Foto : tempo
brominemedia.com - Pecahnya pembuluh darah di kepala
akan menyebabkan terganggunya suplai oksigen dan nutrisi pada otak dan proses
desak ruang kepala yang mengganggu otak. Lalu apa saja gejala yang bisa
diwaspadai? Dosen Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas
Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) Andrianto mengatakan gejala yang
sering terjadi pada seseorang yang berisiko mengalami pecah pembuluh darah di
kepala adalah sakit kepala.
Namun, kata dia, gejala ini mirip dengan gejala penyakit
lainnya. “Sehingga banyak orang yang tidak sadar kalau ada masalah yang
berpotensi pembuluh darah pecah di kepala,” katanya dilansir dari laman resmi
Unair pada Selasa, 3 Januari 2022.
Keluhan sakit kepala dapat terjadi secara berulang. Rasa sakit yang dirasa akan meningkat seiring berjalannya waktu dan ketika diberi obat berupa anti nyeri yang umum digunakan tidak ada perbaikan. “Kalau sampai tekanan yang ada di dalam kepala meningkat bisa terjadi mual dan muntah,” tuturnya.
Ingin membaca berita eksklusif dan mendalam dari Tempo?
Kami menyajikan topik-topik berita yang relevan dan terpercaya untuk Anda, mulai dari Laporan Utama Majalah Tempo, Koran Tempo, Tempo English, dan Arsip-arsip berita Tempo sejak tahun 1971.
Langganan Sekarang
“Vertigo juga gejala yang harus diwaspadai, demikian pula kesulitan bicara, pingsan dan kelemahan otot tangan dan kaki. Berbagai gejala tersebut perlu diwaspadai apalagi disertai faktor risiko seperti usia lanjut, tekanan darah tinggi atau hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi, riwayat merokok, dan sebagainya. Oleh karenanya harus ada pemeriksaan lanjutan,” imbuhnya.
Pecahnya pembuluh darah di kepala sangat erat kaitannya dengan tekanan darah tinggi atau hipertensi. Sementara itu hipertensi berhubungan dengan tingginya kadar kolesterol, obesitas, diabetes, stres, dan merokok. “Yang harus dilakukan untuk mencegahnya adalah perubahan gaya hidup sejak muda,” jelasnya.
Bagaimana Pencegahannya?
Andrianto mengatakan, hipertensi yang tidak terkontrol berisiko tinggi menimbulkan terjadinya komplikasi, salah satunya pecah pembuluh darah di kepala. Namun, kata dia, penderita hipertensi tidak perlu sangat risau akan hal ini. Pencegahan terjadinya komplikasi bisa dilakukan dengan cara mengontrol tekanan darah dalam batas normal.“Sudah terbukti kalau tekanan darah bisa mencapai target normal maka akan menurunkan risiko komplikasi,” ungkapnya.
Strategi pengobatan yang bisa dilakukan pada penderita hipertensi dibagi menjadi dua yaitu nonfarmakologis dan farmakologis. Nonfarmakologi dengan cara perubahan gaya hidup seperti diet rendah lemak dan garam serta faktor risiko penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah dikontrol seperti kolesterol dan diabetes, tidak merokok, obesitas dikontrol, olahraga rutin, dan pengendalian stres. “Terapi nonfarmakologis ini merupakan hal yang penting sebelum menuju pada pengobatan farmakologis,” ujarnya.
Pengobatan farmakologis berbeda setiap individu. Pilihan obat yang digunakan disesuaikan dengan target tekanan darah yang harus dicapai. Evaluasi bertahap turut dilakukan dalam hal ini. Disarankan penderita hipertensi memeriksakan kesehatannya secara rutin agar risiko pecah pembuluh darah di kepala bisa dicegah.
“Target tekanan darah yang harus dicapai jika tidak ada faktor risiko penyakit lain seperti diabetes dan penyakit ginjal maka harus kurang dari 140/90 mmHg,” katanya.
Konten Terkait
Pakar mengatakan sakit kepala yang semakin lama dan berat hingga disertai muntah tanpa mual bisa menjadi indikasi tumor otak.
Rabu 04-Jan-2023 10:20 WIB
Pakar mengatakan sakit kepala yang semakin lama dan berat hingga disertai muntah tanpa mual bisa menjadi indikasi tumor otak.
Rabu 04-Jan-2023 10:20 WIB
Pecahnya pembuluh darah di kepala menyebabkan terganggunya suplai oksigen dan nutrisi pada otak. Ini penjelasan pakar dari Unair.
Selasa 03-Jan-2023 13:40 WIB
Amuba pemakan otak menyebabkan seorang penduduk Korea Selatan meninggal setelah terinfeksi 10 hari.
Kamis 29-Dec-2022 07:00 WIB