisi kepada mantan terdakwa kasus impor gula sekaligus eks Menteri Perdagangam, Tom Lembong, dan amnesti kepada Sekjen PDIP sekaligus mantan terdakwa kasus suap, Hasto Kristiyanto.
Dengan adanya rehabilitasi pada Ira Puspadewi ini, sudah tiga kali Prabowo menggunakan hak istimewanya sebagai presiden untuk membebaskan para terdakwa kasus korupsi.
Lantas kini yang menjadi pertanyaan adalah apakah keputusan Prabowo dalam memberikan abolisi, amnesti, dan rehabilitasi ini akan berdampak atau mengganggu proses peradilan hukum Indonesia ke depannya.
Lalu, apakah pemberian pengampunan bagi para terdakwa kasus-kasus yang jadi sorotan publik ini akan terus dilakukan Prabowo di masa depan.
Amnesti adalah pengampunan yang menghapus seluruh akibat hukum pidana dari suatu perbuatan atau kelompok perbuatan, baik yang sudah diputus maupun belum.
Abolisi merupakan penghentian penuntutan pidana sebelum ada putusan pengadilan.
Rehabilitasi adalah pemulihan hak, kedudukan, dan martabat seseorang yang proses hukumnya dianggap tidak sah atau keliru, atau ia tidak terbukti bersalah setelah proses hukum.
Menurut Juru Bicara MA Prof. Yanto pemberian amnesti, abolisi, atau rehabilitasi dari Presiden Prabowo tak akan mengganggu jalannya proses hukum.
Yanto menyebut proses hukum akan terus berjalan sebagaimana mestinya, beriringan dengan adanya hak istimewa presiden untuk memberikan pengampunan berdasarkan amanah undang-undang.
Hak istimewa presiden untuk memberikan pengampunan kepada seseorang ini juga telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Pasal 14 ayat 1.
Sehingga pemberian rehabilitasi seperti yang diberikan Presiden Prabowo kepada Ira Puspadewi tersebut dipastikan tak akan mengganggu proses hukum yang ada.
Selain itu, Yanto juga meyakini, dalam memberikan rehabilitasi, Prabowo pasti tak sembarangan memutuskannya.
Prabowo juga dinilai mempunyai pertimbangannya sendiri dalam menggunakan hak istimewanya itu.
"Iya. tidak akan mengganggu ya. Proses hukum berjalan, hak istimewa berjalan enggak ada masalah, enggak akan mengganggu."
"Karena tentunya presiden itu tidak sembarangan memberikan, tentunya akan melihat ke depan, ini untuk kepentingan bangsa negara yang lebih besar," kata Yanto.
Yanto juga memastikan putusan pengadilan dan pemberian rehabilitasi ini tidak akan saling mengganggu.
Hal ini juga sudah biasa terjadi dalam sistem ketatanegaraan kita.
"Nah, tentunya hak istimewa. Jadi sehingga antara putusan pengadilan dengan rehabilitasi ya enggak ada enggak akan mengganggu, biasa terjadi dalam ketatanegaraan kita ya," katanya.
Alasan Prabowo Beri Rehabilitasi ke Ira Puspadewi
Tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden (KSP), Anthony Winza Prabowo, mengungkapkan alasan Prabowo di balik pemberian rehabilitasi kepada Ira Puspadewi.
Tak hanya Ira, ada juga dua pejabat ASDP lainnya, yakni mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono, yang mendapatkan rehabilitasi serupa.
Dengan terbitnya surat rehabilitasi dari presiden, pelaksanaan hukuman pidana otomatis dicabut dan status hukum serta nama baik ketiga mantan pejabat BUMN tersebut dipulihkan kembali sesuai dengan mekanisme konstitusi yang berlaku.
Ira dijatuhi vonis 4,5 tahun penjara, sementara dua rekannya, yakni Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono, masing-masing divonis 4 tahun penjara.
Soal alasan Prabowo memberikan rehabilitasi itu, Anthony menjelaskan bahwa yang pertama harus dipahami adalah negara Indonesia ini merupakan negara hukum.
Jadi, ketika Lembaga Yudikatif (Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial) dirasa belum berhasil menegakkan hukum dan keadilan, hal tersebut perlu dikoreksi, apalagi ketika ada aspirasi dari masyarakat.
