Foto : jpnn
brominemedia.com -
Inspektorat Nusa Tenggara Barat mendapatkan hasil hitung ulang kerugian negara
dalam kasus pembangunan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Lombok Utara. Inspektur Inspektorat NTB Ibnu Salim mengatakan,
pihaknya telah menyerahkan hasil hitung ulang tersebut ke penyidik kejaksaan.
"Sudah lama selesai hitung ulang kerugian itu. Hasilnya juga sudah kami
serahkan ke penyidik kejaksaan. Kenapa baru sekarang ditanyakan," kata
Ibnu, Jumat (2/12).
Terkait dengan jumlah kerugian dari hasil hitung ulang
tersebut, dia mengatakan bahwa pihaknya tidak punya kewenangan tersebut.
"Karena ini (hitung ulang) kewenangan ada di penyidik, tanyakan ke mereka
saja," ujarnya. Terpisah, Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera mengaku
sudah mengonfirmasi ke bidang pidana khusus terkait perkembangan dari
penanganan kasus tersebut.
"Sudah saya konfirmasi ke penyidik. Belum juga ada
informasi," ucap Efrien. Sementara, Kepala Kejati NTB Sungarpin sudah
pernah menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan gelar perkara tersebut
dengan Kejaksaan Agung.
Sungarpin menyampaikan bahwa dasar Kejati NTB menggelar
perkara itu berkaitan dengan hasil audit ulang Inspektorat NTB yang menganulir
hasil audit pertama dengan kerugian negara sedikitnya Rp 240 juta. Proyek
dengan nama pekerjaan penambahan ruang IGD RSUD Lombok Utara ini dikerjakan
oleh PT Batara Guru Group. Proyek dikerjakan dengan nilai Rp 5,1 miliar yang
bersumber dari APBD Lombok Utara. Dugaan korupsi muncul setelah pemerintah
memutus kontrak proyek di tengah progres pengerjaan.
Hal tersebut dikuatkan dengan adanya kerugian negara hasil
hitung awal dari Inspektorat Lombok Utara. Modus korupsi dari kasus ini
berkaitan dengan pekerjaan proyek yang tetap dinyatakan selesai meskipun masih
ada dugaan kekurangan volume pekerjaan. Angka kerugian negara itu pun muncul
dari dugaan tersebut. Untuk proyek ini, Kejati NTB menetapkan Wakil Bupati
Lombok Utara berinisial DKF sebagai tersangka. DKF terjerat kasus korupsi
tersebut saat mengemban jabatan staf ahli dari konsultan pengawas proyek CV
Indo Mulya Consultant.
DKF menjadi tersangka bersama pimpinan CV Indo Mulya
Consultant berinisial LFH, Direktur RSUD Lombok Utara berinisial SH, pejabat
pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial HZ, dan kuasa Direktur PT Batara Guru
Group berinisial MF.
Terkait dengan jumlah kerugian dari hasil hitung ulang tersebut, dia mengatakan bahwa pihaknya tidak punya kewenangan tersebut. "Karena ini (hitung ulang) kewenangan ada di penyidik, tanyakan ke mereka saja," ujarnya. Terpisah, Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera mengaku sudah mengonfirmasi ke bidang pidana khusus terkait perkembangan dari penanganan kasus tersebut.
"Sudah saya konfirmasi ke penyidik. Belum juga ada informasi," ucap Efrien. Sementara, Kepala Kejati NTB Sungarpin sudah pernah menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan gelar perkara tersebut dengan Kejaksaan Agung.
Sungarpin menyampaikan bahwa dasar Kejati NTB menggelar perkara itu berkaitan dengan hasil audit ulang Inspektorat NTB yang menganulir hasil audit pertama dengan kerugian negara sedikitnya Rp 240 juta. Proyek dengan nama pekerjaan penambahan ruang IGD RSUD Lombok Utara ini dikerjakan oleh PT Batara Guru Group. Proyek dikerjakan dengan nilai Rp 5,1 miliar yang bersumber dari APBD Lombok Utara. Dugaan korupsi muncul setelah pemerintah memutus kontrak proyek di tengah progres pengerjaan.
