Kamis 19-Jan-2023 13:33 WIB
198

Foto : tempo
brominemedia.com -
Sebuah rumah di Jalan Sriwijaya Raya Nomor 26, Selong, Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan, menjadi salah satu saksi kehidupan Fatmawati, sebagai ibu negara
pertama Republik Indonesia.
Pertama kali mendatangi rumah tersebut, tampak begitu
sederhana, sama seperti kesan orang-orang yang mengenal ibu penjahit Bendera
Merah Putih Kemerdekaan itu. Rumah berdesain arsitektur zaman kolonial dahulu
itu didominasi warna putih yang memberikan kesan sederhana dari luarnya.
Di tengah teriknya matahari, rumah ini terasa asri dan sejuk
lantaran ada banyak pohon yang mengelilingi, termasuk pohon beringin dan kolam
ikan di sisi kiri bangunan rumah.
Saat menjejakkan kaki di teras depan rumah, terdapat tiga
bangku berjejer rapi, seakan mengajak para tamu untuk bersantai sejenak di
rumah tersebut.
Ketika mengitari rumah yang luasnya sekitar 718 meter
persegi dan di atas tanah seluas 1.400 meter persegi tersebut, sekelilingnya
tampak terawat, meski ada beberapa perabotan rumah yang terlihat usang.
Berdasarkan keterangan di lokasi, saat ini rumah ibu Fatmawati itu menyambung
menjadi satu dengan rumah belakang yang beralamat di Jalan Sriwijaya II Nomor
9.
Selain di Jakarta, Fatmawati memiliki rumah asli di Bengkulu
yang berada di tempat yang saat ini sudah menjadi kantor BNI Cabang Utama
Bengkulu di jalan S. Parman Nomor 34, Kelurahan Penurunan, Kecamatan Ratu
Samban, Kota Bengkulu. Tempat ini berjarak sekitar 400 meter dari rumah yang
saat ini disebut sebagai Museum Fatmawati Soekarno.
Menurut penulis buku-buku bertema Soekarno, Roso Daras,
rumah di Bengkulu itu merupakan tempat pengasingan Soekarno pada tahun 1938
hingga 1942 H. Saat itu ibu Fatmawati pernah menjadi murid di kala Soekarno
mengajar di daerah tersebut.
"Fatmawati pernah tinggal di situ lantaran disuruh
mondok oleh orang tuanya bernama pak Hasan Din dan bertemu dengan anak angkat
Soekarno-Inggit Garnasih bernama Ratna Djuami," kata Daras, dalam
perbincangan dengan ANTARA.
Cagar budaya
Rumah putri daerah dari Bengkulu itu telah ditetapkan dan
berstatus sebagai cagar budaya melalui rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya pada
16 Februari 2022. Rekomendasi cagar budaya rumah ibu Fatmawati dituangkan
melalui Berita Acara Rekomendasi Nomor 181/TACB/Tap/Jaksel/II/2022.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono kemudian
menetapkan status bangunan cagar budaya melalui Surat Keputusan Gubernur DKI
Nomor 1207 Tahun 2022 yang ditandatangani pada 27 Desember 2022.
Roso Daras berharap rumah ibu Fatmawati bisa dibuka untuk
umum, mengingat bangunan bersejarah berusia lebih dari 50 tahun tersebut
memiliki nilai historis yang bisa diajarkan, mulai dari pendidikan, sejarah,
maupun kebudayaan.
Sebagai anak bangsa dia tentu berharap rumah salah satu istri Soekarno itu memberikan warisan nilai edukasi yang bisa disaksikan langsung, seperti foto, barang peninggalan, hingga konten dari segi sejarah lainnya.

Dengan demikian, diharapkan anak-anaknya bisa mendukung ketetapan rumah ibu Fat sebagai cagar budaya, dengan menyumbang sejumlah dokumen ibunya, benda, artefak, dan sebagainya, sehingga kita bisa memaknai rumah itu tak hanya sebatas cagar budaya semata.
Dengan status sebagai cagar budaya yang dibuka untuk umum, nantinya para pelajar bisa membuat kajian mengenai arsitektur bangunan, maupun bahan literasi sejarah mengenai kehidupan ibu negara.
Meski dibuka untuk umum, bangunan tersebut tetap bisa dijaga keaslian dam perawatannya, dengan mengatur jadwal berkunjung, sehingga keluarga punya waktu sendiri untuk melakukan perawatan ataupun mengadakan kegiatan di rumah tersebut.
Fatmawati tolak Soekarno menikahi Hartini
Rumah bersejarah itu juga bisa disebut saksi kehidupan Fatmawati, setelah meninggalkan Istana Negara, usai Presiden RI Soekarno meminta izin kepadanya untuk menikah lagi dengan wanita bernama Hartini pada tahun 1953. Kala itu, Ibu Fat tidak setuju dan tidak mau dimadu. Kendati demikian, Bung Karno memastikan ibu Negara Indonesia tetap Fatmawati.
Rumah ibu Fatmawati di Kebayoran Baru merupakan momen kesendirian ibu negara, lantaran tidak ditemani Soekarno dan anak-anaknya yang menetap di istana negara. Jika Soekarno ke Istana Bogor, maka ia akan bertemu dengan istrinya saat itu yang bernama Hartini.
Ia menambahkan, sampai saat ini belum ada keterangan pasti mengenai dokumen perceraian Soekarno dan Fatmawati, sehingga dimungkinkan mereka tidak sepenuhnya bercerai.
Satu satunya istri dan mantan istri yang tidak langsung datang melihat jazad Bung Karno ketika disemayamkan di Wisma Yaso, ya hanya Ibu Fat. Selain itu, rumah ini juga menjadi saksi pernikahan Rachmawati Sukarnoputri dan dr. Martomo Pariatman Marzuki atau Tommy pada 1969.
Saat itu presiden yang akrab disapa Bung Karno tengah menjalani tahanan rumah di Wisma Yaso, diminta Rachma menjadi wali nikah. Bung Karno, kala itu, sempat hadir, namun sebentar sebagai saksi pernikahan karena statusnya saat itu sebagai tahanan. Kemudian ia kembali lagi ke Wisma Yaso.
Dengan demikian, melalui keterangannya, Roso Daras berharap bahwa anak-anak Fatmawati dan Soekarno bisa lebih merawat rumah peninggalan orang tua mereka yang kini dijadikan cagar budaya. Jangan sampai sejarah hanya terlewat dan tidak dikenang melalui tulisan maupun benda peninggalannya, dengan sejarah kita bisa belajar di masa lalu dan mengubah masa depan menjadi lebih baik.
Konten Terkait
Rumah di Jalan Sriwijaya Raya Nomor 26, Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, menjadi salah satu saksi kehidupan Fatmawati, sebagai ibu negara.
Kamis 19-Jan-2023 13:33 WIB
Tugu berwarna keemasan itu dibangun di tujuh lokasi sebagai penanda bahwa Soekarno kecil pernah berada di tempat-tempat tersebut.
Rabu 04-Jan-2023 10:04 WIB