Senin 06-Mar-2023 10:01 WIB
174

Foto : sindonews
brominemedia.com - Dinamika isu yang bergulir dalam Industri Hasil Tembakau
(IHT) di Indonesia nyaris tak pernah habis dikupas. Fakta bahwa industri hasil
tembakau di Indonesia kerap dihadapkan kepada situasi dilematik dan kontroversi
mutlak adanya.
Peran IHT ekonomi nasional dan dampak negatif yang
ditimbulkannya bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan selalu menjadi dua mata
sisi berlawanan. Berbagai isu pro dan kontra berkaitan dengan IHT pun terus
bergulir. Beberapa hal yang kerap muncul adalah peredaran rokok ilegal, Dana
Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), bahkan menyerempet ke persoalan
stunting dan Penyakit Tidak Menular (PTM).
Tembakau diketahui adalah salah satu komoditas perkebunan
dan perdagangan yang penting di Indonesia. Ini karena komoditas tembakau dan
berbagai produk turunannya mempunyai nilai ekonomi tinggi. Salah satu peran
komoditas tembakau yang cukup nyata dalam perekonomian nasional adalah sebagai
sumber penerimaan negara dari cukai. Tercatat, nilai penerimaan Cukai Hasil
Tembakau (CHT) dari tahun ke tahun terus meningkat dari Rp139,12 triliun pada
2014 menjadi Rp218,62 triliun pada 2022.
Manfaatin gadgetmu untuk dapetin penghasilan tambahan. Cuma modal sosial media sudah bisa cuan!
Gabung bisnis online tanpa modal di http://bit.ly/3HmpDWm

Peningkatan CHT tersebut terutama dipengaruhi oleh kebijakan penyesuaian tarif CHT yang juga terus mengalami peningkatan. Pada perkembangannya, realisasi penerimaan cukai hampir setiap tahun selalu tercapai sesuai target yang ditetapkan dalam APBN.
Bahkan, pencapaian tertinggi kontribusi penerimaan CHT berhasil ditorehkan pada 2020 ketika volume produksi Industri Hasil Tembakau (IHT) turun signifikan hinggaminus10% dan kala itu juga Indonesia tengah berada dalam jurang resesi ekonomi akibat pandemi. Pada 2020, kontribusi CHT terhadap total penerimaan nasional tumbuh hingga 13% terhadap total penerimaan nasional.
Di sisi lain, di tengah tren keberhasilan kenaikan penerimaan CHT, produksi rokok memperlihatkan kecenderungan penurunan. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, volume produksi rokok pada 2021 sebanyak 334,8 miliar batang, lebih rendah dibanding 2019 yang mencapai 356,6 miliar batang.
Kecenderungan penurunan volume produksi pun diprediksi kembali terjadi di 2022 akibat adanya kenaikan tarif cukai, adanya penyesuaian Harga Jual Ecer (HJE) minimum dan simplifikasi. Tren penurunan volume produksi tersebut diiringi banyaknya pabrikan rokok yang gulung tikar. Data menunjukan, pada 2021 hanya tersisa 1003 pabrikan rokok. Bandingkan dengan 2007 yang jumlah pabrikan rokoknya mencapai 4.793 unit.
Kini, untuk pertama kalinya sejak 10 tahun terakhir, penetapan tarif CHT dilakukan sekaligus untuk dua tahun berturut-turut, di mana kenaikan cukai rata-rata untuk seluruh jenis rokok sebesar 10% setiap tahunnya untuk 2023 dan 2024. Kenaikan cukai rokok tersebut secara resmi telah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 Tahun 2022.
Pada beleid tersebut telah diatur pula batasan harga jual eceran rokok dan tarif cukai per batang atau gram hasil tembakau buatan dalam negeri tahun 2023 dan 2024. Adapun alasan di balik keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif CHT tak lain adalah untuk mengendalikan konsumsi rokok.
Tantangan Rokok Ilegal dalam IHT
Pada lima tahun terakhir, tingkat peredaran rokok ilegal kerap beriringan dengan kenaikan harga rokok atas kebijakan tarif cukai. Pada 2019 saat tidak ada kenaikan cukai, tingkat peredaran rokok ilegal menurun dari tahun sebelumnya. Selanjutnya pada 2020, ketika terjadi kenaikan cukai, tingkat peredaran rokok ilegal juga mengalami peningkatan.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kenaikan tarif cukai dapat berdampak signifikan terhadap peredaran rokok ilegal. Perokok dengan pendapatan yang lebih rendah cenderung membeli rokok ilegal sebagai kompensasi atas kenaikan harga rokok akibat kenaikan tarif cukai.
Salah satu penyebab tingginya peredaran rokok ilegal adalah untuk memenuhi permintaan dari masyarakat. Kenaikan harga rokok yang terus terjadi karena kenaikan tarif cukai maupun penyederhanaan struktur tarif cukai menyebabkan daya beli masyarakat Indonesia terhadap rokok legal kian turun.
Saat ini, kenaikan harga rokok telah melebihi batas maksimum dan membahayakan keberlangsungan IHT yang terbukti melalui penurunan jumlah pabrikan rokok (terutama golongan 1). Berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Universitas Brawijaya (2021), bisnis rokok ilegal relatif lebih menguntungkan daripada bisnis rokok legal (berpita cukai).
