KESEHATAN

2050 RI Didominasi Penduduk Lansia, TFR Terus Merosot

Senin 03-Jul-2023 06:55 WIB 141

Foto : detik

Brominemedia.com -- Slogan 'Dua Anak Cukup' pernah bergema di televisi nasional selama beberapa waktu. Tidak hanya itu, program ini pun dimanifestasikan melalui bentuk fisik seperti pemasangan poster di berbagai fasilitas publik, uang logam, serta pembangunan tugu hingga pelosok desa.

Kampanye tersebut adalah ikhtiar pemerintah untuk menekan jumlah populasi dan meningkatkan kesejahteraan dari level keluarga. Sebab, di masa-masa itu, sebagian masyarakat masih mengartikan secara harfiah sebuah kalimat legendaris 'Banyak anak, banyak rezeki'. Jargon ini disebut-sebut sebagai penyebab pembengkakan populasi penduduk Indonesia.

Berdasarkan sensus penduduk tahun 1971, tercatat rata-rata perempuan di Indonesia melahirkan sekitar 5-6 anak selama masa suburnya. Berdasarkan data yang dimiliki Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk saat itu mencapai 199 juta lebih. Namun, tren pertumbuhan penduduk menurun dari dekade ke dekade.

Berbeda dengan kondisi 50 tahun lalu, pada 2020 data BPS memperlihatkan bahwa rata-rata perempuan hanya melahirkan sekitar dua anak selama masa suburnya. Fenomena ini, oleh beberapa praktisi disebabkan oleh pergeseran nilai di lingkungan masyarakat. Kepemilikan keturunan yang dulu dilihat sebagai jenjang kehidupan pasca-pernikahan pun mulai memudar.

Setuju dengan hal itu, ahli perencanaan keuangan Safir Senduk pun menganalisisnya berdasarkan sudut pandang keilmuan yang didalaminya. Bagi Safir, perencanaan finansial mengambil peranan penting untuk memutuskan jumlah anak yang akan hadir dalam sebuah keluarga.

"Di zaman sekarang saya melihat ada banyak sekali orang tua yang memutuskan, atau anak muda yang memutuskan, saya menikah tapi nggak punya anak. Pertimbangannya apa? Biaya.
Di zaman sekarang, mereka mengaitkannya dengan finance, mereka merasa bahwa berkeluarga tidak harus punya anak, ya. Tapi, semua harus diperhitungkan secara finance," tutur Safir dalam program Sudut Pandang detikcom, Senin (3/7).

Merujuk pada hal itu, besarnya biaya yang perlu dikeluarkan saat memutuskan ingin memiliki anak bisa dihitung sejak seorang bayi dilahirkan. Patut diakui, biaya untuk membesarkan anak memang bervariasi di tiap keluarga. Namun, ada beberapa variabel 'wajib' yang tidak bisa dilewatkan, seperti biaya persalinan ibu dan pendidikan anak.

Menurut data Tim Riset CNBC Indonesia tahun 2022, estimasi biaya persalinan non BPJS di lima rumah sakit swasta Jakarta bervariasi. Biaya paling rendah mulai dari 7,8 juta rupiah hingga 23 juta rupiah untuk persalinan normal.

Estimasi biaya untuk pendidikan anak juga tak kalah fantastis. Tim Riset CNBC Indonesia Tahun 2022 merangkum estimasi uang pangkal dari lima sekolah swasta di Jakarta. Uang pangkal Taman Kanak-kanak (TK) bisa mencapai 12,31 juta rupiah. Sedangkan uang pangkal Sekolah Dasar ada di rentang 31,21 juta rupiah. Sekolah Menengah Pertama (SMP) uang pangkalnya bisa mencapai 36,8 juta rupiah. Lalu uang pangkal Sekolah Menengah Akhir (SMA) bisa mencapai 30,07 juta rupiah.

Perhitungan di atas belum termasuk biaya pendaftaran, SPP, uang kegiatan, seragam, buku, dan penunjang lainnya. Selain itu, estimasi tersebut dibuat dengan asumsi tidak ada kenaikan atau inflasi.

Besarnya biaya membesarkan seorang anak hingga dewasa, bisa jadi membuat calon orang tua pikir-pikir lagi jika ingin memiliki atau menambah anak. Oleh karena itu, Safir menekankan pentingnya perencanaan matang sebelum seseorang ingin membentuk keluarga.

"Pastikan ketika kita berkeluarga, dari awal sebelum nikah, rencanakan omong dengan pasangan, rencananya keluarga kita akan sebesar apa. Jadi jangan lagi, 'Oke, ya nanti lihat aja seperti air mengalir. Kalau hamil, syukur, nggak hamil, ya sudah.' Rencanakan punya anak berapa, gitu ya. Karena biasanya, jumlah anak, makin banyak jumlah anak, pengeluaran biaya akan meningkat secara eksponensial, meningkat cukup banyak," kata Safir.



