Foto : tempo
brominemedia.com-- Negara-negara Afrika yang menghadapi krisis pangan,
membutuhkan dukungan likuiditas segera dan dalam beberapa kasus ada negara yang
membutuhkan keringanan utang. Hal itu terungkap dalam konferensi Reuters NEXT
pada Rabu, 30 November 2022, di mana panel yang hadir juga menyebut sebagian
krisis pangan disebabkan pandemi Covid-19 dan perang Ukraina
Kerawanan pangan telah memburuk di sebagian besar
negara-negara Afrika dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut didorong
konflik bersenjata yang berkepanjangan dan dampak perubahan iklim hingga
menyebabkan kekeringan berkepanjangan di beberapa daerah. Perubahan iklim juga
menyebabkan banjir yang merusak tanaman di tempat lain.
Akan tetapi, situasinya diperparah oleh penurunan ekonomi
yang dipicu oleh pandemi Covid-19, meningkatnya utang, dan baru-baru ini dampak
perang Ukraina, yang membuat lonjakan pada harga pangan, bahan bakar, dan
pupuk.
"Bukan hanya kejatuhan ekonomi makro, tetapi juga yang
memilukan adalah masalah kerawanan pangan. "Ketidakamanan pangan melonjak
tidak seperti sebelumnya," kata Abebe Aemro Selassie, Direktur Dana
Moneter Internasional (IMF) kawasan Afrika.
Jumlah orang di Afrika Timur yang menghadapi kerawanan
pangan akut telah melonjak 60 persen menjadi 82 juta orang pada tahun lalu.
Sedangkan di Afrika Barat kerawanan pangan akut meningkat dari 31 juta orang
menjadi 42 juta orang.
"Kami
membutuhkan dengan segera investasi melalui sistem perlindungan sosial yang
menangani kebutuhan kemanusiaan, makanan, dan penyediaan uang tunai untuk
individu," kata Michael Dunford, Direktur Program Pangan Dunia PBB untuk
wilayah Afrika Timur.
Selama pandemi Covid-19. IMF dan Bank Dunia mendukung
inisiatif yang menangguhkan kewajiban membayar utang negara-negara miskin
sehingga memungkinkan mereka untuk menyalurkan sumber daya tersebut untuk
menopang sistem kesehatan dan ekonomi negara-negara tersebut. Namun program itu
kini telah berakhir, bahkan ketika banyak negara sedang berjuang memberi makan
rakyatnya.
Pada bulan lalu, IMF menyetujui program yang akan memberi
negara-negara (miskin) akses mendapatkan dana darurat untuk memerangi kerawanan
pangan akut dan mengimbangi kenaikan tajam tagihan impor pangan mereka. Tetapi
Razia Khan, Kepala Ekonom wilayah Timur Tengah dan Afrika dari Standard
Chartered Bank, mempertanyakan apakah cukup menyediakan lebih banyak likuiditas
saja.
"Sebuah pertanyaan besar masih belum terjawab adalah
apakah semakin banyak penguasa yang harus menjalani semacam restrukturisasi
mendalam?," kata Khan.
Kelompok 20 atau G20 mendukung apa yang disebut kerangka
bersama untuk merampingkan restrukturisasi dan pembuatan profil utang
negara-negara miskin yang sedang terseok-seok.
Meringankan beban utang mereka akan memungkinkan pemerintah
fokus pada masalah mendesak termasuk kerawanan pangan. Namun, hampir dua tahun
hanya segelintir negara memilih untuk menggunakan kerangka kerja tersebut,
sementara hanya satu - Chad - yang telah berhasil menegosiasikan bantuan.
"Salah satu dari banyak masalah mendasar yang kami alami adalah kemajuan
sangat lambat (dicapai)," kata Khan.
Konten Terkait
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut, digitalisasi pembayaran dan keuangan telah menyelamatkan ekonomi nasional dari pandemi Covid-19.
Kamis 01-Aug-2024 21:56 WIB
Pebulu tangkis China, Zhang Zhi Jie dinyatakan mengalami henti jantung mendadak. Atlet tersebut jatuh pingsan hingga akhirnya meninggal dunia dalam laga BNI Badminton Asia Junior Championships...
Senin 01-Jul-2024 20:17 WIB
Ahsan / Hendra mengungkapkan kunci kemenangan mereka melawan pasangan rangking satu dunia untuk memastikan ke perempat final French Open 2023.
Jumat 27-Oct-2023 00:28 WIB
Jadwal turnamen bulu tangkis French Open 2023 pada Kamis, 26 Oktober 2023, memasuki babak 16 besar. Sebanyak 11 wakil Indonesia akan berlaga.
Kamis 26-Oct-2023 06:06 WIB
Tak lama setelah Ali Bongo, presiden Gabon sejak 2009, digulingkan oleh anggota Garda Republik, unit keamanan pribadinya, ia muncul dalam sebuah video pendek, tampak lemah dan mendesak orang-orang untuk....
Sabtu 02-Sep-2023 02:10 WIB