PERISTIWA

Bukan Kaleng-Kaleng, Perjalanan Haji Raja Mali Mansa Musa: Bagikan Ribuan Emas Batangan

Sabtu 17-Jun-2023 04:15 WIB 361

Foto : republikain

Brominemedia.com -- Mansa Musa adalah cicit dari Sunjata, yang merupakan pendiri kerajaan Mali. Pada 1312, Mansa Musa menjadi Raja menggantikan pendahulunya Abu Bakr II, seorang raja ambisius yang menghilang saat dia ingin melakukan penaklukan dengan menyeberangi ujung lautan Samudera Atlantik.

Di dalam kepemimpinan Mansa Musa, kerajaan Mali tumbuh subur, makmur, bahkan perekonomian pun tumbuh pesat. Ini juga dirasakan oleh hampir seluruh rakyatnya. Sehingga kepemimpinannya yang berlangsung selama 25 tahun lamanya itu (1312–1337 M) digambarkan juga sebagai zaman keemasan kekaisaran Mali.

Sementara Sunjata fokus membangun kerajaan etnis Malinke, Mansa Musa mengembangkan dan memperluas ajaran Islam di seluruh wilayah kekuasaannya.

Dilansir dari About Islam, Jumat (16/6/2023), menurut sejarawan Nehemia Levtzion, Mansa Musa melakukan perjalanan haji pada 1324. Perjalanan hajinya melintasi Afrika ke Makkah memakan waktu lebih dari setahun.

Untuk mencapai Makkah, Mansa Musa menyusuri Sungai Niger ke Mema, lalu ke Walata, lalu lewat Taghaza, dan terus ke Tuat, yang merupakan pusat perdagangan di Afrika tengah. Iring-iringan rombongan Mansa Musa tentu saja menarik pedagang dari jauh seperti Majorca dan Mesir, dan para pedagangnya termasuk orang Yahudi dan juga Muslim.

Sesampainya di Mesir, Mansa Musa berkemah di dekat piramida selama tiga hari. Ia kemudian mengirimkan hadiah sebesar 50 ribu dinar kepada Sultan Mesir sebelum menetap di Kairo selama tiga bulan.

Sultan Kairo meminjamkan istana musim panasnya dan memastikan rombongan Mansa Musa diperlakukan dengan baik. Mansa Musa memberikan ribuan batangan emas.

Pedagang Mesir memanfaatkan ini dengan menagih lima kali lipat dari harga normal barang mereka. Nilai emas di Mesir turun sebanyak 25 persen.

Kesalehan dan kedermawanannya terkenal luas. Dia juga menjadi raja yang dihormati sekaligus ditakuti di seluruh Afrika.

Konon dalam catatan Ibn Battuta, Mansa Musa adalah seorang raja yang apabila rakyatnya menghadap, maka mereka harus menyapanya dengan berlutut dan menaburkan debu ke diri mereka sendiri. Begitu pula setibanya di Kairo,  Mansa Musa disambut masyarakatnya dengan cara tradisional khasnya.

“Tidak seorang pun diizinkan masuk ke hadapan raja dengan memakai sandal. Kelalaian ini akan dihukum mati. Tidak ada yang diizinkan bersin di hadapan raja, dan ketika raja sendiri bersin, mereka yang hadir memukul dadanya dengan tangan.”

Kebiasaan lain, Mansa Musa tidak pernah memberi perintah secara pribadi. Dia akan memberikan instruksi kepada seorang juru bicara, yang kemudian akan menyampaikan kata-katanya. Dia juga tidak pernah menulis apapun sendiri dan meminta juru tulisnya untuk menyusun sebuah buku, yang kemudian dia kirim ke Sultan Mesir.

Saat singgah sementara di Mesir, Mansa Musa enggan bertemu dengan sultan Mesir. Alasannya, karena penguasa Kairo itu pun memiliki tradisi yang juga sama ketatnya seperti dirinya dan Musa enggan berlutut di hadapan Sultan Mesir.

Saat itulah, Mansa Musa harus menghadapi ujian kerendahan hatinya sendiri karena saat menyapa sultan diharuskan mencium tanah. Ini adalah tindakan yang tidak bisa dilakukan oleh Mansa Musa sendiri.

 Pada akhirnya, dia berkompromi dengan mengumumkan bahwa jika dia harus sujud saat memasuki istana, maka dia hanya akan melakukannya di hadapan Allah.

Mansa Musa berdiri dalam tradisi panjang raja-raja Afrika Barat yang telah berziarah ke Makkah, dan seperti para pendahulunya, dia bepergian dengan penuh gaya.

Ibn Battuta mencatat tampilan kekayaan, termasuk kehadiran besar pengawal, pejabat, kuda pelana, dan bendera berwarna. Mansa Musa bepergian dengan istrinya, Inari Kunate, yang membawa serta 500 pelayannya.

Istrinya pun dihormati dan ditakuti. Para penguasa di berbagai kota memberikan penghormatan kepadanya.

Namun, Ibn Battuta mencatat di istana Mansa Musa, syariah dipraktikkan secara informal dalam masalah pernikahan. Dia mencatat  Ibn Amir Hajib, seorang anggota istana Mamluk, mencatat bagaimana Mansa Musa dengan ketat menjalankan sholat dan mengetahui Alquran.

Namun, ia mempertahankan kebiasaan bahwa jika salah satu rakyatnya memiliki seorang putri cantik, dia membawanya ke istana raja tanpa menikah. Ibn Amir Hajib memberi tahu Mansa Musa bahwa praktik seperti ini tidak diizinkan menurut hukum Islam.

Mansa Musa menjawab, “Bahkan kepada raja? Ibnu Amir Hajib berkata, “Tidak juga kepada raja-raja.” Sejak saat itu, Mansa Musa menahan diri dari praktik tersebut.

Mansa Musa Membangun Masjid

Perjalanan Haji Mansa Musa berdampak signifikan pada perkembangan Islam di Mali dan pada persepsi Mali di seluruh Afrika dan Eropa. Selepas perjalanan hajinya, Mansa Musa mulai membangun masjid-masjid, pusat-pusat pendidikan, dan perpustakaan.

Menurut Levtzion, ziarah Mansa Musa tercatat di banyak sumber, baik Muslim maupun non-Muslim dan dari Afrika Barat dan Mesir. Mali juga muncul di peta orang Yahudi dan Kristen di Eropa. Di Mali, Musa dikenal membangun masjid dan mengundang cendekiawan Islam dari seluruh dunia Muslim ke kerajaannya.

Konten Terkait

PERISTIWA Bukan Kaleng-Kaleng, Perjalanan Haji Raja Mali Mansa Musa: Bagikan Ribuan Emas Batangan

Mansa Musa adalah cicit dari Sunjata, yang merupakan pendiri kerajaan Mali. Pada 1312,

Sabtu 17-Jun-2023 04:15 WIB

Tulis Komentar