RAGAM

Opini: Rasionalitas Kekuasaan

Minggu 20-Jul-2025 20:58 WIB 16

Foto : tribunnews

Brominemedia.com – Mengapa jabatan (pemimpin) itu menarik? Menurut, Thomas Hobbes, memperoleh kekuasaan (power), kemegahan diri (self-glory), dan kesenangan hidup (pleasure). 

Dalam konteks dan perspektif ini, isu kekuasaan seolah menjadi tema abadi dalam setiap perdebatan publik.

Karena terdesentralisasikan dan terakumulasi kewenangan pada penguasa sehingga hampir tidak ada kekuatan masyarakat yang mampu berkelit secara berarti saat berhadapan dengan mesin kekuasaan.

Secara jujur kita harus menerima kenyatan, masyarakat seakan-akan terperangkap dalam sebuah “turbulensi kekuasaan semu”; sebuah kesimpangsiuran bahasa, ungkapan dan keputusan/ tindakan penguasa yang mengaduk-aduk kebenaran. 

Turbulensi ini muncul ketika penguasa tidak lagi menjadi institusi yang otonom, akan tetapi telah menjadi operator atau bahagian dari  berbagai  permainan kepentingan.

Pertanyaannya, negara atau daerah ini milik siapa? Yang jelas, negara atau daerah ini bukan milik rakyat. Negara atau daerah ini milik mereka yang mendapat giliran untuk berkuasa. 

Barangsiapa berhasil menduduki jabatan-jabatan publik, maka ruang itu sepenuhnya milik mereka. Padahal, negara atau daerah adalah suatu ruang publik, tetapi publik di dalamnya hanya obyek untuk dikuasai.

Dalam masyarakat tradisional, kekuasaan memusat pada figur. Konsep kekuasaan semacam itu sebenarnya konsep asing dan usang. 

Sebaliknya,  pada masyarakat modern, kekuasaan berdiri di atas legalitas formal dan jaringan birokrasi yang bekerja secara rasional dan efektif.

Sejarah kekuasaan di mana-mana pada dasarnya adalah sebuah ironi bagi subyek dan sistem. 

Karena itu, kekuasaan selalu cenderung memaksakan pertikularitas individual untuk diabstraksikan menjadi subyek.

Personalisasi kekuasaan

Sejatinya, kekuasaan itu dibentuk dari bawah, kenyataannya yang berkuasa tetap kaum atas. 

Dalam tatakelola pemerintahan, selalu yang memimpin itu ada di atas, sedangkan yang dipimpin itu ada di bawah. Namun demikian, hubungannya bersifat dominatif, bukannya hubungan simbiotik

Karena itu kekuasaan adalah laku unik yang memiliki karakter “menegaskan diri melalui pengurangan diri”. 

Permasalahan yang menarik untuk dikupas lebih lanjut ialah di mana pun selalu saja ada “kekuasaan yang tersembunyi”. 

Masa depan suatu negara atau daerah sering juga ditentukan pada bagaimana “kekuasaan yang tersembunyi” itu beroperasi.

Secara prediktif, salah satu praksis, “kekuasaan yang tersembunyi” itu akan mewujud dalam pola personalisasi kekuasaan dalam spektrum pemerintahan, yang merupakan institusi publik cenderung diperlakukan seolah-olah sebagai milik pribadi penguasa. Membuat keputusan semau-maunya sendiri.

Di sini, kekuasaan memiliki logikanya sendiri seehingga kebenaran menjadi paradoksal dan dilematis.

Karena itu, tak heran ada ungkapan pemimpin “saya ini penguasa. Diapakan saja, pasti menang”, mencerminkan bobot dan perwujudan personalisasi kekuasaan.

Tampaknya, pemimpin yang terpilih secara demokratis, tapi saat berkuasa bersikap otoriter. 

Pada posisi ini, demokrasi lebih dipahami sebagai sekadar ritual untuk melegitimasi kekuasaan, dan bukan seperangkat sistem yang membawa konsekuensi nilai menyeluruh dalam melembagakan kekuasaan publik.

Personalisasi kekuasaan adalah fenomena yang penuh dengan komplikasi. Ada struktur otoritas sedemikian rupa sehingga hanya penguasa yang dapat memutuskan siapa melakukan apa, siapa yang mendapatkan apa, dan siapa yang benar dan salah. 

Selain itu, ia beroperasi dalam wilayah abu-abu, yaitu ranah tertib politik dan etika jabatan publik, sehingga acapkali kekuasaan bersifat ambivalensi.

Dalam konteks penyalahgunaan kewenangan dalam hukum administrasi, menurut Jean Revero dan Jean Waline yang dikutip Seno Adji, dalam Syamsuddin, dkk (2004), adalah Pertama, penyalahgunaan kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum atau untuk menguntungkan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan. 

Kedua, penyalahgunaan kewenangan dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar ditujukan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan apa kewenangan tersebut diberikan oleh undang-undang arau peraturan lain.

Ketiga, penyalahgunaan kewenangan dalam arti menyalahgunakan prosedur yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain agar terlaksana.

Share:

Konten Terkait

RAGAM Opini: Rasionalitas Kekuasaan

Dalam konteks dan perspektif ini, isu kekuasaan seolah menjadi tema abadi dalam setiap perdebatan publik.

Minggu 20-Jul-2025 20:58 WIB

EVENT Plt Bupati Purbalingga Ajak Wartawan Jadi Garda Terdepan Lawan Hoaks dan Edukasi Publik

Plt Bupati Purbalingga ajak wartawan jadi garda terdepan lawan hoaks dan sampaikan informasi akurat dalam Konferensi PWI 2025.

Jumat 18-Jul-2025 20:47 WIB

PERISTIWA Breaking News, Tamu Hotel Bali Batam Ditemukan Meninggal Dunia di dalam Kamarnya

Seorang pria ditemukan meninggal dunia di kamar 302, lantai tiga Hotel Bali yang terletak di kawasan Nagoya, Kecamatan Lubuk Baja, Kota Batam, Minggu

Minggu 06-Jul-2025 21:02 WIB

PEMERINTAHAN Maman: Hujatan Bagian dari Kontrol Publik

Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menghargai pendapat semua masyarakat, dan tidak merasa yang mendiskreditkan dirinya salah ataupun benar.

Jumat 04-Jul-2025 20:56 WIB

RAGAM Celine Evangelista Syok Anaknya Utang di Kantin Sekolah, Awalnya Dikira Gratis: Dengan Polosnya

Anak Celine Evangelista utang di kanton sekolah. Si artis cantik syok awalnya memuji hebat.

Rabu 02-Jul-2025 20:59 WIB

Tulis Komentar