Hal tersebut dikuatkan dengan adanya kerugian negara hasil hitung awal dari Inspektorat Lombok Utara. Modus korupsi dari kasus ini berkaitan dengan pekerjaan proyek yang tetap dinyatakan selesai meskipun masih ada dugaan kekurangan volume pekerjaan. Angka kerugian negara itu pun muncul dari dugaan tersebut. Untuk proyek ini, Kejati NTB menetapkan Wakil Bupati Lombok Utara berinisial DKF sebagai tersangka. DKF terjerat kasus korupsi tersebut saat mengemban jabatan staf ahli dari konsultan pengawas proyek CV Indo Mulya Consultant.
DKF menjadi tersangka bersama pimpinan CV Indo Mulya Consultant berinisial LFH, Direktur RSUD Lombok Utara berinisial SH, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial HZ, dan kuasa Direktur PT Batara Guru Group berinisial MF.
Terkait dengan jumlah kerugian dari hasil hitung ulang tersebut, dia mengatakan bahwa pihaknya tidak punya kewenangan tersebut. "Karena ini (hitung ulang) kewenangan ada di penyidik, tanyakan ke mereka saja," ujarnya. Terpisah, Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera mengaku sudah mengonfirmasi ke bidang pidana khusus terkait perkembangan dari penanganan kasus tersebut.
"Sudah saya konfirmasi ke penyidik. Belum juga ada informasi," ucap Efrien. Sementara, Kepala Kejati NTB Sungarpin sudah pernah menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan gelar perkara tersebut dengan Kejaksaan Agung.
Sungarpin menyampaikan bahwa dasar Kejati NTB menggelar perkara itu berkaitan dengan hasil audit ulang Inspektorat NTB yang menganulir hasil audit pertama dengan kerugian negara sedikitnya Rp 240 juta. Proyek dengan nama pekerjaan penambahan ruang IGD RSUD Lombok Utara ini dikerjakan oleh PT Batara Guru Group. Proyek dikerjakan dengan nilai Rp 5,1 miliar yang bersumber dari APBD Lombok Utara. Dugaan korupsi muncul setelah pemerintah memutus kontrak proyek di tengah progres pengerjaan.
Hal tersebut dikuatkan dengan adanya kerugian negara hasil hitung awal dari Inspektorat Lombok Utara. Modus korupsi dari kasus ini berkaitan dengan pekerjaan proyek yang tetap dinyatakan selesai meskipun masih ada dugaan kekurangan volume pekerjaan. Angka kerugian negara itu pun muncul dari dugaan tersebut. Untuk proyek ini, Kejati NTB menetapkan Wakil Bupati Lombok Utara berinisial DKF sebagai tersangka. DKF terjerat kasus korupsi tersebut saat mengemban jabatan staf ahli dari konsultan pengawas proyek CV Indo Mulya Consultant.
DKF menjadi tersangka bersama pimpinan CV Indo Mulya Consultant berinisial LFH, Direktur RSUD Lombok Utara berinisial SH, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial HZ, dan kuasa Direktur PT Batara Guru Group berinisial MF.
Konten Terkait
ntb.jpnn.com, MATARAM - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Mataram menyatakan terdakwa kasus korupsi proyek penambahan ruang operasi dan ICU di RSUD Lombok Utara tetap bersalah.
Jumat 20-Jan-2023 05:39 WIB
Eks Ketua Tim Teknis Pengadaan dan Penerapan e-KTP Husni Fahmi dan eks Dirut Perum PNRI Isnu Edhi Wijaya menjalani sidang vonis kasus korupsi e-KTP hari ini.
Senin 31-Oct-2022 08:34 WIB