Rumput tetangga lebih hijau

Faktor finansial pun disinyalir menjadi penyebab utama beberapa negara di Asia mengalami krisis populasi. Gencarnya pemberitaan tentang menurunnya jumlah penduduk di beberapa negara itu pun akhirnya berimbas ke Indonesia. Wakil Presiden Ma'ruf Amin pun mendorong masyarakat muda Indonesia untuk tidak menunda pernikahan.

"jadi jangan menunda nikahnya, sebab kalau tidak, nanti prediksinya yang banyak yang tua. Yang muda yang produktif itu rendah," ungkapnya usai menghadiri Musrenbangnas RKP 2024 dan Peluncuran Proyeksi Penduduk 2020-2050, Selasa (16/5).

Meski saat ini Indonesia tidak terancam krisis populasi, nyatanya ada penurunan angka kelahiran. Menurut data Badan Pusat Statistik, angka kelahiran atau Total Fertility Rate Indonesia dari 1990-2022 turun sebanyak 30,64%.

Pengamat sosial Rissalwan Habdy Lubis menyebutkan bahwa paling tidak ada dua faktor yang mempengaruhi pergeseran tren perencanaan keluarga. Hal ini meliputi faktor kondisi keluarga serta budaya dan keyakinan.

"Faktor sumber penghidupan, kemampuan si orang tua untuk membagi waktunya sehingga dia akhirnya memilih untuk bisa punya anak atau tidak punya anak. Kemudian keyakinan, bagi agama tertentu, katakanlah Islam, menggunakan keluarga, anak dalam hal ini, sebagai wahana dakwah. Di tengah-tengahnya, budaya. Dia memfotokopi apa yang dia lihat dari keluarga di mana dia dibesarkan," jelas Rissalwan.

Selain pergeseran nilai dan bertambahnya pertimbangan, ada variabel lain yang bisa mempengaruhi seseorang dalam melakukan perencanaan keluarga. Variabel tersebut adalah arus informasi cepat lewat media sosial.

Rissalwan menyebutkan bahwa ini adalah fenomena baru. Menurutnya, ilmu sosiologi belum sempat memperhitungkan internet dan media sosial sebagai faktor yang mempengaruhi cara berpikir manusia.

"Sosiologi klasik tidak memperhitungkan adanya internet. Media massa mungkin bisa kita anggap internet masuk ke situ, tapi tidak semasif itu yang dipikirkan," tutur Rissalwan.

Berbeda dengan media massa satu arah seperti televisi dan radio, media sosial memberi kebebasan audiens untuk memilih informasi apa yang ingin mereka dalami. Menurut Rissalwan, hal ini turut berkontribusi besar pada pembentukan karakter dan pilihan-pilihan yang diambil seseorang dalam hidupnya.

"Ketika kita mendapat pertama kali terpapar dengan informasi yang menurut kita sesuai dengan pikiran kita, kita akan memperkuat argumen kita dengan mencari terus. Jadi, kalau kita terlanjur baca, misalnya, 'Oh ini Skandinavia bagus nih, orangnya sejahtera karena anaknya sedikit. Terus, ya mereka itu nggak perlu ada, ada fungsi prokreasi, cukup rekreasi,'" kata Rissalwan.

Konten Terkait

TEKNOLOGI Ripple Memimpin Ruang Blockchain dengan Platform CBDC Ripple

Perusahaan teknologi terkemuka Amerika, Ripple Labs, telah membuat gebrakan di dunia blockchain sejak Mei 2023, dengan diperkenalkannya Platform CBDC Ripple. Dalam perkembangan luar biasa yang menandai perluasan mata uang digital bank sentral (CBDC), mitra Ripple di India bergabung dengan proyek CBDC Rupee Digital negara tersebut. Awal tahun ini, Ripple mengumumkan peluncuran Platform CBDC Ripple, sebuah […] The post Ripple Memimpin Ruang Blockchain dengan Platform CBDC Ripple appeared first on Coin Edition.

Rabu 06-Sep-2023 01:01 WIB

KESEHATAN 2050 RI Didominasi Penduduk Lansia, TFR Terus Merosot

ada variabel lain yang bisa mempengaruhi seseorang dalam melakukan perencanaan ...

Senin 03-Jul-2023 06:55 WIB

FINANCE Belanja Iklan Melalui Platform Merah Putih, Pemerintah Diminta Buat Kebijakan Khusus

Gerakan belanja produk dalam negeri hendaknya menyasar semua jenis produk yang menjadi produk lokal, baik dalam bentuk barang maupun jasa, termasuk jasa iklan d

Rabu 22-Feb-2023 07:37 WIB

OTOMOTIF Land Rover Defender Dikabarkan Akan Hadir Dalam Versi Listrik Pada 2050

Sejak hadirkan generasi kedua pada 2020, Land Rover Defender dikabarkan akan hadir dalam versi listrik pada 2050.

Rabu 28-Dec-2022 10:00 WIB

Tulis Komentar