Foto : tempo
brominemedia.com -
Kemajuan teknologi telah membawa perubahan perilaku dan cara menjalani
kehidupan. Kita lebih banyak menjalankan kegiatan dan berinteraksi dalam dunia
digital.
Karena itu, sering kali ada banyak perilaku yang berubah.
Tak sedikit yang mengeluh banyak etika yang dilabrak di dunia maya. Muncullah
kemudian panduan etika di dunia maya.
Padahal, menurut pakar teknologi informasi Richardus Eko
Indrajit, etika berkomunikasi di dunia digital, terutama melalui media sosial,
pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan dunia nyata.
Masyarakat dan generasi muda, kata dia, kerap menganggap
bahwa diri mereka dapat memiliki identitas yang berbeda dengan dunia nyata
ketika masuk di dalam dunia siber. Masyarakat juga kerap melupakan bahwa lawan
bicara yang dihadapi di media sosial juga sama-sama manusia.
Manusia berkomunikasi dengan sesama dan bukan dengan mesin
“Kenapa? Karena kita bukan berkomunikasi dengan mesin, kita
berkomunikasi dengan manusia melalui perantara mesin melalui fasilitas mesin,
tapi tetap yang kita bicarakan (ajak bicara) itu adalah manusia,” kata Eko yang
juga merupakan Ketua Pengurus Besar PGRI sekaligus Rektor Universitas Pradita
dalam sebuah seminar, seperti dikutip dari Antara, Jumat, 16 Desember 2022.
Eko mengatakan, meski memiliki prinsip serupa, akan tetapi
dua dunia tersebut memunculkan masalah dan tantangan tersendiri yaitu berupa
umpan balik atau feedback yang berbeda.
Dalam dunia nyata, umpan balik dapat diberikan secara langsung
di hadapan lawan bicara. Sebaliknya, dalam dunia siber, komunikator sama-sama
tidak berhadapan secara langsung sehingga umpan balik yang diberikan bisa jadi
menimbulkan kesalahpahaman atau ketidakpekaan.
Delapan etika komunikasi digital yang sama dengan dunia
nyata sehari-hari
Eko menyebutkan setidaknya terdapat delapan prinsip etika
komunikasi digital yang telah menjadi standar yang digunakan di mana-mana
antara lain sikap menghormati, bertanggung jawab, menetapkan aturan atau
batasan suatu diskursus, menetapkan kejelasan pembahasan, mengedepankan
transparansi, gunakan nada yang sopan, dan menghargai privasi.
Menurut Eko, cara berkomunikasi merupakan manifestasi dari suatu peradaban. Di masa sekarang, menurut dia, tujuan komunikasi tidak lagi sekadar menyampaikan pesan tetapi juga dapat mendorong atau memengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu, bahkan meskipun itu negatif sekalipun.
“Kekuatan bahasa itu sekarang adalah untuk memobilisasi untuk mempengaruhi untuk membuat orang lain melakukan sesuatu dan ketika action yang diinginkan adalah hal-hal yang negatif nampaknya wajib untuk kita introspeksi,” kata dia.
Sementara itu, Pendiri Lembaga Kupuku Indonesia Joseph Dharmabrata memandang bahwa generasi muda harus menyiapkan diri dengan beberapa kompetensi untuk menghadapi segala permasalahan yang terjadi di dunia.
Beberapa kompetensi itu di antaranya memiliki rasa ingin tahu dan peduli terhadap informasi yang didapatkan, memiliki kemampuan berpikir kritis, memiliki kemampuan untuk berinovasi, membekali diri dengan literasi, hingga mendorong dan membangun kolaborasi atau gotong royong di masyarakat.
“Dan itu akan sangat membantu bagaimana menyiapkan the man behind the gun supaya segala permasalahan paling tidak diredam dan dikurangi karena generasi muda sendiri itu sadar bahwa dia perlu hal itu,” kata Joseph.
Konten Terkait
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehadiran internet sangat menguntungkan generasi milenial. Tidak hanya mudah dalam mencari berbagai informasi, di internet juga dapat menjadi media untuk berbisnis serta menciptakan lapangan pekerjaan baru.Dalam...
Sabtu 25-Feb-2023 02:44 WIB
Etika komunikasi di dunia digital sesungguhnya sama saja dengan etika dalam dunia nyata sehari-hari.
Sabtu 17-Dec-2022 06:18 WIB