Ini karena pabrikan rokok ilegal tidak perlu memiliki lokasi pabrik ≥ 200 meter persegi, berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan umum dalam mendirikan industri. Selain itu, rokok ilegal juga tidak melewati pengawasan ketat dan uji laboratorium sebagaimana yang tertuang dalam PMK No 200/2008.
Di sisi lain, rokok ilegal memiliki perputaran penjualan yang lebih cepat daripada rokok berpita cukai karena rokok ilegal lebih diminati oleh konsumen karena harganya yang lebih murah daripada rokok yang legal (berpita cukai).
Menekan Rokok Ilegal
Pengendalian pemerintah terhadap peredaran rokok ilegal melalui penindakan yang masif sangat diperlukan karena secara langsung akan berdampak positif terhadap produtivitas produsen rokok legal. Hasil analisis PPKE FEB UB (2019) menunjukkan, adanya peningkatan penindakan yang dilakukan oleh Bea Cukai terhadap rokok ilegal dapat menurunkan volume peredaran rokok ilegal secara signifikan.
Itu sejalan dengan penindakan yang telah dilakukan DJBC melalui program intensif yang telah dilakukan oleh DJBC di 2017 melalui program Penertiban Cukai Berisiko Tinggi (PCBT) dalam menanggulangi peredaran rokok ilegal.
Kinerja PCBT tersebut menghasilkan penurunan pelanggaran pada rokok ilegal sebanyak 10,9% (berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan) dan peningkatan jumlah penindakan cukai sebesar 74,8% dari tahun 2016. Selain itu, salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan peredaran rokok ilegal adalah melalui didirikannya Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).
Pembentukan KIHT sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.21/PMK.04/2020 sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing industri kecil dan menengah khususnya industri hasil tembakau di Indonesia. Konsep KIHT diperuntukkan khusus bagi Industri Kecil dan Menengah (IKM) dengan beberapa kemudahan di dalamnya. Adanya pengusaha-pengusaha rokok yang belum melegalkan usaha juga menjadi target.
Meski demikian, dalam implementasinya, membentuk suatu kawasan industri bukanlah hal yang mudah dan sederhana. Sebuah catatan bagi pemerintah bahwa tantangan terbesar dalam pembangunan KIHT adalah kekuatan finansial dan jaringan dari pengelola kawasan industri. Pasalnya, KIHT memiliki keterbatasan finansial yang berasal dari dana bagi hasil cukai tembakau.
Berdasarkan PMK nomor 206/PMK.07/2020 (PMK-206) tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi dana bagi hasil cukai tembakau, prioritas penggunaannya dilakukan dengan ketentuan 50% untuk bidang kesejahteraan masyarakat, yang meliputi program peningkatan kualitas bahan baku, dan program pembinaan lingkungan sosial.
Lebih lanjut, sebesar 25% lainnya untuk bidang penegakan hukum yang meliputi program pembinaan industri yakni pembentukan pengelolaan dan pengembangan KIHT, program sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan program pemberantasan barang kena cukai ilegal.
Selanjutnya sebesar 25% lainnya untuk bidang kesehatan melalui program pembinaan lingkungan sosial. Upaya mengendalikan peredaran rokok ilegal di tengah tekanan kenaikan tarif cukai dan harga rokok bukanlah hal yang mudah.
Perlu kerja sama antara berbagai pihak, termasuk menyamakan persepsi atau metodologi dalam melakukan perhitungan rokok ilegal untuk dapat menentukan formula kebijakan penanganan rokok ilegal yang lebih efektif. Maka, sinergi berbagai pihak sangat diperlukan untuk dapat diharapkan dapat menurunkan angka peredaran rokok illegal, sekaligus menciptakan keadilan dan keseimbangan berusaha dalam industri hasil tembakau. Semoga.
Konten Terkait
Brominemedia.com Beredar video memperlihatkan kabut tebal di perairan Pantai Selatan Gunungkidul saat siang hari.
Rabu 27-Sep-2023 05:15 WIB
brominemedia.com – Bea Cukai Surakarta bersama Pemerintah Kabupaten Wonogiri serta Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) menggelar kegiatan pemusnahan Barang Milik Negara (BMN) di Halaman Pendopo Rumah Dinas Bupati Wonogiri, Kamis (10/8/2023).
Kamis 10-Aug-2023 15:56 WIB
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Kelas I Ambon melakukan pengamatan fenomena Gerhana Matahari Hibrida sebagian di kawasan Tugu Christina Martha Tiahahu, Karang Panjang Ambon, pada 20...
Rabu 19-Apr-2023 11:45 WIB
Fenomena Gerhana Matahari Hibrida akan terjadi di Indonesia pada 20 April 2023. Gerhana Matahari terjadi ketika bulan melintas di antara matahari dan bumi sehingga cahaya Matahari terhalang sebagian atau...
Senin 10-Apr-2023 05:46 WIB
Candra Fajri AnandaStaf Khusus Menteri Keuangan RIDinamika isu yang bergulir dalam Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia nyaris tak pernah habis dikupas. Fakta bahwa industri hasil tembakau di Indonesia....
Senin 06-Mar-2023 10:01 WIB