Foto : harianjogja
brominemedia.com —Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) Jogja belum menemukan catatan spesifik dan data pendukung
aktivitas kegempaan yang disebabkan Sesar Mataram. Sejumlah gempa besar yang
terekam di Jogja seluruhnya disebabkan Sesar Opak.
Kepala Stasiun Geofisika Jogja Setyoajie Prayoedhie
mengatakan terdapat tiga aktivitas gempa yang terjadi di Jogja yakni periode
1867, 2006, dan 2010. Seluruh gempa itu disebabkan sesar Opak. Berdasarkan
catatan BMKG, sepanjang periode 2009 sampai 2021, wilayah yang dilalui Sesar
Mataram juga tidak menunjukkan aktivitas kegempaan.
"Hasil kajian kami, di wilayah yang diklaim sebagai
wilayah Sesar Mataram itu tidak ada gempa tercatat, sepanjang observasi data
seismisitas kita dari sebaran gempa tahun 2009 ke 2021 tidak ada aktivitas
gempa di sana," katanya, Rabu (22/2/2023).
Setyoajie menerangkan temuan awal peneliti Badan Risen dan
Inovasi Nasional (BRIN) dan Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen) itu memang
harus ditindaklanjuti dengan serangkaian penelitian yang mendalam. Sebab,
penetapan sebuah sesar berstatus aktif harus melalui kajian lebih spesifik
dengan metode geofisika semacam tomografi, geodesi, atau GPS dan metode geologi
lain.
"Ketika mendeklarasikan sesar itu aktif, paling tidak
harus ada data dukung apakah di wilayah yang diduga merupakan daerah yang
dilintasi sesar aktif itu merupakan daerah aktif gempa. Tidak mungkin
dinyatakan sesar aktif kalau dari sisi seismisitas atau kegempaan tidak ada.
Paling tidak di wilayah sesar aktif itu ada semacam mikroseismisitas atau
aktivitas kegempaan khususnya gempa mikro yang bisa dideteksi dan
dianalisis," jelas dia.
BMKG sudah mempunyai ratusan sensor yang mampu mendeteksi
aktivitas gempa untuk ditinjau secara lebih spesifik. Alat itu sudah
terintegrasi sehingga sesaat setelah gempa terjadi di wilayah Jogja, petugas
akan menindaklanjuti temuan dengan analisis dan kajian yang mendalam.
"Yang perlu dicamkan adalah soal mitigasi kepada
masyarakat karena Jogja memang rawan gempa, apa yang mesti dilakukan sebelum
dan setelah terjadi gempa, termasuk dari unsur pemda yang berwenang
mengeluarkan aturan terkait struktur bangunan gempa, termasuk menyiapkan sarana
prasarana tahan gempa," ujar dia.
Sementara, Profesor Kebencanaan Geologi BRIN Danny Hilman
Natawidjaja mengatakan masyarakat dan instansi terkait wajib melakukan mitigasi
mengingat status Sesar Mataram terindikasi aktif.
“Aktivitas kegempaan memang belum ada. Gempa Juni 1867
karena Sesar Opak. Namun, beberapa kolega mengatakan Sesar Mataram ikut
bergerak waktu gempa 1867 itu, sama seperti waktu gempa 2006. Harus
diantisipasi juga, karena juga ada pembangunan Tol Jogja Solo. Itu juga lewat
tengah Kota Jogja sehingga harus dibuktikan ada atau tidak,” kata dia, Rabu
(22/2/2023).
Wilayah yang dilewati Sesar Mataram berada di utara Candi
Boko dan memanjang di sekitar Selokan Mataram. Sesar Maratam adalah kelanjutan
Sesar Dengkeng yang melintas dari timur ke barat. Dia menyebut Sesar Mataram
sebagai saudara kembar Sesar Opak.
Menurut Danny, Sesar Mataram bukan sesar yang benar-benar
baru. Peneliti menemukannya saat memetakan sesar yang ada di DIY.