"Pasal 24 Konstitusi kita menyatakan bahwa yudikatif itu harus menegakkan dua, satu hukum dan yang kedua keadilan, hukum enggak bisa berjalan tanpa keadilan, saling berkaitan, itu ibaratnya dua mata koin harus berputar terus. Tidak bisa hukum di menindas keadilan di bawahnya, dia harus berputar terus," paparnya, Rabu (26/11/2025).
"Ketika yudikatif dirasa belum berhasil membuat itu terus berputar, ketika hukum di atas selalu menindas keadilan, maka sebenarnya Undang-Undang Dasar 45, founding fathers kita dan masyarakat, sudah membentuk di Undang-Undang Dasar 45, memberikan kewenangan koreksi secara konstitusional," sambungnya.
Selain itu, kata Anthony, pada Pasal 14 Undang-undang Dasar (UUD) 1945 juga sudah mengatur terkait kewenangan presiden untuk memberikan grasi, rehabilitasi, amnesti, dan abolisi.
Sehingga, dengan adanya kewenangan tersebut, masyarakat meminta kepada presiden agar bisa menegakkan hukum dan keadilan, ketika Yudikatif tidak bisa melakukannya.
"Itu ada di konvensi ketatanegaraan juga dan sudah sering dilakukan di presiden-presiden sebelumnya," katanya.
"Oleh karena itu, kalau dirasa ada yang tidak adil tentunya itu juga adalah mandat konstitusional dari warga negara yang di dalam konstitusi dikatakan, tolong dong Pak Presiden, kami sudah memilih Anda, kalau dirasa yudikatif misalnya, dua mata koin ini salah satu tidak terpenuhi, silakan Pak Presiden jalankan. Itu adalah mandat konstitusional," papar Anthony.
Anthony juga menegaskan bahwa adanya Pasal 14 UUD 1945 tersebut bukan bertujuan untuk mengintervensi lembaga Yudikatif.
Melainkan, memang sudah menjadi kewajiban presiden untuk menjalankan mandat konstitusi, apalagi ketika masyarakat merasa tidak ada keadilan hukum.
"Kalau intervensi mungkin levelnya adalah ketika penyelidikan, penyidikan main cawe-cawe begitu ya. Ini sudah diputus, kemudian konstitusi yaitu rakyat sendiri yang memerintahkan Pak Presiden, tolong kalau misalnya sampai ini ada ketidakadilan, ruangnya ini, gitu."
"Dan Pak Presiden tentunya sebagai kepala negara, selain kepala pemerintahan, negara ini harus ada kebijaksanaan atau wisdom dari kepala negara," ujar Anthony.
"Kepala negara diberikan istilahnya prerogatif, hak prerogatif tersebut untuk tolong jaga negara ini sebagai kepala negara. Tolong keadilan itu jangan sampai kalah dengan namanya penegakan hukum, karena penegakan hukum belum tentu adil," tegasnya.
Konten Terkait
PEMERINTAHAN
Prabowo Sindir Birokrat yang Suka Markup Harga Hingga 150 Kali Lipat
Presiden Prabowo Subianto kembali menegaskan komitmennya memberantas korupsi di tubuh birokrasi Indonesia.Hal itu disampaikan dalam pidatonya pada Puncak Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2025 di Indonesia Arena, Jakarta, Jumat, 28 November 2025.Di hadapan para guru dan tamu undangan, Prabowo meminta dukungan penuh publik untuk membersihkan praktik-praktik koruptif yang selama ini membebani negara.Saya mohon dukungan saudara-saudara kita harus memberantas korupsi dari indonesia ini, tegasnya... Baca selengkapnya di https://rmol.id/politik/read/2025/11/28/688367/prabowo-sindir-birokrat-yang-suka-markup-harga-hingga-150-kali-lipat
Jumat 28-Nov-2025 20:17 WIB
PEMERINTAHAN
Terbang Ke Malaysia Prabowo Trump Sepanggung Lagi
Presiden Prabowo Subianto bertolak ke Kuala Lumpur, Malaysia untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-47 ASEAN. Dalam forum ini, Prabowo kembali akan sepanggung dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.Prabowo berangkat menggunakan Pesawat Kepresidenan dari Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (25/10/2025) sore. Kepala Negara di jadwalkan menghadiri rangkaian KTT ASEAN di Kuala Lumpur pada 26-28 Oktober 2025.“Selanjutnya ada agenda untuk KTT APEC, tapi ...
Minggu 26-Oct-2025 07:50 WIB