Kamis 13-Mar-2025 21:02 WIB
Foto : tribun-bali
Brominemedia.com – Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Buleleng kembali melakukan penyitaan rumah bersubsidi, yang dibangun oleh PT Pacung Permai Lestari, Kamis (13/3). Rumah-rumah yang disita ini diduga hasil mencatut KTP masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Total ada 32 unit rumah yang disita oleh Kejati Bali. Seluruhnya berlokasi di dua titik, yakni 22 unit di Perumahan Peramboan Permai Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, dan 10 unit di Perumahan Graha Suwug Permai Desa Suwug, Kecamatan Sawan.
Tampak penyidik memasang pita merah putih bertuliskan Kejaksaan RI pada pintu rumah. Selain juga menempelkan stiker bertuliskan “Disegel”.
Kepala Seksi (Kasi) Pengendalian Operasi Kejati Bali, Anak Agung Ngurah Jayalantara menjelaskan, penyegelan rumah-rumah ini masih bagian dari penyidikan kasus korupsi rumah bersubsidi.
Pihaknya pada kegiatan itu melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap rumah tidak berpenghuni. “Rumah-rumah ini dibangun dengan mencatut KTP MBR,” ujarnya ditemui usai melakukan penyegelan.
Kata Agung Jayalantara, penyitaan kali ini berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen dari penyidik. Di mana penyidik menemukan masih ada dua perumahan yang belum diungkap oleh pihak pengembang perumahan.
“Berdasarkan kesadaran pengembang, ia kemudian menunjukkan di mana saja lokasinya. Dan selanjutnya rumah ini kami segel untuk dijadikan barang bukti,” ucap dia.
Dengan penyegelan lanjutan ini, total sudah ada 58 unit rumah yang disita oleh Kejati Bali. Agung Jayalantara mengungkap, sejatinya ada 18 lokasi perumahan di Buleleng yang dikembangkan sebagai perumahan bersubsidi oleh PT Pacung.
“Itu lokasinya di Buleleng timur dan tengah. Dari 18 lokasi itu, total rumah bersubsidi yang berhasil dibangun oleh pihak pengembang ini sebanyak 1.019 unit,” sebutnya.
Mirisnya dari total 1.019 unit, yang diperoleh dengan cara mencatut KTP MBR sebanyak 395 unit. Sedangkan setelah rumah berhasil dibangun, kemudian dijual kepada masyarakat yang tergolong mampu. Kata Agung Jayalantara, kebanyakan pemilik KTP mau meminjamkan identitas karena tergiur dengan iming-iming uang.
“Modusnya mereka itu melalui calo atau makelar yang ditugaskan mencari KTP. Pihak pengembang membayar tiap KTP senilai Rp 3 juta. Sedangkan dari makelar memberi ke pemilik KTP bervariasi. Mulai Rp 1 juta hingga Rp 2 juta,” ungkapnya.
Disebutkan jika ide peminjaman KTP MBR ini justru dari pengembang. Bahkan para calo atau makelar disarankan agar menggunakan KTP orang lain.
Mantan Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Buleleng ini juga mengatakan, sejatinya para pemilik KTP mengetahui alasan peminjaman identitas. Yang mana digunakan untuk memohon kredit Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumaha (FLPP) atau rumah bersubsidi.
“Sayangnya mereka baru tahu dampaknya sekarang. Karena sebelumnya mereka hanya tergiur dengan iming-iming uang. Ini tidak terlepas dari mereka yang merupakan MBR. Kebanyakan yang KTP-nya dipinjam bekerja sebagai petani, buruh, supir, hingga pegawai swasta dengan gaji rendah,” sebutnya.
Lebih lanjut dikatakan, kini sudah ada 36 saksi yang diperiksa. Mulai dari Pengembang perumahan, pegawai, pemilik KTP yang dibayar, pihak bank, hingga Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).
Tidak menutup kemungkinan para calo atau makelar juga akan diperiksa. "Kami juga berencana memeriksa pembeli rumah bersubsidi itu,” ucapnya.
Konten Terkait