Manfaatin gadgetmu untuk dapetin penghasilan tambahan. Cuma
modal sosial media sudah bisa cuan!
Gabung bisnis online tanpa modal di http://bit.ly/3HmpDWm
“Bukan benar-benar baru di Jogja, cuma yang membuat terkejut, sesarnya bisa diikuti terus ke arah barat,” kata Danny.
Letak Sesar Mataram berpapasan dengan Sesar Opak, dimulai dari utara Candi Boko sejajar terus melewat Selokan Mataram sampai ke barat hingga lahan luas yang dia sebut sebagai tempat pramuka. Sesar Mataram juga melewati tengah Kota Jogja.
Sementara, Tol Jogja Solo akan melayang melewati Selokan Mataram begitu memasuki wilayah Kalasan hingga Maguwoharjo, Sleman.
Temuan awal Sesar Maratam ini didukung dengan pemetaan topografi dan juga survei lapangan. Data-data tersebut kemudian diteliti dengan metode geolistrik untuk memindai kondisi bawah permukaan. Dari hasil studi itu, BRIN menemukan indikasi keberadaan Sesar Mataram.
“Yang perlu digarisbawahi, belum saatnya masyarakat panik. Kami usulkan agar ada penelitian lebih lanjut, karena belum ada penggalian yang kami sebut sebagai riset paritan [penggalian parit],” ujarnya.
Danny Hilman Natawidjaja mengatakan pada gempa Jogja 2006, Sesar Mataram terlihat mengalami keretakan di bagian permukaan. Peneliti menemukan jalur sesar terlihat dari sisi barat ke arah timur memanjang sejauh dua kilometer. Sesar Mataram juga terungkap dari pergeseran topografi sungai di sekitarnya.
“Ini baru indikasi sesar aktif dan untuk membuktikannya harus ada studi lagi. Jalur sesar harus digali sampai lima meter. Kalau ada, pasti kelihatan bidang patahan yang memotong lapisan,” ucapnya, Rabu (22/3/2023).
BRIN sudah berkoordinasi dengan sejumlah pihak dan instansi yang berwenang untuk menggelar riset paritan memperdalam temuan awal Sesar Mataram.
Studi lanjutan tersebut akan membuktikan apakah Sesar Mataram aktif atau tidak. Potensi gempa maupun seberapa cepat sesar itu bergerak juga akan terlihat.
“Dari temuan awal, potensinya cukup lumayan mencapai magnitudo 6,7. Ini juga belum ada di peta gempa Indonesia, mungkin baru mau didiskusikan dengan tim nasional karena baru proses revisi peta gempa juga,” katanya.
Danny menambahkan referensi yang mencatat aktivitas kegempaan pada jalur Sesar Mataram juga minim. Belum ada pernyataan resmi yang menyebut insiden kegempaan di Jogja selama beberapa tahun terakhir disebabkan oleh Sesar Mataram.
Sebelumnya, Danny mengatakan data pemutakhiran sesar aktif yang dilakukan BRIN di wilayah Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, dan Kalimantan, menemukan banyak sesar aktif baru.
“Banyak sesar aktif baru yang telah ditemukan selama berjalannya studi tersebut dari semula hanya sekitar 70-an di tahun 2010 menjadi 250-an lebih di tahun 2017 dan sampai sekarang jumlahnya terus bertambah,” ujar Danny sebagaimana dilansir dari website resmi BRIN.
Sesar aktif tersebut dijabarkan dalam Peta Deagregasi Bahaya Gempa Indonesia untuk Perencanaan dan Evaluasi Infrastruktur Tahan Gempa yang dikemas dalam sebuah buku dan diluncurkan akhir tahun lalu.
Konten Terkait
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jogja belum menemukan catatan spesifik dan data pendukung terkait aktivitas kegempaan yang disebabkan oleh
Kamis 23-Feb-2023 06:47 WIB